Pemahaman Itu Rezeki dari Tuhan

Bangbang Wetan Juli 2022

“Seri Males Belajar, Pinter Cepet” pada kanal ofisial youtube Damar Panuluh menjadi pijakan tema “Eskalasi Ilmu” Majelis Ilmu Bangbang Wetan edisi Juli 2022, yang diselenggarakan pada Jumat malam (15/7), di Kayoon Heritage, Jl. Embong Kemiri 19-21, Genteng, Surabaya.

Penggiat BBW Fajar Wahyoko memulai majelis ilmu dengan ajakan kepada jamaah yang diminta untuk maju ke atas panggung menemaninya untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang tema tersebut. Fajar memantik diskusi keberangkatan tema dari tayangan video grafik “Seri Males Belajar, Pinter Cepet” itu. Menurut Fajar, kondisi itu sama halnya dengan kondisi sebagian masyarakat Indonesia yang males kerja, tapi ingin kaya. Mas Hari Widodo membenarkan pendapat Fajar. Menurutnya, yang kerja keras saja gak kaya-kaya, apalagi yang malas bekerja.

Tema bahasan mengerucut pada simplexcomplex dan multiplex yang menurut Mas Sabrang pada tayangan video grafik tersebut merupakan eskalasi ilmu. Kalau mengacu pada prolog, eskalasi ilmu pada bahasa kelimuannya ada definisi, teori, serta problem solving.

Berbagi Pengalaman Bersama Jamaah

Pada eskalasi teori, Fajar berbagi pengalamannya dulu ketika dirinya masih sekolah. Pada setiap menjelang ujian misalnya bab satu pelajaran Sejarah, Fajar malam harinya selalu membaca materi bab satu dan membuat repekan. Fungsi membaca dan membuat repekan yang dibuat Fajar itu, supaya dirinya mudah menghafal materi yang sudah dibaca pada malam harinya. Karena menurut Fajar, dirinya lebih mudah menghafal jika membaca serta membuat repekan. Tentu repekan itu pada saat ujian tidak akan dibuka, hanya menjadi metode menghafal Fajar saja.

Ali Reza, dari Rembang, yang merupakan teman nyangkruk Fajar, diminta naik ke atas panggung oleh Fajar. Kaitannya dengan keilmuan, Ali Reza memantik salah satu dawuh Mbah Nun kepada Jamaah Maiyah bahwa kita harus pintar tetapi jangan minteri. Menurut pengamatan Ali Reza, perihal pinter dan minteri tersebut menjadi problem bagi para pemuda khususnya mahasiswa yang sudah mencapai tahapan sekolah di perguruan tinggi.

Problemnya adalah orang yang bersekolah merasa minteri terhadap orang yang tidak sekolah. Solusinya untuk mengatasi problem minteri  tersebut adalah ketika kita datang ke suatu majelis atau akan berdiskusi dengan seseorang, misalnya kita mendengar pendapat dari orang lain yang sebenarnya kita sudah sering mendengar, pada posisi itulah kita mencoba untuk merasa tidak tahu apa-apa, tidak merasa minteri. Jadi kita mempunyai rasa untuk menghormati lawan bicara. Karena menurut Ali Reza yang mengutip ungkapan imam Al-Ghazali, semakin kita tahu banyak hal, semakin kita tidak tahu apa-apa. Jadi, sebagaimana sering Mbah Nun sampaikan pada setiap Maiyahan, puncak ilmu adalah ketika kita tahu bahwa kita sebenarnya tidak tahu apa-apa.

Selanjutnya Mas Gagas, Dosen Vokasi, Jurusan Administrasi Perkantoran di Universitas AIrlangga, membagikan pengalamannya tentang proses memahami ilmu. Ilmu itu ‘kan sebenarnya berasal dari sekumpulan data. Memantik konsep dari gurunya, Mas Gagas menyampaikan proses ilmu itu dimulai dari data, data dikumpulkan menjadi informasi, informasi dikumpulkan menjadi pengetahuan, pengetahuan-pengetahuan yang kita kumpulkan dan kita masukkan pada sebuah sistem menjadi intelegensi.

Perihal keilmuan tentang kebijaksaaan, kerangka kerjanya dimulai dari data, informasi, pengetahuan, intelegensi baru masuk ke kebijakasanaan. Maka untuk mencapai kebijaksanaan harus melalui proses yang berputar dari data sampai kebijaksanaan sebagai titik akhir. Menurut Mas Gagas, orang yang sudah berada pada titik kebijaksanaan akan memiliki saga sidi.

Saga sidi adalah kondisi di mana ketika kita sudah tahu lawan bicara menyampaikan sesuatu yang kita sudah tahu, bahkan kita sebenarnya lebih mengerti. Kita berposisi pada sikap kebijaksanaan untuk tidak men-judge lawan bicara, karena menyadari bahwa kita pernah berada pada posisi yang dialami lawan bicara.

