EMPAT PILAR GERAKAN SEDEKAH MAIYAH

(Majelis Ilmu Maiyah Padhangmbulan Jombang, Sabtu 3 Juni 2023)

Selama ini sedekah identik dengan menyantuni fakir miskin dan anak yatim. Makna sedekah mengalami penyempitan. Aktivitas sedekah menjadi terbatas dan eksklusif.

Pada Pengajian Padhangmbulan Sabtu, 3 Juni 2023, jamaah memperoleh sudut pandang yang tidak lazim tentang sedekah. Mbah Nun melakukan simulasi makna dan bentuk sedekah dari berbagai sudut. 

Spektrum pemahaman kita tentang sedekah tidak hanya meluas, tetapi juga mendalam. Setiap aktivitas yang bermanfaat kepada diri sendiri dan memberikan maslahat kepada orang lain merupakan bentuk sedekah. 

Maiyah adalah gerakan sedekah. Jamaah Maiyah adalah manusia pemberi sedekah. Ia sanggup bersedekah karena berproses untuk menegakkan empat pilar berikut ini: 

Pertama, mahdlah. Ini istilah lain dari hablun minallah. Intinya, hubungan kita dengan Allah harus beres. Kita tidak sedang membuat atau terlibat masalah dengan Allah. Mulai dari kesadaran dasar hingga perkataan dan perbuatan, kita berada dalam kendali maiyatullah: selalu bersama Allah. 

Praktiknya sederhana, tidak perlu diruwet-ruwetkan. Kita cukup melibatkan Allah dalam setiap aktivitas melalui kesadaran dasar bahwa innallaha ma’ana. Allah bersama kita. 

Kedua, muamalah. Ini istilah lain dari hablun minannaas. Hubungan dengan manusia juga harus beres. Tidak memproduksi mudlarat ekonomi, mudlarat politik, mudlarat pendidikan, dan seterusnya. Kehadiran kita membuat orang lain merasa aman dan mengamankan, selamat dan menyelamatkan. 

Oleh karena itu, sebelum hubungan dengan orang lain beres, kita perlu menetapkan syariat “versi” kita lalu mengerjakannya secara konsisten. Apakah ada syariat “versi” kita? Kenapa tidak ada? Bukankah kita harus disiplin makan nasi berapa piring? Jam berapa kita harus bangun pagi? Bagaimana kita bersikap saat dua teman sedang sengit berdebat? Kapan harus ngegas kapan harus ngerem?

Tata cara kita menjalani hidup khas diri masing-masing, itulah syariat “versi” kita–syariat tersebut harus selaras dengan syariat Allah dan syariat Islam.

Ketiga, fadlilah. Jamaah Maiyah cukup akrab dengan topik ini. Setiap manusia dianugerahi kelebihan, keutamaan, keistimewaannya masing-masing. Allah meletakkannya pada diri setiap manusia. Ibarat tanaman, kita ini memiliki fadlilah tanaman jagung, padi, ataukah tembakau? 

Silakan dicari, dianalisis, dan ditemukan melalui safari internal, perjalanan masuk ke dalam diri. Perspektif tasawuf menyatakan manarafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu. Arafa nafsahu menawarkan beragam kesadaran, mulai dari kesadaran paling lembut, seperti rasa ketuhanan hingga aktualisasi kasat mata, seperti talenta, bakat, dan gaya belajar. 

Intinya, fadlilah adalah “karep” Tuhan kepada diri kita yang ditampilkan melalui tanda-tanda-Nya. Tuhan pasti punya maksud atas “Kun” yang ditetapkan kepada kita melalui “Fayakuun” proses internal pembacaan diri.

Tiba pada pemaparan ini, kita memerlukan pilar keempat, yakni bahasa. Tentu ini tidak sekadar bahasa verbal, melainkan bahasa sebagai bentuk isyarat, tanda, atau ayat. Kalau Anda adalah peternak ayam kampung sebagai bentuk fadlilah dari Allah, Anda perlu memahami “bahasa” ayam kampung, yang tentu berbeda bahasanya dengan ayam horn

Dari sini kita mengetahui perspektif bahasa menurut Mbah Nun dapat diaplikasikan secara praktis sebagai kewaskitaan membaca ayat-ayat Allah Swt. Keterampilan ini memerlukan kesungguhan saat mengolah fadlilah menjadi kemanfaatan dan kemaslahatan. 

Empat pilar tersebut dapat diartikulasikan, diolah, sekaligus dipraktikkan dalam hidup sehari-hari. Output-nya adalah manusia yang berdaulat, mandiri, dan tatag menghadapi situasi. Outcome-nya kita menjadi manusia yang selalu bersedekah.

Bahkan “ada”-nya kita di tengah lingkungan sudah cukup sebagai bentuk sedekah.-—Achmad Saifullah Syahid

Tulungagung, 9 Juni 2023

Lihat juga

Lihat juga
Close
Back to top button