Tadabbur Hari ini (13), AL-FATIHAH KUSYOKO KOESWOYO

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
(Al-Fatihah: 1-3)

Mestinya hampir setiap Muslim hafal Al-Fatihah. Bahkan teman-teman yang beragama lain pun saya tahu tidak sedikit yang juga hafal Al-Fatihah.

Tetapi kelihatannya cukup banyak juga di antara Kaum Muslimin, mungkin karena sudah sangat hafal dan dilantunkan rutin sehari-hari — mereka tidak tampak tergetar atau terharu oleh kalimat-kalimat Al-Fatihah.

Ini bukan kritik. Juga bukan soal benar salah, apalagi halal haram. Ini hanya ungkapan tentang intimitas batin pada diri setiap orang.

Saya punya rekaman lagu yang syairnya merupakan terjemahan Al-Fatihah, yang dikarang dan dinyanyikan oleh anggota Koes Plus, grup musik paling legendaris di negeri ini. Yakni Kesyoko alias Yok Koeswoyo. Adik bungsu almarhum Tony (Kustono) Koeswoyo, (Kus)Nomo Koeswoyo dan (Kusyono) Koeswoyo.

Lihat juga

Lagu itu tidak pernah direkam resmi. Dan hanya dikasihkan kepada saya sebagai tanda persahabatan. Teman-teman yang mendengarkan semua langsung tahu itu vokal Yok, tapi banyak teman tidak percaya bahwa itu ciptaannya. Sebab bacaan mereka dari media-media, membuat mereka berkesimpulan bahwa Yok adalah seorang Katolik. Apalagi dulu istrinya adalah wanita Perancis.

Biasalah. Media hampir selalu awam, tahu sekilas-sekilas, kurang atau tidak valid, dan tidak terlihat merasa perlu untuk melakukan recheck atau verifikasi.

Yok masih “sugeng” sampai hari ini. Alam pikirannya sangat dipengaruhi oleh khasanah spiritualitas kebatinan yang berasal dari tradisi kebudayaan. Dan itu membuatnya sering konslet dengan Nomo Kakaknya yang agak lebih santri.

Ia merekam dan mengasihkan ke saya syair Al-Fatihah itu mungkin karena sebagai sahabat, ia ingin saya tahu lebih tepat apa agamanya.

Lagu syair Al-Fatihahnya Yok itu, sebagaimana tradisi budaya keluarga Pak Koeswoyo, sangat sederhana, mudah dan langsung nempel di perasaan. Tidak pretensius atau “berpamrih” untuk bercanggih-canggih secara estetika. Aspirasi penciptaan lagu maupun aransemennya juga tidak artifisial, tidak “rendah diri”, kondisi psikologis yang membuat lagunya dihebat-hebatkan, sebagaimana banyak kecenderungan lagu-lagu lainnya.

Terhadap karya Yok itu saya memperoleh perasaan khusus yang mendalam. Di samping rasa terharu dan bersyukur karena Yok bermaksud menyapa dan menyatakan bahwa saya adalah saudaranya seiman. Juga saya menemukan nuansa khusus tatkala suara Yok melantunkan “Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang”.

Al-Fatihah rasanya hadir secara berbeda, menghadirkan keakraban batin tersendiri serta mendorong pengembaraan akal.

Surat pembuka Qur`an itu diawali dengan “Bismillahirrahmanirrahim”. Dengan Rahmandan Rahim sebagai pusat kosmos nilainya.

Rahman Rahim adalah icon utama dari semua sifat-sifat Allah. Mungkin juga bisa dipahami bahwa sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang adalah ruang besar Asmaul Husna. Spektrum makro, terluas dan teragung yang seolah-olah memuat sifat-sifat Allah lainnya, yang berjumlah mungkin 99 mungkin 146, mungkin lebih, bergantung pada cara pandang yang dipakai.

Mungkin karena itu maka sesudah membaca “Bismillahirrahmanirrahim” kita langsung digiring masuk ke semesta di dalam diri kita sendiri untuk menghayati “Alhamdulillahi Rabbil ’alamin”. Kemudian di kedalaman hati itu kita merasa belum terlalu me-lubuk kalau tidak meneguhkan lagi “Ar-Rahmanir-Rahim” sesudahnya.

Emha Ainun Nadjib
11 Mei 2023.

Lihat juga

Back to top button