“TAK SEMESTINYA ANAK-ANAK MENINGGAL PADA USIA DINI”

(Laporan Pandangan Mata dari Memphis Amerika Serikat)

Rethinking research – unlocking a world of possibilities 

Saya mendapat PR dari YH, ”pokoknya Njenengan harus nulis laporan.” 

“Berat memang tugas dari YH ini,” batin saya. Tapi saya harus melakukannya sebagaimana para wartawan melakukan sebuah reportase. Saya jadi ingat waktu tahun 90-an, ada tugas mewawancarai penyanyi level dunia yang bernama Phil Collins, dia adalah penyanyi dari grup musik yang besar dan legendaris yang bernama Genesis. Dengan modal itu saya mengiyakan permintaan YH.

Akhirnya mendarat di bandara Memphis, kota mukimnya Elveys Presley dan pusatnya jasa kurir internasional Fedex. Pesawat landing jam 21.30 setelah menempuh penerbangan dengan total hampir 27 jam. Tentu mampir-mampir dulu gonta-ganti pesawat di Jakarta, terus terbang ke Tokyo dengan Boeing 787. Saya memilih tidur dalam segmen penerbangan ini untuk nyicil agar sampai Memphis nanti tidak terlalu berat jetlag-nya. 

Sore hari jam 17-an saya terbang lagi dari Tokyo dengan Boeing 787 tapi kali ini dengan seri terbaru, dari Tokyo mabur lagi ke Houston, Texas, kota dimana lembaga antariksa Amerika (NASA) berada. Oleh karenanya, Houston disebut juga dengan nama ‘space city’. Setelah leyeh-leyeh hampir 3 jam, saya sambi dengan mengerjakan penjurian lomba fotografi yg diselenggarakan teman-teman fakultas, saya take off lagi menyelesaikan segmen terakhir penerbangan ke Memphis. 

Dari Houston ke Memphis mabur lagi ke Memphis tidak genap 2 jam perjalanan tempuhnya. Terbang malam yang dioperasikan oleh United Airline ini terasa singkat dibandingkan dengan dua penerbangan sebelumnya. Mendarat di Memphis dengan suasana interior airport yang lebih baru, saya disambut oleh petugas yang memang menjemput delegasi peserta konferensi, dan kemudian mengantar ke tempat penginapan kami. Sesuatu yang baru saya alami dalam kunjungan ke sini kali ini. 

Kali ini jetlag saya tidak terlalu berat. Jam 4 pagi waktu Memphis (16:00 WIB) saya bangun, mandi, dan mempersiapkan diri untuk berangkat, karena bis kami sudah menunggu, dan kami berangkat dengan 2 buah bus besar. Saya tidak menghitungnya dengan pasti. Kira-kira lebih dari seratus orang yang berangkat. 

Sampai di gedung Marlo Thomas, venue tempat penyelenggaraan kami disambut dengan sangat ramah oleh para petugas di sana. Semua gedung di sini diberi nama, sebagai penghargaan maupun kenangan kepada para pendahulunya. Marlo sendiri adalah anak dari Danny Thomas, yang ikut pula aktif dalam mencari donasi untuk pembangunan RS ini.

Kami bertemu dengan beberapa orang yang ada di RS itu, dan saling sapa berbicara hangat sambil ngopi. Ketemu dengan Julie Ritter yang memang kita terlibat dalam penulisan artikel. Ketemu dengan Carlos (boss-nya program ini), beliau menyambut saya dengan memeluk erat sambil bilang, “Welcome back Eddy, thanks for coming. Julie, Carlos, Scott, dan Catherine adalah keluarga saya yang mengundang saya ke sini, makanya saya bilang ke YH bahwa ini adalah acara keluarga.

Kami disambut dengan sarapan pagi ala Memphis. Ada buah-buahan, salad buah, dan beberapa macam roti. Tak lupa aneka kopi, teh, lengkap dengan ‘asesori’nya. Kemudian tepat pukul 07.00 acara dimulai. Bagi yang belum sempat selesai makan, makanan dan minuman boleh dibawa masuk ruangan.

Topik pada acara hari pertama adalah tentang penelitian. Ada pertanyaan yang akan dijawab dengan berbagai presentasi dari kawan-kawan yang memaparkan apa yang menjadi topik di hari pertama ini. 

