SANGA MIYANAK, BERMAIYAH
(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Dualapanan Lampung edisi April 2023)
Satu bulan penuh umat Islam di seluruh dunia telah dididik pada bulan yang mulia, bulan suci Ramadhan. Ibarat biji logam yang dilakukan oleh seorang empu dengan tujuan untuk mengubah bentuk, ukuran, dan sifat-sifat fisik dan kimia dari logam. Proses ini melibatkan berbagai proses yang panjang dengan berbagai teknik seperti pemotongan, penggilingan, pengeboran, penekanan, pengelasan, dan banyak lagi. Konon semakin lama proses biji logam akan menghasilkan produk senjata yang lebih baik. Demikian pula umat muslim di bulan Ramadhan ditempa dengan berbagai ibadah dari bangun tidur hingga terlelap kembali dengan tujuan utama menghasilkan manusia-manusia terbaik yang Allah sebut sebagai hamba-Nya yang bertaqwa.
Penempaan panjang tersebut selain menghasilkan peningkatan kualitas manusia juga menghasilkan momen bahagia saat yang dimaknai sebagai perayaan akan kemenangan, kalau mau diteruskan sebenarnya kemenangan atas apa, kemenangan pada siapa, yang jelas tentu kemenangan ini sangat subjektif dan bersifat ke dalam, kemenangan atas diri sendiri, atas ego, nafsu, dan berbagai sifat dan sikap buruk di luar bulan Ramadhan. Dengan penempaan tersebut dapat menjadi bekal di sebelas bulan yang lain diluar bulan Ramadhan.
Pada tradisi umat Islam Indonesia, momen lebaran juga diisi dengan tradisi dengan kembali ke kampung halaman masing-masing atau yamg familiar disebut dengan mudik. Mudik adalah perpindahan orang dari kota tempat mereka bekerja atau tinggal ke kampung halaman mereka untuk merayakan hari raya, terutama Idul Fitri. Mudik memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia karena selain sebagai momen untuk bertemu dengan keluarga dan kerabat, mudik juga menjadi ajang untuk memperkuat silaturahmi antar sesama dan memperkuat hubungan sosial.
Mudik juga menjadi simbol kembali ke akar dan identitas, di mana orang yang merantau dapat kembali ke kampung halaman dan merayakan hari raya bersama keluarga dan kerabat, serta menjalankan tradisi-tradisi yang telah menjadi bagian dari kebudayaan mereka. Selain itu, mudik juga menjadi ajang untuk memperkenalkan kebudayaan dan tradisi daerah kepada keluarga dan kerabat yang datang berkunjung tradisi tersebut dilakukan oleh mereka yang bekerja dan menuntut ilmu di kota besar, tempat di mana mereka berjibaku berjuang untuk memperbaiki nasibnya dan keluarga.
Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecenderungan untuk selalu kembali ke asal-muasalnya, kampung halaman biasanya bertujuan untuk bersilaturahmi dan membagikan kebahagiaan yang sama bagi anggota keluarga lain di kampung atas keberhasilannya di rantau atau hanya sekadar bernostalgia mengenang pengalaman masa kecil dulu, bagi yang sudah berkeluarga sembari menceritakan kepada anak istiri/suami kenangan masa kecilnya. Dalam suatu kesempatan Mbah Nun pernah menyampaikan bahwa kecenderungan alamiah tersebut merupakan kecenderungan ilahiah, mengutip salah satu ayat dalam surat Al-baqarah yang artinya “sesungguhnya kami berasal daripada Allah, dan akan Kembali padaNya”
Sebagai tempat kembali dan organ terkecil di masyarakat, keluarga dan lingkungan tumbuh memiliki faktor dominan dalam pembentukan tiap individu, sebagai tempat penanaman pondasi nilai, pandangan hidup serta prinsip ideologi bahkan dakwah dan syiar para nabi dan rasul terdahulu selalu memiliki ruang khusus untuk keluarga terdekat, begitu juga dengan Maiyah yang memandang peran keluarga merupakan bagian terpenting dan utama yang harus mendapatkan nilai manfaat dari Maiyah tempat di mana keluarga laboratorium sosial anak cucu Maiyah untuk menerapkan nilai-nilai Maiyah.
Hal tersebut sepadan dan dekat dengan masyarakat lampung yang dengan digambarkan dengan istilah familiar yaitu “sanga miyanak” sebutan yang merujuk pada keseluruhan anggota keluarga untuk mendapatkan hal yang serupa dengan yang dialami oleh ia, dalam sebuah esai yang ditulis oleh Mbah Nun dalam buku Daur I, beliau mengilustasikan bahwa rasa manis yang dikecap seseorang tidak akan mampu diketahui oleh seseorang dalam bentuk penjelasan apapun dalam level intelektual yang bagimanapun kecuali ia harus mencicipi langsung. Ketika merasakan manis sesuatu tentu keinginan untuk membagikan kepada orang sekitar merupakan hal yang utama sebagaimana ayat Al-Qur’an dalam surah at-Tahrim ayat 6, yang berbunyi “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. ”
Maiyah memandang keluarga merupakan bagian yang harus diberikan apresiasi lebih terutama bagi para anak cucu Maiyah yang baik waktu, pikiran, dan mungkin sebagian hartanya akan digunakan untuk bermaiyah yang tentu saja merupakan konsekuensi bermaiyah sebagai suatu aktivitas organisme yang mandiri tidak mengandalkan pihak manapun, tidak mengandalkan sumbangan, proposal dari pemerintah dan berbagai sponsor lain. Sponsor utama dan satu-satunya anak cucu Maiyah adalah bersumber dari Allah dan Allahlah yang akan menggerakkan pasukan-Nya untuk menolong hamba-hamba-Nya yang mencintainya dan Ia juga mencintai mereka, Almutahabbina fillah.
Penggiat Maiyah Dualapanan edisi april 2023 mengambil tema “Sanga Miyanak, Bermaiyah” dengan tujuan untuk mengajak para sedulur, anak cucu Maiyah, dan seluruh anak bangsa di momen yang fitri ini untuk mengambil nilai Maiyah untuk senantiasa ditebarkan di lingkungan sekitar dan senantiasa memperbanyak keluarga serta tali persaudaraan, dalam forum sinau bareng Maiyah Dualapanan ini akan dibersamai dengan 28an Band akan dilaksanakan pada tanggal 28 April 2023 pukul 20.00 WIB, di panggung terbuka halaman SMP SMA Al Husna Komplek Ponpes Al-Muttaqien Pancasila Sakti Kemiling Bandar Lampung.
(Redaksi Maiyah Dualapanan)