MENYADARI TAKDIR NUSANTARA 

(Liputan Majelis Ilmu Maiyah Bangbang Wetan Surabaya Edisi Oktober 2024)

–  Perspektif Sejarah Islam, Stand Up Comedy, dan Kebudayaan –

Minggu sore (20/10) langit tampak mendung di STIKOSA AWS, Jl. Nginden Intan Timur I No. 18, Nginden Jangkungan, Sukolilo, Surabaya, dan sekitarnya. Pukul 17.19 WIB, mulai turun hujan di area STIKOSA AWS dan sekitarnya, yang menjadi tempat berlangsungnya majelis ilmu Bangbang Wetan edisi Oktober 2024.

Teman-teman penggiat yang dikomandoi oleh Jalaluddin Doni dan Pateh Mandor bergegas menggulung karpet rumput sintetis yang menjadi alas narasumber di atas panggung permanen di bawah pohon Trembesi, halaman kampus. Selain itu, mereka juga mengamankan lampu sorot untuk menerangi backdrop tema “MEMBACA TAKDIR NUSANTARA: Menuju Indonesia Berdaulat”.

Teman-teman penggiat sambil meneduh, menyaksikan turunnya hujan, sambil berkata, “kami ikhlaskan hujan turun sore ini, tapi ijinkan acara kami nanti malam berlangsung tanpa hujan”. Sepertinya mereka sedang melakukan negosiasi dengan alam. Mereka khawatir kalau hujannya tak berhenti sampai malam, setting panggung yang out door menjadi di luar rencana, jamaah yang datang juga tidak bisa nyaman Sinau Bareng karena tidak ada terop untuk meneguhkan diri dari turunnya hujan.

Pukul 18.54 WIB, hujan mulai terang. Kami segera menata kembali karpet rumput sintetis ke atas panggung permanen dan membenahi lampu penerang panggung yang diamankan. Kami juga menata lampu sorot warna-warni yang menjadi lampu sorot latar belakang panggung yang tersusun kayu dan di tengahnya backdrop tema acara. Kami juga mulai menggelar terpal dan banner bekas acara untuk alas jamaah yang duduk lesehan.

Pada pukul 19.46 WIB, kami duduk melingkar mengawali acara dengan pembacaan Yasin & Tahlil untuk alm. Mas Gandhi Tanjung Wicaksono. Prosesi pembacaan Yasin & Tahlil dilanjut wirid dan sholawat Maiyah dipimpin oleh Jembar dan Wildan. Jamaah yang baru datang ikut merapat di lingkaran kami untuk mengikuti prosesi acara pembacaan Yasin & Tahlil serta wirid dan sholawat Maiyah.

Setelah prosesi selesai. Grup banjari remaja masjid A.Aziz yang berada di komplek kampus STIKOSA membawakan beberapa nomor sholawat. Suasana sejuk setelah hujan dengan angin sepoy-sepoy membuat perform grup banjari remaja masjid A.Aziz menjadikan jamaah yang hadir terkesan. Jamaah yang hadir dengan menikmati wedhang kopi yang dibeli dari stan Pojok Ilmu, menyimak sambil ikut bersholawat bersama.

Pukul 20.30 WIB moderator membuka sesi respons jamaah. Diky Wijaya selaku moderator awal menceritakan pertemuan awal penggiat Bangbang Wetan dengan teman-teman StandUp Indo Subaya di salah satu sentra kuliner yang berada di Semolowaru, Surabaya.

StandUp Indo Surabaya merupakan komunitas stand up comedian yang ada di Surabaya. Niat kami bertemu adalah saling mengenalkan diri masing-masing. Hasilnya teman-teman StandUp Indo Surabaya yang diwakili oleh Cak Fuad Sasmita bersedia hadir di rutinan majelis ilmu Bangbang Wetan edisi Oktober 2024.

Setelah pertemuan dengan teman-teman StandUp Indo Surabaya, teman-teman penggiat melanjutkan silaturahmi kepada Mas Toteng MT Rusmawan, pimpinan Sanggar Lidi Surabaya. Sanggar Lidi Surabaya merupakan komunitas yang fokus pada seni teater, puisi dan diskusi. Jauh hari sebelumnya, teman-teman penggiat juga silaturahmi dengan Pak Tridjoyo Budiono. Beliau merupakan dosen Sejarah Islam di STID Al-Hadid, Mulyorejo, Surabaya.

Pak Trijdoyo Budiono, Cak Fuad Sasmita dan Mas Toteng MT Rusmawan malam itu merapat ke panggung pada pukul 21.00 WIB. Mas Aminullah, Mas Moch Hasanuddin (Acang) serta Mas Athok Murtadlo, S.Kom.I., M. Sos., malam itu juga hadir sebagai narasumber.

