KEDAMAIAN DAMAR KEDHATON DI PONDOK HUMANUNGGAL KEDAMEAN GRESIK

Humanunggal, Huma dan Manunggal. Huma bisa diartikan sebagai rumah. Sementara, manunggal boleh diartikan sebagai “menyatu”. Tentunya ini berangkatnya dari pemikiran saya sendiri, bagaimana saya mencoba mengutak-atik gatukkan apa saja yang ada di sekitar. 

Hemat saya, sebuah rumah untuk menyatu. Seperti kedamaian yang berlangsung dalam Majelis Ilmu Telulikuran Damar Kedhaton Gresik edisi ke-85 di Pondok Humanunggal, Dusun Kemuning, Desa Menunggal, Kecamatan Kedamean, Jumat (02/02/2024). 

Kegiatan rutin bulanan ini mengusung tema “Kepemimpinan”, sebagai bentuk ikhtiar yang sangat relevan dengan situasi menjelang pemilihan umum yang akan digelar tahun ini. 

“Menuju tempat ketenangan dan kedamaian, Kedamean. Kedamaian belum lengkap bila tidak ada Damar Kedhaton,” kata Gus Lutfi, pemilik Pondok Humanunggal. 

Perlu diketahui, Gus Luthfi yang memiliki nama lengkap Achmad Luthfi merupakan salah satu pengawal Mbah Nun, terutama ketika acara Sinau Bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng di wilayah Jawa Timur. Gus Lutfi menegaskan bagaimana pendirian Pondok Humanunggal tidak lepas dari dawuh atau nasihat Mbah Nun kepada beliau.

Gus Luthfi dengan kedalaman ilmu serta keluasan pengalamannya selama mendampingi Mbah Nun dalam berbagai kesempatan, berbagi cerita kepada dulur-dulur Damar Kedhaton pada malam itu. 

Gus Luthfi merasa bahagia, takjub, dan kagum atas kesungguhan beserta keistiqomahan Damar Kedhaton Gresik yang rutin berkumpul tiap bulan. Mereka menamainya Majelis Ilmu Telulikuran. Beliau menegaskan bahwa, hal ini bukanlah mudah, karena istiqomah di atas karomah.

“Masih ada kebersamaan yang masih hidup (Damar Kedhaton-red) di Gresik, Indonesia Raya ini,” jelasnya. 

Selanjutnya, Gus Lutfhi juga mengajak para dulur Damar Kedhaton untuk bersama-sama meluruskan dan merapatkan barisan di dalam cinta Kanjeng Nabi Muhammad. Beliau juga mengingatkan bahwa, Mbah Nun tidak pernah main-main dengan jamaahnya, dan selalu mengutamakan kepentingan umat.

“Mugi-mugi Damar Kedhaton terus sambung dengan para pejuang Maiyah,” tutur Gus Luthfi.

Beliau juga menanggapi respon dulur-dulur Damar Kedhaton atas tema “Kepemimpinan”. Menurut hemat beliau, dulur-dulur Damar Kedhaton sudah menangkap poin-poin, bagaimana memilih pemimpin. Termasuk juga mengingatkan dawuh atau nasihat Mbah Nun, bahwa ketika nyoblos nantinya jangan lupa tetap melibatkan Allah. 

Diskusi berlangsung dengan sangat antusias dan interaktif. Para dulur Damar Kedhaton saling bertukar pikiran dan pengalaman tentang tema kepemimpinan. 

Namun, diskusi harus terhenti sejenak, karena mikrofon yang digunakan tiba-tiba mati. Dulur-dulur kemudian merapat dan duduk lebih dekat, agar dapat mendengar suara dengan lebih jelas. Meskipun ada kendala teknis, semangat diskusi tidak surut, bahkan semakin membara. Hingga kemudian ditutup oleh Wak Syuaib dengan melantunkan doa, membaca Shohibu Baity, dan dipungkasi wirid HasbunAllah.

Lihat juga

Back to top button