Pertanyaan hari ini adalah: ”Bagaimana peran riset dalam perawatan anak-anak yang menderita kanker.” Sebuah pertanyaan yang bisa dijawab dengan hasil kerja nyata para teman-teman di seluruh belahan dunia.

Peserta pertemuan kali ini berasal dari berbagai disiplin kerja dan ilmu yang bervariasi. Ada dokter anak bidang kanker (pediatric oncologist), ada dokter ahli bedah anak, dokter bedah syaraf, ahli kesehatan masyarakat, perawat, psikolog, ahli komunikasi, ahli teknologi informasi, dan ada juga lembaga swadaya masyarakat serta disiplin ilmu yang lain. Semuanya bertujuan satu: Menyembuhkan anak yang menderita sakit kanker.

Dalam sambutan pembukaannya, presiden sekaligus CEO RS ini, yaitu Pak Downing atau nama lengkapnya adalah James R Downing, beliau ini seorang dokter, memaparkan bahwa rumah sakit ini yang memprakarasi aliansi global mempunyai komitmen untuk semua anak di manapun di seluruh belahan dunia, dengan misi meningkatkan kesembuhan anak-anak yang menderita kanker malalui riset dan pengobatan. Motto ini adalah dalam rangka menerjemahkan keyakinan statement Danny Thomas, sang pendiri RS ini yaitu;

‘No child should die in the dawn of life’ (Tidak semestinya/tidak ada anak-anak meninggal pada usia dini). 

Danny Thomas lahir dengan nama Amos Muzyad Yaqoob Kairouz pada 6 Januari 1912, di Deerfield, Michigan, dari pasangan Charles Yaqoob Kairouz dan istrinya Margaret Taouk. Orang tuanya adalah imigran dari Bsharri, Libanon. Danny sendiri mengawali kariernya mulai dari nol, mulai dari kehidupan yang amat susah.

Sebagai aktor yang hidupnya belum mapan pada waktu itu, Danny bersumpah: Jika dia menemukan kesuksesan, dia akan membuka sebuah persembahan yang didedikasikan untuk St. Jude Thaddeus. Setelah menjadi aktor yang sukses di awal 1950-an, istrinya bergabung untuk membantu mengumpulkan dana untuk membangun Rumah Sakit Anak yang diberi nama St. Jude. 

Dengan bantuan dari Dr. Lemuel Diggs dan teman dekat Anthony Abraham, seorang raja otomotif di Miami, Florida, Thomas mendirikan Rumah Sakit Penelitian Anak St. Jude di Memphis, Tennessee, pada tahun 1962. Sejak awal, St. Jude telah merawat anak-anak dari seantero Amerika dan dari berbagai belahan dunia, melanjutkan misi menemukan obat dan menyelamatkan anak-anak. 

Kalau pada awal berdirinya aliansi global ini di mana belum terjadi pandemi, Desember tahun 2018, ada 167 orang peserta, dari 123 institusi dari 52 negara. Maka kali ini di tahun 2022 ini peserta datang dari 65 negara.

Acara hari pertama pun dimulai dengan metode hybrid (ada sebagian yang datang dan ada yang melalui zoom) dengan total peserta lebih dari 1000 peserta. Semangat yang diusung adalah semangat kerja sama (kolaborasi). Saya kembali merenungkan, lha kolaborasi itu kan istilah mentereng, kalo istilah kita kan namanya kerjasama, gotong royong atau tolong-menolong. Bahkan sudah sangat jelas dalam Al-Qur’an:

وتعا ونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان 

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.

Sudah sangat jelas pada ayat ini. Tetapi kita sebagai negara yang kaya yang mayoritas adalah pemeluk Islam, belum bener-bener mengamalkan ayat ini dalam berbagai sisi kehidupan. Kenapa dengan kita? Bahkan akar budaya lokal kita gotong royong ini adalah sesuatu yang sangat lazim, tetapi dalam hal dunia yang saya geluti saya seperti nelongso…!

Baiklah akan kita mulai dari hal yang kecil. Saya ambil hape, saya tulis WA kepada teman di seberang dunia sana tentang cita-cita kita untuk membenahi semuanya.

Untuk anak yang menderita (terutama) kanker.

Memphis Nov dinihari 2022.

 

Lihat juga

Back to top button