SEPOTONG MISTERI WAKTU BERSAMA CAK NUN

Hari itu, Selasa sore di akhir 1980-an, sebelum Maghrib, Cak Nun mengajak saya pergi ke kota Salatiga Jawa Tengah untuk mengisi sebuah acara yang diselenggarakan oleh kawan beliau, Arief Budiman, seorang budayawan, ilmuwan, kritikus yang juga seorang aktivis pergerakan waktu itu.

Saya sangat ingin sekali menemani Cak Nun, karena acaranya sangat menarik dan mengingat kota Salatiga adalah sebuah kota yang indah. Kota ini menurut saya mengandung magnet untuk dikunjungi. Kota kecil yang berjarak satu jam dari Semarang dan berjarak kira-kira 2,5 jam dari Yogyakarta. Pada waktu itu belum ada jalan tol ke Semarang, sehingga perjalanan harus ditempuh melalui Jatinom – Boyolali. 

Salatiga adalah kota dengan banyak delman dan khas bau “tai kuda” yang menjadikan kota ini menjadi sangat mengena di diri saya, bahkan sampai sekarang.

Namun, ada yang mengganjal di hati saya dengan ajakan Cak Nun sore itu. Pasalnya, saya harus siaran malamnya pada jam 23:00 WIB. Menurut jadwal, acara Cak Nun di Salatiga itu baru selesai jam 22:00 WIB, dan kebanyakan acara-acara yang beliau hadir akan selalu mundur berakhirnya dari jadwal yang tertera. Jadi, sangat mungkin saya tidak akan bisa bertugas siaran jam 23:00 WIB kalau saya mengiyakan ajakan Cak Nun. Padahal untuk mencari pengganti siaran dalam waktu yang mepet sangatlah sulit.

Dengan berbagai cara, akhirnya saya menerima ajakan Cak Nun untuk pergi ke Salatiga menghadiri  acara yang diselenggarakan di dalam kampus UKSW Salatiga. Saya lupa-lupa ingat, ada yang ikut bersama semobil dalam perjalanan ke Salatiga tersebut. Kalau tidak salah Mas Toto (Yai Tohar) ataukah Mas Arief Affandi (Jawa Pos). Yang jelas kami bertiga pergi ke acara tersebut. Hebatnya lagi, Cak Nun sendiri yang nyetir mobil ke Salatiga.

Acaranya sendiri berlangsung meriah, dinamis, dan sangat edukatif. Hingga akhirnya kami harus pamitan untuk segera pulang ke Yogya. Saya sendiri resah, karena ketika waktu pamitan sudah jam 22.00 padahal jatah saya untuk siaran kurang satu jam lagi. 

Dalam hati saya bilang, “Matiiih, gak bakal kekejar sampe Yogya jam 23:00 WIB.”

Rupanya Cak Nun menangkap keresahan saya, dan serta merta Cak Nun bilang, “Tenang, Dot.., semoga nututi sampai waktumu mulai siaran.” Demikian Cak Nun bilang di antara perbincangan kami mengenai hal-hal yang berhubungan dengan apa yang beliau sampaikan di acara tadi.

“Yess, Cak,” jawab saya dengan setengah tak yakin. Jujur saja, menurut hitungan tidak akan sampai di Yogya pada jam 23:00 WIB. 

Kami bertiga masih asik ngobrol di dalam perjalanan tersebut. Seperti ketika waktu dalam perjalanan ke Jombang bersama Mas Arief Affandi dan saya. Yang jelas saya tidak berani melihat jam saya. 

Sebelumnya memang saya sempatkan telepon ke studio dan pesan kepada penerima telepon untuk menyampaikan bahwa saya akan sedikit telat dan nanti bila saya belum sampai saya minta diisi dengan memutar tune in lagu secara penuh dan dilanjutkan dengan memutar beberapa lagu. Oh ya acara yang saya pegang itu bernama “Old Time Memory”. Acara yang cukup banyak pendengarnya. Tune in lagu tersebut sangat khas, dan banyak yang suka. Sampai-sampai ada yang meminta memutar penuh seluruh tune in tersebut dari awal hingga akhir. Lagu dari ‘Kool and the gang – Summer madness’. 

Kami tetap mengobrol di sepanjang jalan menuju Gayam Yogyakarta. Yang saya ingat Cak Nun meminggirkan mobil tepat di depan studio seraya bilang, “Pas to, Dot?.” 

“Mengko tak rungokke siaranmu karo mlaku,” kata Cak Nun lebih lanjut. 

Saya naik ke lantai 2. Di situ teman saya sudah menyiapkan beberapa lagu sambil mengalun tune in OTM dari Kool and the gang. Setelah serah terima jam siaran. Saya duduk sebentar menghela napas, dan belum sempat berpikir kenapa bisa tepat waktu sampai di Gayam. Saya lihat jam dinding ruang siaran menunjukkan pukul 23:02 WIB.

Sampai saat ini saya masih belum berani tanya ke Cak Nun. 

QR1262/FY1986

Lihat juga

Back to top button