BALAGHA ASYUDDAHU

Gigi taring mereka menggigit daging lembu Betina, binatang yang beberapa hari yang lalu berhasil mereka curi dari kawanan serigala lain. Memang terjadi pertempuran perebutan yang sangat sengit, tapi pengalaman disertai kematangan yang didapat dari ribuan pertempuran yang telah mereka lalui menjadi kunci keberhasilan kemenangan mereka.

Dalam konteks budaya berpikir manusia, pengalaman dan kematangan mereka bisa dipersamakan sebagai mereka yang telah mencapai balagha asyuddahu, puncak kedewasaan. Kalau memakai cara berpikir Mas Sabrang mereka telah sampai pada tahap realitas spritual, sebagaimana ada tiga tahap realitas: realitas fisik, realitas akal dan realitas spiritual.

Tapi kan tidak mungkin konteks budaya berpikir manusia disamakan dengan realitas yang terjadi oleh kawanan srigala itu. Itu hanya penggambaran bahwa setiap makhkuk punya tahap realitas masing-masing dalam tahap pengelolaan kehidupan mereka, baik itu binatang/hewan (seperti serigala tadi), tumbuhan, maupun manusia baik itu dari segi individual atau kolektif, ataupun macam macam dialektika kehidupan campur tangan Tuhan dan hasil bikinan manusia itu sendiri, mulai dari perusahaan, partai politik, organisasi, pendidikan, ekonomi, politik, negara dan macam lain yang semua itu punya tahap-tahap kematangan sendiri-sendiri.

Kalau Anda menyajikan telur, tentu Anda harus punya pengetahuan tentang telur dan proses berapa lama matangnya telur.Jika Anda ingin menggorengnya ataupun merebusnya, Anda harus tahu titik panasnya api untuk mengelola telur untuk matang. Matang yang pas segini, setengah matangnya segini, dan yang paling penting Anda harus tahu, apakah orang yang Anda ingin sajikan telur itu suka yang matang atau setengah matang.

Kalau anak Anda yang dalam proses tumbuh atau sahabat Anda yang belum pernah mengelola telur sebelumnya dan kemudian anda suruh mengelola telur itu, bisa-bisa telur tersebut gosong. Maunya setengah matang, malah terlalu matang, atau yang lebih parah karena besarnya api yang dipakai mengelola telur, apinya jadi kemana-mana, membakar wajan, kompor, dapur. Bisa-bisa jika Anda tidak punya pengetahuan memadamkan api, api itu Anda siram dengan bensin. Apinya semakin besar, membakar rumah, seisi kampung atau yang lebih ekstremnya membakar seluruh negara.

Pengelolaan baik skala kecil maupun besar dibutuhkan kedewasaan dan kematangan. Anda harus punya pengalaman tidak hanya dalam kesadaran realitas fisik, tapi harus sampai pada realitas akal, syukur bisa sampai ke kesadaran spiritual, realitas spiritual.

Kalau dalam berkeluarga Anda tidak hanya dituntut punya kematangan sperma untuk bereproduksi, tetapi Anda harus punya kesadaran untuk memimpin keluarga, menyejahterakan istri dan anak dengan sejahtera yang tidak hanya soal urusan perut.

Rasanya-rasanya kita hanya pelaku jasad, pemikir jasad, kita terperangkap dalam tubuh dewasa tapi laku kita laku realitas bayi, kanak-kanak, pencari kesenangan semu. Kita dicubit dan hanya sakitnya cubitan itu yang kita rasakan. Kita tidakpunya pemaknaan bahwa itu bisa saja bentuk kasih sayang orang tua kita. Kita begitu mudah diadu domba. Batu yang dilempar disangkanya batu itu dilempar buat kita. Jadinya lemparan batu itu betul-betul datang mengenai kepala kita,tidak hanya batu kecil tapi sebongkah batu besar.

Prasangka prasangka kita adalah prangka bayi yang baru menyusui. Kita seringkali berprasangka buruk terhadap yang baik sekalipun. Kita adalah tangisan bayi dari sekian banyak tangisan-tangisan bayi. Jangankan belajar berjalan, merangkak pun kita tidak pernah bisa.

“ Nak, cita-citamu apa?”

“Mimpimu apa?”

Kita hanya pejalan mimpi dan cita-cita. Kita tidak pernah berjalan dalam realitas sesungguhnya. Terus bagaimana bisa kita berjalan bersama-Mu, Ya rabb?

Mimpi kali yaaaa.

Lihat juga

Back to top button