Membaca Masa Depan Melalui Pendekatan Sejarah Peradaban

“Alhamdulillah iso kumpul bareng ambek dulur-dulur Bangbang Wetan. Matursuwun iso diundang nang gone kene. Ini nikmat yang patut saya syukuri dan kita syukuri bareng-bareng. Iso rokokan bareng, ngopi bareng dan diskusi bareng iku nikmat, “ sapa Pak Tridjoyo membuka respons tentang tema.

Berbicara tentang membaca takdir Nusantara. Bagi Pak Tridjoyo merupakan tema bahasan yang lumayan berat karena berkaitan dengan membaca takdir. Jangankan membaca takdir Nusantara, membaca takdir kita sendiri kesulitan. Membaca artinya melakukan aktivitas baca. Ada suatu hal realitas yang dibaca. Membaca bisa bertujuan untuk memahami. Dalam konteks tema ini, memahami takdir Nusantara.

Takdir secara bahasa Arab berasal dari qodaro, yaqdiru, qadran yang berarti ketetapan. Ketetapan Allah. Berbicara tentang ketetapan yaitu sama dengan berbicara tentang pola-pola peradaban dan pola-pola kehidupan. Kita berusaha membaca masa depan dari Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau.

Karena kapasitas Pak Tridjoyo konsen pada sejarah, maka alat yang digunakan beliau untuk membaca masa depan Indonesia menggunakan pendekatan sejarah. Kalau berbicara tentang sejarah peradaban manusia, ada satu pola atau pattern yang berulang. Pola yang berulang itu yang kemudian disebut takdir atau sunnatullah.

Pak Tridjoyo membaca pola peradaban dari tiga dinasti dari Umayyah, Abbasiyah dan Utsmaniyah (Turki Usmani). Pak Tridjoyo melihat bahwa pola dari tiga dinasti itu diawali kemunculan peradaban atau suatu dinasti, kemudian berkembang, menjadi maju, serta titik puncak kemajuan suatu peradaban, baru kemudian mengalami kemunduran dan kehancuran. Selanjutnya akan berganti pada dinasti yang lain.

Misalnya, Dinasti Umayyah mengalami kemajuan sampai pada titik peradaban yang paling maju pada masa Al-Walid dan Abdul Malik. Setelah itu mengalami kemunduran. Pada masa Al-Walid dan Abdul Malik kemajuannya bisa sampai Eropa atau Andalusia. Setelah itu mengalami kemunduran sampai hancur. Yang menghancurkan sesama orang Islam sendiri pada waktu itu yaitu Bani Abbasiyah.

Bani Abbasiyah muncul, mengalami perkembangan, maju sampai titiknya Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun, kemudian mengalami kemunduran dan hancur. Yang menghancurkan adalah pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.

Selanjutnya, digantikan oleh peradaban Utsmaniyah (Turki Usmani). Peradaban Utsmaniyah muncul sampai mengalami kemajuan pada masa Sulaiman Al-Qanuni, kemajuan penguasaan Utsmaniyah sampai pads penguasaan seluruh laut Mediterania. Gara-gara penguasaan laut Mediterania itu akhirnya muncul penjajahan di Indonesia.

Orang-orang Eropa biasanya memperoleh rempah-rempah dari laut Mediterania dan Konstantinopel. Ketika kedua tempat itu dikuasai oleh Utsmaniyah, orang-orang Eropa bingung. Makanya, orang Portugis berkeliling mencari rempah-rempah. Ada yang menemukan di Amerika, ada yang di Tanjung Harapan, India, sampai di Indonesia.

Salah satu sebab munculnya penjajahan yang dialami Indonesia adalah faktor kondisi geopolitik yang ada di Laut Tengah yang dikuasai oleh Utsmaniyah. Utsmaniyah juga mengalami kemajuan sampai titik puncaknya, pada akhirnya mundur dan hancur.

Kemudian berganti pada peradaban Eropa yang mengalami kemajuan yang luar biasa, yang berlangsung sampai hari ini. Dari perjalanan panjang sejarah peradaban tiga dinasti sampai Eropa yang berlangsung sampai sekarang ini, Pak Tridjoyo menemukan pola-pola takdir atau hukum sunnatullah. Bahwa kemajuan suatu peradaban pasti diawali oleh pemimpin-pemimpin yang mempunyai kemampuan. Kemampuan tersebut tergantung pada setiap masanya.

Kemampuan Mumpuni Pemimpin Mempengaruhi Majunya Suatu Peradaban

Ada pemimpin suatu peradaban yang kemampuannya pada sisi militer. Ada pemimpin yang mempunyai kemampuan kuat dalam segi keilmuan. Dan ada juga pemimpin yang memiliki kemampuan kuat dalam hal ekonomi. Intinya, di setiap kemajuan suatu peradaban itu ada pemimpin yang memiliki kapasitas atau kemampuan sesuai zamannya.

