NGGOLEK TOMBO
(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Balitar Blitar Desember 2022)
Tema kita kali ini sangatlah harfiah. Ia menempati posisi pada level “apa adanya” dan pada saat yang sama memiliki relasi makna yang straight to the point. Dua kata ini merujuk pada sebuah upaya yang dilakukan untuk mendapatkan kesembuhan. Setiap dari kita secara mandiri maupun dengan dukungan orang-orang sekitar memiliki naluri untuk sesegara mungkin menemukan penyembuh dari segala sakit, penawar untuk racun dan bisa, serta kembali sehat setelah fase abnormalitas jiwa maupun raga.
Dari sudut pandang medis, penyakit muncul karena ketidakseimbangan mekanis, biokimia maupun fisik yang dialami atau terjadi pada tubuh manusia. Dari definisi sederhana ini, alur logika berikutnya adalah bahwa penyembuhan yang diberikan harus disesuaikan dengan penyebab, organ spesifik yang mengalami usikan dan ketersambungan hayati dengan organ lainnya serta profil dari agen dan metode penyembuhan terbaik yang dipilih atas dasar pemikiran risk ratio: mendapatkan manfaat dengan mengurangi sebanyak mungkin efek samping yang mungkin menyertai semua proses tersebut.
Sebagai cah mBlitar, kita tentu mengenal dengan baik tagar #ikhtiarsehat yang didengungkan dengan sangat provokatif oleh Kang Maksum. Bila jargon atau motto yang sederhana namun sejatinya menjadi dasar dari semua lelaku—bila mengacu pada kalimat bahwa health is not everything but without health everything is nothing—itu kita bawa ke ranah ilmu kesehatan modern maka perlu kita ketahui adanya 4 prinsip upaya menjaga kesehatan, yakni: promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif. Idealnya, keempat perlakuan tersebut merupakan sebuah kesatuan yang secara berkelanjutan kita lakukan sebagai langkah apresiasi dan konservasi atas karunia Allah Swt. berupa hidup dengan segala kelengkapannya.
Namun kenyataannya, kita lebih sering abai dan melakukan satu saja tindakan ketika gangguan sudah terasa mengganggu kenyamanan atau saat ketidakwajaran fungsi normal datang menyapa. Inilah satu alasan mengapa pihak-pihak yang megklaim diri sebagai bagian dari entitas penyembuh berlanjut keberadaannya. Mereka adalah (industri) obat-obatan, lembaga-lembaga pengobatan medis dan non medis, konsultan dan penyedia sarana kebugaran serta kesehatan dan—dari sudut pandang teori konspirasi—kelompok-kelompok terorganisir yang justru menciptakan penyakit tertentu lengkap dengan pemberitaan, bangunan narasi serta tentu saja antidots yang telah disiapkan.
Perbincangan bisa kita perlebar ke arah, misalnya, apakah penyakit hanya berurusan dengan masalah fisik belaka? Adakah kemungkinan tuntasnya satu keluhan dengan cara-cara yang tidak termasuk ke dalam upaya pengobatan definitif? Seperti kita pahami, dalam upaya “kuratif” langkah supra selektif harus dilakukan. Ambil contoh bila terjadi infeksi, segera amati penyebebnya. Bila jamur menjadi biang keladi, maka antifungal wajib diberikan; kalau mikroba atau bakteri, antibiotik ambil bagian; namun bila virus yang menjadi pangkal masalah, maka aplikasikan antiviral. Nah, dari ini saja diskusi akan berlanjut: mungkinkah tanpa ketiga agen penyembuh tersebut bisa kita tuntaskan segala penderitaan dengan—umpamanya—meditasi, meningkatkan ketenangan jiwa atau kedamaian hati?
Sambil menghitung hari menuju pergantian bilangan tahun masehi di sebuah kedai yang cukup kondang kaloka, mari kita perbincangkan pokok bahasan di rutinan pelepas dahaga kerinduan kita bersama. Siapa tahu, atau jangan-jangan sudah berlangsung dalam diam, kedatangan kita ke forum adalah bentuk lain dari perilaku Nggolek Tombo yang terbukti bisa menjadikan loro lungo!
(Redaksi Majelis Ilmu Maiyah Balitar Blitar)