Memahami Proses Belajar

Rektor Bangbang Wetan, Mas Sabrang MDP, yang hadir membersamai jamaah Sinau Bareng malam itu, membuka diskusi dengan pertanyaan, pada tema Eskalasi Ilmu ini teman-teman semua mau tahu apa sih sebenarnya? Mas Sabrang mengungkapkan bahwa tayangan video grafrik di kanal youtube beliau itu karena nyicil ilmu kepada jamaah atau penyimak yang lain, yang sebenarnya malas belajar, tetapi kepengin cepat pintar. Hal itu merupakan ‘penyakit’ kita bersama.

Mengutip kalilmat Bill Gates, Mas Sabrang menyampaikan bahwa untuk mengetahui cara tercepat melakukan sesuatu itu bertanya ke orang malas, karena orang malas pasti mencari cara untuk mudah melakukan sesuatu.

Tetapi, Mas Sabrang mengatakan bahwa orang malas sepaket dengan tidak dipercaya. Jadi mana bisa bertanya kepada orang malas tentang cara tercepat melakukan sesuatu, sedangkan kebanyakan orang malas sepaket dengan tidak dipercaya.

Mas Sabrang sebenarnya ingin mengatakan akar dari yang disebut ilmu itu bahwa yang perlu disadari, kita hidup dalam dua dunia yang berbeda. Ada dunia yang kita alami, kita berada di dalamnya. Serta ada dunia yang kita menjadi dunia itu, yaitu akal. Di dalam akal itu merupakan dunia kita sendiri. Jadi proses belajar itu adalah proses transformasi dari dunia yang kita alami menuju dunia akal. Dari dunia kita yang di luar diletakkan pada dunia yang dalam.

Mas Sabrang mencontohkan pada nama korek. Nama korek itu ‘kan berasal dari kesepakatan kita untuk menamakan benda pemantik api untuk misalnya apinya untuk membakar ujung batang rokok, sehingga kita bisa merokok. Nama korek bisa diganti dengan nama apa saja yang penting kita sepakat dan mengerti bahwa nama itu untuk menjelaskan suatu benda pemantik api tersebut. kegunaan kita menamakan korek adalah untuk membangun konsep di dunia kecil kita, yang berasal dari benda pemantik api tersebut, sehingga ketika kita berbicara korek, isi di kepala kita sama.

Jika semakin banyak konsep yang kita letakkan di dalam diri, entah ada namanya atau tidak, maka kita akan bisa membayangkan dan menggambar sendiri. Kita menciptakan dunia kecil yang berjalan di dalam kepala kita sendiri. Semakin banyak komponen konsep, semakin banyak bayangan atau gambar yang berjalan di kepala.

Inti ilmu adalah semakin banyak konsep yang kita ambil dan kita letakkan di dalam diri, sehingga semakin banyak kita bisa mencocokkan dengan dunia yang di luar, maka ilmu kita akan semakin banyak.

Manfaatnya Kita Sinau Bareng

Misalnya kita kenal satu kata baru, setelah itu kita bayangkan, sehingga representasi satu kata baru yang kita bayangkan itu menjadi sesuatu yang hidup di kepala. Jika satu kata baru tersebut tidak hidup di kepala kita, namanya bukan ilmu, melainkan repositori, gudang.

Kita mempunyai kayu tidak ada gunanya jika tidak dibuat menjadi rumah. Berarti semua representasi itu harus ada gunanya di dalam diri. Selanjutnya kita putarkan dan kita tabrakkan konsep baru dengan konsep yang sudah ada di kepala untuk kemudian menuju proses mempunyai teori. Teori yang kita punya kemudian dicocokkan lagi dengan dunia luar. Kalau menemui ketidakcocokan, yang kita benahi adalah dunia dalam, akal.

Kalau kita terkejut atau tidak paham terhadap sesuatu yang kita alami, itu karena ada ketidakcocokan dari dunia dalam yang kita pahami dengan dunia luar yang terjadi. Ada dua kemungkinan sebab ketidakcocokan dunia dalam, yaitu karena kita kurang bahan konsep, atau kita salah menyambungkan dunia luar dengan dunia dalam diri. Karena kebenaran yang paling benar di dunia serta tidak bisa dibantahkan oleh siapa pun adalah sesuatu yang sudah terjadi.

Bahwa ilmu itu sebenarnya dunia yang kita bangun di dalam diri kita sendiri. Gunanya kita belajar, itu karena yang ada di kepala kita sedikit, karena manusia banyak serta masing-masing membangun dunianya sendiri — yang adalah potongan potret yang mungkin tidak lengkap terhadap potret dunia, itu gunanya kita saling Sinau Bareng.

Memodifikasi Model Dunia di Kepala

Mas Sabrang menegaskan bahwa kita itu tidak sedang mencari kebenaran dunia, kita cuma reflektor sedikit tentang dunia. Apa yang bisa kita katakan tentang dunia. Jadi, kita tidak bisa mengkonfirmasi kebenaran dunia, yang kita konfirmasi hanya yang ada di kepala kita, benar atau tidaknya. Karena kalau yang ada di kepala kita itu benar, akan berguna untuk menuju masa depan.

Seperti halnya misalnya membuat teh, ada tolak ukur dalam pembuatan teh, supaya konsisten dalam membuat teh yang enak. Tidak berdasarkan kondisi atau mood yang membuat. Gunanya ilmu adalah jika kita melakukan sesuatu agar output-nya sesuai dengan yang kita harapkan.

