M-CLOUD
(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Bangbang Wetan Surabaya edisi Juli 2024)
Banyak dari kita yang tidak asing dengan penggalan kalimat Mbah Nun yang berbunyi “Gak oleh putus asa rek. Ancene ngono urip iku; Masio lunyu kudu tetep menek”. Kalimat ini begitu populernya dan dijadikan sebagai meme di media sosial, tulisan di bak truk lengkap dengan gambar Mbah Nun serta cetak sablon pada kaos yang dengan mudah bisa didapatkan di berbagai aplikasi market place.
Pernyataan yang disampaikan Mbah Nun tersebut mengungkapkan dua hal sekaligus. Pertama, kondisi nyata dalam hidup yang lumrah ditemui manusia. Siapapun ia atau mereka akan menemui tantangan, problematika, dan kesulitan di sepanjang putaran usianya. Kedua, dalam kondisi seperti apapun, kita hanya punya satu pilihan: maju terus! Panjat dan lanjutkan apa-apa yang telah kita mulai. Kok hanya satu pilhan? Yups, karena menyerah atau berhenti adalah pengingkaran nikmat dan hakikat kehidupan yang sejatinya adalah murni given dari Sang Yaa Hayyu Yaa Qoyyum.
Bila kita sejajarkan, ada kemiripan antara butiran hikmah dari Mbah Nun dengan paradigma kesia-siaan yang digaungkan oleh Albert Camus. Menukil dari mitos Yunani tentang Sisyphus yang mendapat kutukan dari Zeus, Camus menegaskan fenomena yang manggambarkan absurditas dalam hidup. Manusia banyak melakukan hal-hal yang sejatinya tak menghasilkan apa-apa kecuali kesadaran bahwa mereka tidak pernah mendapat apa-apa. Batu yang susah payah didorong sekuat tenaga menuju puncak bukit akan kembali terguling jatuh. Tanpa kemampuan mengelak dari kutukan ini, ia harus melakukannya lagi dan lagi.
Pertanyaanya kemudian, benarkah Mbah Nun mengajarkan kepada kita untuk “mung sakdermo ngelakoni”? Tidakkah ada sisi-sisi yang membangkitkan elan vital kita sebagai “penerima kutukan” sehingga walaupu batu akan tetap tergelincir ke lembah dan kita berkewajiban mendorongnya ke puncak lagi, ada catatan tentang upaya yang telah kita lakukan. Dalam hemat saya, bukan itu yang dimaksudkan Mbah Nun. Karena kalau memang demikian anjuran Mbah Nun, maka beliau telah menjadi promotor akan suburnya mental fatalis di sesama anak-cucu beliau.
Dari ribuan butir kebajikan yang telah Mbah Nun semaikan ke jama’ah Maiyah, ada dua hal yang bis akita jadikan pernyataan argumentatif, yakni mengenai apa yang menjadi 3 langkah dasar laku hidup Maiyah. Tiga Langkah itu terdiri dari nandur, pasa, dan shodaqoh. Artinya, semua daya upaya yang telah kita kerjakan, mari kita niatkan sebagai analogi dari menanam. Apapun yang kita tanam, pasti akan menghasilkan sesuatu. Meski sesuatu ini tidak selalau sesuia dengan permintaan atau harapan secara spesifik, pasti akan ada kontrapretasi atau imbalan menyangkut usaha kita.
Dengan demikian, kalau yang dimaksudkan sebagai Sisyphus adalah kita, makakita tidak sedang menjalani kehampaan uang tiada ujung. Sebaliknya, kita sedang lekakukan kontinuasi untuk selalu dan secara terus menerus berbuat baik. Menanam benih kebaikan, sekecil apapun format dan skalanya. Alih-alih “hidup hanya menunda kekalahan” seperti ditulis oleh Chairil Anwar, kita tengah bersuka cita karena rekening di tabungan bank niat baik kita mengalami penambahan.
Dalam kesibukan luar biasa yang kita terus kerjakan hari ke hari, dimanakah kita letakkan harapan, mimpi serta angan-angan? Dalam bentuk apakah sebaiknya kita lindungi sejumlah kredo dan mantra kehidupan, kekuatan cadangan serta jurus-jurus penghabisan yang sebaimnya hanya digunakan saat situasi semakin di luar kendali?
Terinspirasi dari iCloud, komputasi awan gemawan, cloud storage sebagai fasilitas penyimpanan data adalah opsi mana kala karena berbagai alasan, server yang kita miliki tak lagi memadai. Bentuk penyimpanan ini tak tergantung pada kondisi kelistrikan, besar-kecilnya ruangan atau resiko force majeur yang sering menjadi kekhawatoran sehingga bahkan asuransi dan perbankan memilih untuk menghindar.
Sebagai anak-cucu Mbah Nun, kita memiliki M-Cloud; “penyimpanan awan Maiyah’. Sebuah arsenal bagi ribuan catatan kita menyangkut urusan publik, kenegaraan, hingga pekerjaan, aspek personal dan domestik hingga ke urusan hati hingga ke palung terdalam. Bahwa Maiyah dapat menjadi alternatif penyimpanan segala catatan apa yang telah kita buat, lelaku yang sedang kita kerjakan dan mimpi yang terus kita jaga bara dan nyala apinya. Ia akan rapi tersimpan dengan kesediaan untuk kita aktivasi di setiap waktu dalam segala warna keadaan.
Kalau pembicaraan kita arahkan ke hal yang lebih teknis, cloud storage memiliki keterbatasan kapasitas tertentu. Terdapat pula layanan yang mengharuskan pembayaran cuma-cuma atau berbayar. Bagaimana cara terbaik mengatasi batasan kapasitas dan kemudahan mengakses semua aset kita di M-Cloud?
Untuk itulah, maka kami persiapkan rutinan BangbangWetan Juli yang menempati kampus STIKOSA ini sebagai media perbincangan asyik tentang itu semua. Bukan melulu tentang kekonyolan Sisyphus namun lebih kepada bagaimana M-Cloud mampu meghadirkan kebermanfaatan di tengah kian tingginya kadar absurditas di keseharian. Pastikan kita semua memiliki akun, selalu ingat user name dan password dan…segera akses M-Cloud!
(Redaksi Bangbang Wetan)