KOTA BARU, SARANG HANTU
(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Dualapanan Bandar Lampung Edisi Juli 2024)
Tegak kokohnya kebudayaan suatu suku bangsa terlihat tidak hanya pada tinggi menjulang megahnya suatu bangunan di wilayah tersebut namun juga tata nilai, sistem social yang dianut oleh masyarakat di suatu daerah dilaksanakan dengan baik atau tidak.
Berangkat dari nilai yang dianut itu menentukan berbagai pengambilan keputusan, merumuskan masalah dan juga penawaran solusi atas masalah tersebut namun meski nilai yang dianut sama dan dihuni oleh masyarakat sama, serta problematika yang sama, hal tersebut belum menjadi jaminan bahwa solusi yang ditawarkan para pemangku kepentingan akan mengambil langkah menuju hal tersebut. Ada political will atau kemauan politik dari pengambil keputusan yang menentukan segalanya, mana yang diprioritaskan mana yang tidak ditentukan oleh mereka, biasanya political will ini dipengaruhi banyak faktor salah satunya ingin tampil berbeda dengan kepemimpinan yang sebelumnya yaitu dengan menawarkan sesuatu yang mesti berbeda yang tidak sama dengan para pendahulunya padahal dalam perspektif bernegara dan menjalankan roda kepemimpinan yang dibiayai hasil penerimaan negara yang didapat dari masyarakat luas, hal yang demikian ini dapat disebut sesuatu yang mubadzir atau sia-sia.
Pada dua periode berlangsung di provinsi Lampung hal tersebut. Nampak nyata-nyata terjadi yaitu mangkraknya proyek daerah yaitu pembangunan Kota Baru sebagai area pemerintahan provinsi Lampung yang dicanangkan oleh Gubernur Sjachroedin ZP saat menjabat gubernur untuk kedua kalinya periode 2009-2014. Lahan hasil tukar guling (alih fungsi lahan) dengan PTPN VII seluas 1.669 hektare (ha) tersebut dari kebun karet dan sawit akan disulap jadi kompleks Pemprov Lampung, kantor Muspida, sarana pendidikan dan kesehatan, serta sosial. Ide dan tujuan pemindahan kantor Pemprov Lampung dari Telukbetung, Bandar Lampung ke Kota Baru, Lampung Selatan, untuk mengantisipasi kepadatan penduduk, kemacetan arus lalu lintas, dan juga pengembangan wilayah sebagai penyanggah ibukota provinsi, seperti kawasan Jabodetabek.
Wacana tersebut seperti hilang begitu saja selama 12 tahun berjalan dengan berbagai macam pertimbangan dua gubernur setelahnya yaitu Muhammad Ridho Ficardo dan juga Arinal Djunaidi, persis seperti masa pemilihan gubernur tahun 2019, pasangan calon gubernur Arinal-Nunik juga menjanjikan akan melanjutkan proyek strategis tersebut namun nyata hanya sekedar pepesan kosong. Hari-hari ini hingga beberapa waktu ke depan para bakal calon gubernur pun terlihat mewacanakan untuk melanjutkan proyek strategis Kota Baru tersebut dalam janji kampanye mereka masing-masing bahkan PJ Gubernur Samsudin berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan proyek strategis tersebut, yang dalam waktu dekat sedang dipersiapkan untuk menggelar Upacara Hari Kemerdekaan, 17 Agustus 2024 mendatang.
Framework yang digunakan dalam pemetaan masalah dan pembagian peran antara kebudayaan, pemangku kepentingan dan juga masyarakat sebagai kelompok besar yang mengisi lini kehidupan jika menggunakan nilai-nilai Maiyah, Mbah Nun pernah memberikan ilustrasi soal simbol penggunaan keris, pedang dan juga cangkul masing-masing digunakan sebagai alat untuk mengisi roda kehidupan bersama, yaitu Keris atau senjata pusaka, diumpamakan sebagai simbol nilai kebudayaan dan tokoh adat yang nilai-nilai dapat diadopsi sebagai pondasi pembangunan suatu daerah, lalu simbol pedang yang mewakili pemerintah baik eksekutif, legislatif dan yudikatif sebagai regulator yang menjaga hajat hidup masyarakat yang mendiami suatu daerah tersebut, artinya pemerintah harus menjadi pelindung kepentingan masyarakat jangan malah menjadi kaki tangan pihak yang mengambil manfaat atas penderitaan masyarakat, kemudian yang terakhir adalah cangkul yaitu alat pertanian atau juga dapat dimaknai sebagai alat untuk mata pencaharian sebagai etos kerja, simbol produktivitas masyarakat yang harus dilindungi dan difasilitasi oleh pemangku kepentingan dan penjaga nilai kebudayaan, andaikan tiga pilar tersebut dapat saling mengisi maka akan kokoh dan besar peradaban suatu negeri.
Penggiat Maiyah Dualapanan pada edisi ini mengangkat tema “Kota Baru, Sarang Hantu” mengajak para sedulur, anak cucu Maiyah dan anak bangsa generasi penerus untuk mentadabburi nilai-nilai Maiyah dalam forum sinau bareng Maiyah Dualapanan yang akan dilaksanakan pada tanggal 28 Juli 2024 pukul 20.00 WIB, di panggung terbuka halaman SMP SMA Al Husna Kompleks Ponpes Al-Muttaqien Pancasila Sakti Kemiling Bandar Lampung.
(Redaksi Maiyah Dualapanan)