Perlu memodifikasi model dunia di kepala kita, tetapi terkadang manusia terlalu tinggi egonya untuk mau memodifikasi model dunia di kepalanya. Sehingga kenapa ketika ada dua orang berdebat, jarang ada yang mau berganti sudut pandang, cara pandang, atau cara berpikir? Karena egonya kuat, kalau mengalah berarti model dunia yang dibangun di kepalanya hancur karena merasa disalahkan. Maka kebanyakan dari kita tidak bisa menerimanya sehingga yang kuat egonya dalam berdebat.

Aslinya yang kita bela adalah model yang sudah kita bangun bertahun-tahun di kepala. Padahal kalau kita mau obyektif sedikit, justru model dunia yang ada di kepala kita akan semakin lengkap.

Ciri-ciri kita butuh untuk meng-update model dunia di kepala adalah keterkejutan, kekaguman serta kecelik. Karena ketiga hal itu hanya keluar kalau memang yang terjadi tidak sesuai dengan model dunia yang ada di dalam diri kita.

Kegunaan Informasi Bagi Masa Depan

Masuk dalam pembahasan tema tentang eskalasi ilmu, Mas Sabrang berbagi pemahaman bahwa data itu sesuatu yang bisa kita tangkap. Data yang bermakna bagi kita itu menjadi informasi. Informasi yang bisa kita pergunakan untuk memecahkan masalah menjadi pengetahuan. Gunanya model dunia di kepala adalah membayangkan situasi dimana informasi tersebut kita keluarkan ke orang lain untuk menjadi berguna.

Ketika kita sudah bisa membayangkan situasi itu, informasi akan menempel pada diri kita. Pada saat situasi itu muncul mirip-mirip dari apa yang sudah kita bayangkan, informasi itu akan loading sendiri di kepala kita, karena kita sudah pernah membayangkan dunia seperti itu.

Kalau kita tahu guna dari informasi yang kita dapatkan, informasi itu akan menempel di kepala, tidak usah mencoba mengingat-ingat saja, kita akan ingat, karena kita akan ingat pada sesuatu yang berguna. Cara kerja otak memang seperti itu.

Jadi dari sekian banyak informasi yang tersebar, yang perlu kita simpan adalah sesuatu yang berguna bagi kita.

Seperti yang Mas Sabrang katakan sebelumnya, ilmu itu berguna bagi masa depan, sehingga yang berguna bagi kita sekarang disimpan, siapa tahu berguna lagi di masa depan. Guna itu bisa ketika kita menghadapinya atau ketika kita bisa membayangkan kapan memakainya.

Dok. Bangbang Wetan

Ketika berbicara soal simplex, kita harus menulis poin terindeks. Poin terindeks itu yang asosiatif terhadap ilmu tersebut. Meliputi kategori, kegunaannya bagi kita serta menyambungnya dengan siapa, atau yang biasa kita sebut iteratif komunikasi 5W+1H. Iteratif komunikasi itu kita sambungkan satu persatu termasuk menemukan kegunaan bagi masa depan. Kalau itu sudah lengkap data itu, tidak perlu diingat, ketika kita butuh akan keluar sendiri.

Peta Wisdom dan Tiang Insight

Dalam banyak pengetahuan akan ada intisari-intisari atau tiang yang penting, itu yang kemudian disebut sebagai insight. Karena ilmu itu pasti akan bertawaf pada tiang-tiang atau intisari dari pengetahuan. Kalau pada tiang-tiang ­insight yang sudah kita temukan dari sekian banyak pengetahuan, kita bisa menemukan koneksinya maka itu yang disebut sebagai wisdom, kebijaksanaan.

Kalau kita sudah tahu peta wisdom yang berasal dari sambungan antar tiang insight tersebut, kita bisa merekonstruksi ilmu apa pun dengan tidak ngoyo.

Perlu kita garisbawahi bersama bahwa insight itu sebenarnya tidak bisa diajarkan. Karena pengetahuan tidak bisa diajarkan, yang bisa diajarkan itu cuma informasi. Karena kegunaan informasi setiap orang itu berbeda. Sehingga kalau dalam khasanah Islam, dikatakan bahwa pemahaman itu adalah rezeki. Jadi rezeki setiap orang itu berbeda-beda, tergantung dari apa yang akan kita pecahkan.

Ilmunya yang menempel di setiap orang akan berbeda. Kalau pengetahuan yang menempel di setiap orang berbeda, insight-nya berbeda dan wisdom-nya juga mempunyai cara pandang yang berbeda. Jadi insight dan wisdom itu susah diomongkan, karena kita harus menemukannya sendiri. Semakin kita man arofa nafsahu, maka insight dan wisdom akan muncul dengan sendirinya nanti. Yang bisa Mas Sabrang sampaikan hanyalah informasi dan argumentasi. Mas Sabrang meneguhkan kepada jamaah yang hadir pada malam itu bahwa pemahaman merupakan rezeki kita dari Tuhan untuk hidup kita.

Lihat juga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button