KETANGGUHAN IBUNDA SASA

“Gusti, Panjenengan rak Moho Kuwaos to, Panjenengan rak gampil to marekaken kulo,

Ananging kenging menopo kok kulo mboten pun marekaken, supados kulo mboten ngraosaken sakit ingkang kados mekaten. Kulo  kedah ngraosaken sakit ingkang kados mekaten, 

Badan kulo sakit, Balung kulo sakit, Otot kulo sakit, sirah kulo sakit Gusti, kulo mboten kuwawi Gusti…

(Tuhan, Tuhan kan maha Kuasa, Maha Penyembuh, Engkau kan sangat gampang menyembuhkanku, semudah membalik tangan.

Tapi kenapa aku tidak Kau sembuhkan, bahkan aku harus merasakan semua sakit yang seperti ini.

Badanku sakit, tulang belulangku sakit, kulit dan otot ku sakit, kepalaku sakit Tuhan….., aku enggak kuat lagi, Tuhan.)

Demikian sambat Sasa yang diutarakan kepada ibunya menjelang akhir hayatnya. Kemudian Bu Rini (ibunya Sasa) menanyakan kepada saya obat apa yang bisa dikonsumsi. Kemudian saya menulis nama obatnya dan sekaligus menyarankan untuk bisa meminta resep ke dr. Zakiah, salah satu murid saya yang tinggalnya tidak begitu jauh dari rumah bu Rini.

“Secara akal saya menyadari bahwa saya akan berpisah dengan Sasa, Dok, tetapi kenyataaannya saya tidak mampu menjalaninya,” cerita Bu Rini. 

“Air mata saya sudah habis, dan saya berusaha untuk tidak menangis di hadapan Sasa,” lanjut Bu Rini. 

Sejak sakit Sasa kambuh memang kami (tim) sering berbicara bagaimana kelanjutan perawatan Sasa. Dengan mengingat situasi dan kondisi perawatan yang ada, maka perawatan yang terbaik adalah dengan memberi ruang sebesar-besarnya untuk memenuhi keinginan Sasa. Dengan demikian, Sasa akan lega dan senang karena permintaan dan keinginannya terpenuhi. 

Keinginan keinginan Sasa adalah dia tidak mau lagi menjalani kemoterapi. Sasa tidak ingin balik ke rumah sakit, apapun yang terjadi, dan kalau terjadi sesuatu dengan dirinya, Sasa pengen tetap berada di rumah, bersama ayah ibunya, bersama adik tercintanya dan bersama yangti-nya yang semua selalu menyayanginya.

Sasa adalah sosok remaja yang sudah bisa berpikir dan berhak menentukan pilihan dan keinginannya. Sosok yang sedang gemar-gemarnya bersekolah, hobinya menggambar, dan dia adalah sosok indigo yang bisa mengetahui dan melihat makhluk-makhluk di sekitarnya.

“Saya sangat sayang kepada Sasa. Dia bisa mengerti saya, dia bisa menjadi curhatan saya,” demikian kata Bu Rini suatu saat. Saya meresponsnya dengan mencoba membesarkan hati Bu Rini. 

Bu Rini dengan sabar dan telaten menemani Sasa, buah hatinya, dalam perjalanan sakitnya sampai meninggalnya Sasa. Ada kekhawatiran, ada kelelahan, ada kesedihan, tetapi di balik itu Bu Rini adalah sosok yang sangat tangguh, sangat kuat, sekuat baja walaupun “kodrat” wanita pasti tak lepas dari airmata.

Allah memang sudah memilih insan yang dipilih untuk menjadi kekasih-Nya, menjadi orang pilihan-Nya. Dan itu adalah suatu anugerah, suatu Rahmat. Walaupun kadang-kadang insan tersebut menerimanya sebagai suatu ujian, suatu hukuman atau apapun yang dia rasa memperlihatkan bahwa Tuhan itu tidak sayang, Tuhan itu jahat, Tuhan kok tega, dst., dst. 

Padahal sudah jelas Allah berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.” (QS Al-Baqarah:286). 

Allah juga berfirman, “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya adzab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS. Ibrahim:7). 

Eh, tapi ngomong ngomong, saya ini sedang mengingatkan diri saya sendiri lho. 

Lihat juga

Back to top button