IMAM DIRI

(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Lingkar Sedulur Maiyah Pasuruan Edisi Februari 2024)

“Hidup tak semudah omongan para motivator,” begitu kata para netizen, yang meskipun dalam keseharian mereka pun status atau reelsnya lebih mengedepankan omongan. Ketika ramai trend bahasan politik, ikut adu mulut masalah politik, di wilayah agama pun demikian, seolah ada agenda rutin untuk saling omon-omon. Bahkan, masalah makan bubur diaduk atau tidak, adegan film kartun, pelatih sepak bola, sampai uang jajan anak artis pun jadi bahan beromon-omon ria.

Padahal, memang benar, teori atau fakta apa pun sebenarnya tidak akan dapat merubah pikiran seseorang yang terpengaruh oleh “bias kognitif”. Dan faktanya, manusia lebih banyak dipengaruhi oleh bias kognitif daripada akal sehatnya. Manusia lebih sering mengambil keputusan berdasar emosi sesaat, atau keyakinan yang belum tentu benar. 

Jika seperti itu, bagaimana seseorang dapat menginsyafkan pikirannya? Bagaimana seseorang dapat beranjak “minadhulumati ilan nur”? Bagaimana seseorang dapat beralih dari “asfala safilin” menuju “ahsani taqwim”?

Kanjeng Nabi pernah berpesan bahwa perang yang paling berat itu adalah perang melawan diri sendiri. Dan beliau juga bersabda bahwa setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya. Berdaulat atas tiap pikiran dan keputusan itu berat lagi penting. Kenapa hal sepenting itu tidak kita dapatkan sebagai mata pelajaran di sekolah dan kampus. Kenapa tidak ada pelajaran “self awareness”, berpikir kritis, dan cara mengambil keputusan?

“Man arofa nafsahu faqad arofa Robbahu,”

Lihat juga

siapa yang kenal dengan dirinya sendiri maka dia akan mengenal Tuhannya. 

Mari melingkar bersama untuk mencari tahu apa saja yang kita butuhkan untuk dapat menjadi “imam diri” yang baik.

(Red/Dhimas/Lingkar Sedulur Maiyah Pasuruan)

Lihat juga

Back to top button