KESADARAN WALIRAJA
(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Paseban Majapahit Mojokerto edisi Januari 2024)
Tersebutlah sebuah negeri yang aneh tapi unik. Rakyat negeri itu seringkali dibohongi oleh para pemimpinnya sendiri. Ketika masa kampanye mereka berlomba memaklumatkan diri sebagai seorang “Wali”. Orang suci. Yang layak dipercaya untuk memimpin negeri.
Meski sejatinya dia bukanlah wali, tetapi rakyat terlanjur percaya bahwa dia adalah seorang wali. Begitu terpilih dan menjadi pemimpin, endingnya dia tertangkap karena korupsi.
Di pemilihan “Raja” berikutnya, tampillah seorang calon yang juga memakai metode sama. Menjadikan agama sebagai alat agar dirinya menjadi penguasa. Aneh dan uniknya, lagi-lagi rakyatnya percaya. Dan kisah pun kembali terulang. Rakyat tertipu lagi. Sang Raja penguasa itu menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi. Dia tidak takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Memakai agama sebagai tameng untuk menutupi keburukannya.
Sementara masih banyak masalah, kesemrawutan, ketimpangan, dan ketidakadilan yang menghantui negeri itu. Yang seharusnya menjadi fokus utama para pemimpin negeri dan seluruh punggawanya. Tugas dan tanggung jawab yang melekat dengan jabatan mereka.
Kisah sebuah negeri yang begitu nyata. Ada pelajaran yang berharga. Ada hikmah yang bisa dipetik. Ada pijakan langkah yang mungkin bisa kita tata dengan lebih baik, ketika kini kita sedang menapaki fase yang sama. Sebagai rakyat yang melekat pada diri kita “hak” untuk menentukan pilihan, siapa-siapa yang akan dipercaya untuk menakhodai negeri, dan layak mewakili kita untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa yang mulia.
Sudah banyak tetes ilmu yang Mbah Nun dan para Marja’ Maiyah ajarkan kepada anak cucu bangsa ini. Yang harusnya bisa menjadi “sangu” ketika tiba waktunya menentukan pilihan. Pun juga lewat naskah pementasan teater “WaliRaja RajaWali” dua tahun silam. Yang sarat dengan wejangan penting dan berharga. Yang seharusnya semua itu bisa menjadi pengingat bagi kita. Supaya tidak salah pilih lagi. Dan lagi.
Rajawali adalah simbol yang berhubungan dengan prestasi, kekuasan, dan puncak karir. Dan
yang sedang dibutuhkan bangsa ini bukanlah sosok pemimpin yang berperangai “Rajawali”. Pemimpin yang justru bertabiat sebagai pemangsa rakyatnya sendiri.
Pemimpin yang dibutuhkan negeri ini adalah sosok “WaliRaja”. Pemimpin yang penuh kasih sayang dan juga kebijaksanaan. Pemimpin yang dasarnya adalah “Wali”. Kekuasaannya akan dipenuhi keindahan, cinta, dan kearifan. WaliRaja adalah Pandhita-Raja Sinisihan Wahyu. Ia adalah Brahmana-Raja yang dikawal oleh firman Tuhan dan dibimbing oleh para Malaikat.
Siapa-siapa yang akan dipilih, sudah ada di depan mata. Tinggal bagaimana kita bisa belajar merangkai makna petuah yang begitu melimpah. Semoga Allah memberi kita hidayah. Amin.
(Redaksi Paseban Majapahit)