GEGOLET
(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Cirrebes Cirebon-Brebes Edisi Juni 2025)

“Gegolet”—sebuah kata dari bahasa Jawa (Cirebon, Brebes, Tegal, Banyumas dan sekitarnya) yang sederhana namun sarat makna.
Kata dasarnya adalah “golet”, yang berarti mencari. Sementara imbuhan “ge-” dalam tradisi lisan masyarakat Jawa atau daerah sekitar Banyumas—sering memberi nuansa proses yang mengalir, dilakukan secara alami, berulang, dan sering kali dalam suasana ringan atau akrab. Kita mengenal misalnya kata “geguyon”, yang bukan hanya berarti bercanda, tapi bercanda yang ngalir, cair, dan akrab—mungkin sambil ngopi atau duduk bareng. Maka, “Gegolet” bukan hanya mencari, tetapi sebuah proses pencarian yang mengalir, yang manusiawi, yang menyatu dengan ritme hidup kita sehari-hari.
Setiap manusia, sadar atau tidak, sedang gegolet. Kita mencari jati diri, mencari makna hidup, mencari asal-usul, dan pada akhirnya mencari Tuhan dalam denyut kehidupan sehari-hari. Dalam pertemuan ini, kita ingin menelusuri benang sejarah nenek moyang kita, tidak sekadar untuk bernostalgia, tapi untuk menjawab satu pertanyaan penting: siapa sebenarnya kita ini?
Kita coba buka lapis-lapis identitas yang mungkin selama ini hanya kita warisi tanpa kita pahami. Kita tidak ingin sekadar tahu kita anak siapa, cucu siapa, dari kampung mana. Tapi lebih dalam dari itu: kita ingin menyadari nilai-nilai apa yang diwariskan kepada kita, dan bagaimana warisan itu membentuk cara kita melihat dunia hari ini.
Gegolet adalah upaya mengenali kembali diri kita sendiri dalam cermin sejarah dan kesadaran. Dari sana, kita berharap tumbuh kesadaran individu—kesadaran bahwa diri ini bukan ruang hampa, tapi jalinan kisah panjang yang penuh hikmah. Dan dari kesadaran individu inilah kita harap tumbuh kesadaran komunal: bahwa kita semua bagian dari satu tubuh besar yang saling terhubung, saling menopang, dan saling bertanggung jawab.
Maka, mari kita buka diskusi pada rutinan bulan ini dengan hati yang kosong namun siap diisi, dengan pikiran yang bebas namun tetap rendah hati, dan dengan semangat yang tidak sekadar ingin tahu, tapi ingin mengerti.
Semoga diskusi malam nanti bukan hanya menjadi pertemuan, tapi menjadi titik temu: antara yang kita cari dan yang selama ini diam di dalam diri kita sendiri.
(Redaksi Cirrebes/Mustholikh)






