BELAJAR KONSEP BERMAIN DAN BEKERJA

Tidak jarang Mas Sabrang menyinggung hal-hal yang lazim kita jumpai sehari-hari, terkadang dianggap remeh, bahkan mungkin tak dianggap sekali pun, namun di mata Mas Sabrang, hal remeh atau yang tak dianggap tersebut memuat “sesuatu” yang penting dan mendasar.

Belum lama ini, di kanal youtube-nya, Damar Panuluh, Mas Sabrang merilis video berjudul Bermain & Bekerja. Bagi yang belum menyimak, silakan simak di tautan ini; https://youtu.be/640IO8jUKQY. Bukankah bermain dan bekerja itu menu wajib kita sehari-hari? Setiap orang pasti melakukan dan menjalaninya.

Sayangnya, meski aktivitas sehari-hari, kita tidak memiliki rasa antusias untuk menggali, apalagi memaknainya. Nah, melalui video tersebut, Mas Sabrang mengajak kita berasik ria mengolah pikir dan mempraktikkan hipotesis, untuk memperoleh pemahaman-pemahaman baru.

Sesuai judulnya, Mas Sabrang langsung menyodorkan gambaran tentang apa itu bermain dan bekerja.

“Kalau kamu ditanyain, pilih main atau milih kerja, play or work, mayoritas kita pasti akan milih main. Kalau bisa nggak usah kerja, tapi main terus,” ungkap Mas Sabrang, yang saya iyakan.

“Kita menggunakan kata bermain dan bekerja itu biasanya ada tempelan yang kegiatannya berbeda. Contoh, main bola bukan kerja bola. Main musik bukan kerja musik. Padahal dalam kegiatan main musik pun ada unsur bekerjanya juga. Seolah main dan kerja itu dua hal yang amat sangat berbeda, “ papar Mas Sabrang, yang bikin saya gemes sekaligus mikir.

Kenapa kita lebih memilih bermain daripada bekerja? Karena asosiasi bermain itu fun. Menyenangkan. Sedangkan bekerja itu asosiasinya cenderung berat. Abot. Banyak tekanan. Tuntutan. Dst. Lalu apa sebabnya? Mas Sabrang menawarkan opininya.

“Mungkin tanggung jawab bekerja itu lebih serius dibanding bermain. Kalau bermain gagal, ya sudah. Nggak papa. Nggak terlalu beban. Tetapi kalau kerja konsekuensinya berat. Frame tentang tanggung jawab dan konsekuensi berat inilah yang selama ini mungkin melekat di pikiran kita.” Terang Mas Sabrang yang kian mengobrak-abrik isi kepala saya.

Mas Sabrang kemudian menyampaikan sebuah observasi lain terkait bermain dan bekerja. Kalau kita melakukan sesuatu yang kita anggap bermain, kalau selesai kita merasa sedih. Sebaliknya, kalau kita bekerja, setelah selesai melakukan pekerjaan tersebut, kita merasa senang. Happy. Ketika menjalankan bermain itu menyenangkan, setelah selesai sedih. Tatkala menjalankan suatu pekerjaan itu memberatkan, setelah selesai senang. Inilah yang mayoritas kita rasakan tiap hari. Mas Sabrang coba menarik lebih dalam.

“Ngomongin hidup kan juga ada akhirnya. Lalu pertanyaannya, kalau kita mati itu senang atau sedih? Kalau kita mati sedih, berarti hidup ini seperti permainan? Tetapi kalau kita mati senang, berarti hidup ini layaknya pekerjaan. Ada tanggung jawab dan konsekuensi yang berat.”

Pertanyaan Mas Sabrang tersebut coba kita jadikan bahan refleksi. Kira-kira, kalau kita nanti mati, apa yang akan kita rasakan? Senangkah atau sedihkah? Kebanyakan orang, mati itu ya sedih. Minimal mengundang kesedihan. Banyak dari kita yang “sebetulnya” tidak pengin mati. Pengin-nya hidup terus. Kalau mati ending-nya sedih, berarti konsep hidup ini adalah permainan. Tapi kalau hidup ini seperti permainan, tapi kok bikin stres juga ya? Mas Sabrang tidak lantas memberi jawabannya. Beliau mengajak kita membahasnya lebih lanjut.

