HUMAN JOURNEY

(Mukaddimah Ihtifal Tongil Qoryah Korea Selatan Edisi 15 Maret 2025)

Manusia Tumbuh, Tidak Dibuat Jadi

Hidup adalah Transformasi.

Kita semua sedang berada dalam perjalanan. Tidak ada manusia yang tiba-tiba menjadi bijak, kuat, atau sempurna. Manusia bukanlah produk yang “dibuat jadi”, melainkan entitas yang bertumbuh, berkembang, dan berubah dalam setiap fase kehidupannya.

Dalam khasanah keilmuan Jawa, Sunan Kalijaga mengajarkan tembang yang menceritakan tahapan perjalanan hidup manusia dari lahir sampai mati yang tersirat dalam urutan Sekar Macapat—dari Maskumambang yang menceritakan tentang fase pertama kehidupan manusia, yaitu pada saat masih berada di dalam kandungan, Mijil sebagai kelahiran, Sinom sebagai masa muda, hingga Pucung yang berada di urutan terakhir dalam 11 fase tembang macapat, yang maknanya adalah agar kita dapat selalu mengingat kematian.

Setiap fase itu membawa pelajaran sebagaimana bayi yang lahir dalam keadaan kosong, lalu belajar berbicara, berjalan, berpikir, hingga akhirnya memahami hakikat hidup dari mana ia dan akan kemana ia nantinya setelah meninggal dunia.

Lihat juga

Penggalan Surat Al-Baqarah ayat 156:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ

“Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali”.

Benih yang ditabur, Buah yang dituai

Simbah telah menaburkan benih-benih nilai kepada anak cucu jama’ah Maiyah  sejak bertahun-tahun lalu.

pertanyaannya: benih mana yang telah tumbuh dalam diri kita?

Apa yang sudah kita implementasikan dalam perilaku kehidupan kita, syukur-syukur bisa berdampak ke orang dan lingkungan disekitar kita?

Apakah kita telah bergerak dari sekadar menerima ilmu kemudian beranjak mengamalkan ilmu?

Atau jangan-jangan, kita masih berada dalam stagnasi, merasa sudah cukup hanya dengan mendengar dan memahami ilmu yang telah diberikannya saja, tanpa benar-benar mengimplementasikan dan melanjutkan  untuk menebarkan ilmu itu ?

Manusia Tumbuh dalam Akal dan Spiritualitas

Manusia tidak hanya tumbuh secara fisik.

Ada sesuatu yang juga harus berkembang— akal dan spiritualitas.

Syaikh Muhammad Nursamad Kamba pernah berkata:

“Tauhid bukan sekadar konsep keimanan teologis, melainkan aplikasi fungsional dari peran setiap elemen dalam harmoni kehidupan.”

Manusia tidak hanya berpikir, tetapi juga melihat dengan penglihatan batin (spiritual).

Akal yang hanya bergerak dalam rasionalitas kering akan kehilangan arah.

Spiritualitas yang berjalan tanpa akal akan jatuh dalam kesesatan.

Dalam salah satu tulisan Simbah di Majalah BMJ(Buletin Maiyah Jawa-timur) yang berjudul Sembahyang, Pacaran, Sembahyang, Pacaran…, beliau mengingatkan:

“Yang jelas manusia tidak hanya terdiri atas cinta, tapi juga nafsu.

Nafsu itu manusiawi dan sah, meskipun keabsahannya ialah untuk ditaklukkan.

Sekali lagi: Untuk ditaklukkan. Bukan sudah takluk.”

Manusia tumbuh dalam perjuangan melawan nafsu, dalam perjalanan menyeimbangkan akal dan spiritualitas, bukan sekadar membiarkan dirinya terseret oleh insting atau kebiasaan lama yang melakukan sesuatu tanpa berfikir menyeluruh atau hanya berdasarkan nafsu saja.

Kegelisahan atas Perjalanan Diri

Tema ini lahir dari kegelisahan.

Terkadang, kita sudah berusaha bertumbuh, tetapi dunia masih melihat kita sebagai pribadi yang sama seperti dulu.

Kita sudah berubah, tetapi orang lain tetap menilai kita dari masa lalu kita.

Tapi kita sadar, sudut pandang orang lain berada di luar kendali kita.

Yang ada dalam kendali kita hanyalah bagaimana kita terus berkembang dan memperbaiki diri.

Dalam hadits disebutkan:

مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ . وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ . وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ

Artinya:

Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka. (HR Hakim)

Maka perjalanan manusia bukan sekadar mengumpulkan pencapaian materi, tetapi memperbaiki diri setiap hari.

Dalam Al-Qur’an, Allah menggambarkan proses penciptaan manusia didalam (QS. Al-Mu’minun: 12-14) sebagai bukti bahwa kita tidak langsung “jadi”, tetapi berkembang tahap demi tahap :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ سُلٰلَةٍ مِّنْ طِيْنٍ ۚ

ثُمَّ جَعَلْنٰهُ نُطْفَةً فِيْ قَرَارٍ مَّكِيْنٍ

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظٰمًا فَكَسَوْنَا الْعِظٰمَ لَحْمًا ثُمَّ اَنْشَأْنٰهُ خَلْقًا اٰخَرَۗ فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَۗ

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah.

Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim).

Kemudian air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.

Kemudian Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik.”

(QS. Al-Mu’minun: 12-14)

Dari ayat ini, kita diingatkan bahwa manusia tumbuh dalam perjalanan panjang, bukan sesuatu yang instan.

Human Journey: Tumbuh di dalam Perjalanan

Pada 17 Maret 2016 lalu, TONG IL QORYAH diresmikan sebagai Simpul Maiyah dan kini berada pada tahun ke-9 Tong Il Qoryah—sembilan tahun perjalanan, sembilan tahun belajar, sembilan tahun bertumbuh. Setiap tahun membawa pengalaman, perubahan, dan kedewasaan.

Maka dalam usia yang berjalan terus ini, pertanyaannya bukan hanya: “Sejauh mana kita telah berjalan?”

Tetapi juga: “Sejauh mana kita telah tumbuh?”

Kita semua sedang dalam “Human Journey”.

Maka mari kita lanjutkan perjalanan ini.

Sebab hidup bukan tentang seberapa cepat kita sampai, tetapi seberapa dalam kita memaknai setiap langkah dalam perjalanan ini.

Wallahu a’lam bish-shawab.

(Redaksi Tongil Qoryah)

Back to top button