Mas Sabrang menawarkan solusi jalan tengah dalam menyikapi hidup itu apakah bermain atau bekerja. Di Roma dikenal dengan konsep Diamond. Di Islam, kita pahami bahwa output itu di Tangan Tuhan. Yang penting manusia berusaha. Dengan meresapi konsep itu, maka kita melakukan apapun seperti bermain (permainan) saja. Sebab kita benar-benar sadar, output tidak 100% ada pada usaha kita. Yang terpenting berusaha maksimal. Output-nya terserah Tuhan.

“Jika kita memiliki frame of mind, bahwa yang wajib kita lakukan adalah bermain sepenuh-penuhnya, semaksimal mungkin, dengan kesadaran output-nya tidak hanya dari kita faktornya, melainkan juga dari faktor dan “tangan” lain, maka kita tidak akan terbebani oleh tugas dan tanggung jawab. Tapi kita terkonsentrasi penuh pada usaha yang maksimal.” Uraian Mas Sabrang sedikit demi sedikit membuka cakrawala kita.

Kita ambil contoh main sepakbola. Meski judulnya main bola, namun saat bermain ya mesti sungguh-sungguh. Tenanan ketika dribbling bola, mengoper, memberi umpan, melakukan shoot, menyundul, mengambil sepakan pojok, menendang pinalti, memutus serangan lawan, dan sebagainya. Dalam bermain bola, kadang kita ya jatuh, terguling-guling, engkel keseleo, paha memar, pelipis robek, kaos sobek, dll. Itu semua bagian dari kesungguh-sungguhan dalam bermain sepakbola. Jangan lupa, dalam bermain bola juga ada peraturan yang mesti dipatuhi oleh para pemain. Bagi yang melanggar akan dijatuhi sanksi kartu (kuning/ merah).

Sehingga, yang bisa dilakukan para pemain di atas lapangan adalah tampil maksimal. Bermain total. Mengerahkan seluruh tenaga, skill, dan kemampuan. Output atau hasilnya? Akan berbanding lurus dengan kontribusi/usaha selama 90 menit, ditambah dengan ketetapan Tuhan (takdir). Bahkan kita sering menjumpai dan menyebut, faktor luck turut andil dalam menentukan hasil sebuah pertandingan.

Perihal keberuntungan, Mas Sabrang juga mengungkapkan sebuah penelitian yang menyatakan bahwa keberhasilan bukan mayoritas karena usaha. Tetapi lebih karena faktor keberuntungan. Kalau kita menyadari fakta itu sebagai bagian dari usaha, maka hidup ya seperti permainan saja. Ini sangat relate dengan firman Tuhan di dalam Al-Qur’an. Kalau kita mau menengok, banyak sekali ayat Al-Qur’an yang mengatakan bahwa hidup di dunia ini hanyalah permainan dan sendau gurau belaka. Salah satunya terdapat pada Surah Al-An’am ayat 32.

Kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS Al- An’am: 32).

Kalau dunia/ hidup ini adalah sendau gurau, permainan, main-main belaka, kenapa kita mesti serius-serius? Tapi kalau nggak serius namanya bukan hidup. Nah, ternyata letak permainannya pada keseriusan tersebut. Yang membuat kita stres selama ini mungkin rasa ketakutan kita pada output, tanggung jawab, dan konsekuensi. Gimana nanti, gimana nanti? Kalau kita sadar konsekuensi dan output tidak 100% ada di tangan kita, ngapain kita angkut semua beban itu?

“Yuk, bermain hidup dengan sungguh-sungguh. Harapannya, hidup dengan permainan, mati dengan menyenangkan,” pungkas Mas Sabrang yang cukup melegakan.

Hipotesis. Sekali lagi, apa yang disampaikan Mas Sabrang merupakan hipotesis. Mau ambil monggo. Tidak pun tidak masalah. Harapannya, pada semua apapun yang kita alami di kehidupan dunia ini, kita menyadari bahwa pada hakikatnya ini semua adalah permainan yang menyenangkan. Semoga kita sampai pada kesadaran itu.

Terima kasih, Mas Sabrang.

Gemolong, 6 Februari 2023

Lihat juga

Back to top button