Contohnya, jika kita lihat pada masa dinasti Umayyah yang dipimpin Abdul Malik bisa melakukan ekspansi sampai Maroko dan Andalusia. Pada saat itu, penaklukan Andalusia dilakukan oleh Thariq bin Ziyad yang sekarang tempat itu disebut selat Gibraltar. Pada waktu itu kemampuan dari Abdul Malik adalah kecakapannya di dalam melakukan administrasi negara dan militer.

Abdul Malik memiliki pasukan militer yang kuat. Kemampuan militer Abdul Malik pada saat itu benar-benar mumpuni di banding Eropa yang saat itu mengalami masa kegelapan dan perpecahan. Abdul Malik pada waktu itu bisa mengendalikan semuanya.

Kalau kita sekarang tahunya seluruh negara di Timur Tengah itu berbahasa Arab itu sebenarnya peran Abdul Malik. Jadi, Abdul Malik ketika itu menguasai Timur Tengah sampai Maroko, Aljazair dan Andalusia, melakukan kebijakan arabisasi. Semua wilayah kekuasaannya harus berbahasa Arab. Sehingga bahasa Aljazair, Maroko, Mesir, Persia mengalami kemunduran. Pada waktu itu, Abdul Malik kepengin ada kesamaan maksud di dalam administrasi agar bahasanya sama. Akhirnya sampai sekarang wilayah kekuasaan Abdul Malik sampai sekarang memakai bahasa Arab.

Pada masa Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid bersama Al-Ma’mun memiliki kemampuan untuk mengendalikan situasi dinasti Abbasiyah, sehingga pada waktu itu dinasti Abbasiyah menguasai sampai ujung timur sampai ujung barat sampai daerah Xinjiang, China. Penguasaan pada jalur sutera itu dikuasai oleh dinasti Abbasiyah.

Kecakapan Harun Ar-Rasyid bersama Al-Ma’mun dalam menyatukan seluruh wilayah itu luar biasa. Cara menyatukan seluruh wilayah kekuasaannya adalah dengan memilih gubernur-gubernur pemimpin wilayah yang bisa dikendalikan, serta membuat pos-pos yang bisa menyambungkan satu persatu informasi yang dia inginkan.

Pada dinasti Utsmaniyah juga memiliki kemampuan atau kecakapan yang mumpuni sesuai zamannya. Di setiap kemajuan beradaban ada pemimpin yang mumpuni, disertai dengan kemajuan ekonomi.

Ekonomi Kuat dan Kebebasan Berpendapat Menjamin Kemajuan Peradaban

Ekonomi menurut Pak Tridjoyo itu penting. Ekonomi merupakan awal penentu kemajuan suatu peradaban. Ekonomi bisa berjalan jika keamanan terjamin. Makanya sistem keamanan suatu peradaban menjadi hal yang penting juga.

Setiap kemajuan peradaban tidak jauh disebabkan karena faktor keamanan, entah militernya yang kuat atau kemampuan di dalam mengendalikan situasi keamanan. Setelah itu baru menata ekonomi penduduk dan suatu dinasti. Jika ekonomi suatu dinasti sudah kuat, setelah itu baru bisa berbicara tentang pendidikan dan peradaban.

Peradaban yang paling maju dalam sejarah yang diakui oleh dunia di masa golden age (Islam) yaitu pada masa Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun. Diindikasikan dari berbagai macam temuan-temuan di masa itu. Bahkan buku-bukunya pada waktu itu jika dibuat tulisan sampai 16 jilid, itu hanya tulisan dari beberapa buku. Perpustakaan yang ada di Eropa kalah dengan tulisan dari buku pada masa Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun.

Pada masa Harun Ar-Rasyid orang-orang berlomba-lomba menulis buku karena dihargai dengan emas. Setiap penulis  satu buku dihargai dengan emas karena negara yang dipimpin Harun Ar-Rasyid ekonominya kuat menjadikan negaranya kaya. Riset ilmu pengetahuan pada waktu itu luar biasa.

Pada waktu itu orang berpikir dan berbeda pendapat itu bebas. Maka dari itu Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Hambali dan Imam Maliki mengalami beragam perdebatan pendapat. Perkembangan perdebatan madzab terjadi pada masa dinasti Abbasiyah.

Para imam madzab mengalami beragam perdebatan dan perbedaan pandangan. Ketika para imam madzab mengalami perbedaan pandangan, para imam madzab membuat buku yang berisi pandangannya. Kebebasan berpendapat dan mengeluarkan ide benar-benar diakui.

Antara mu’tazilah dengan orang-orang ahli hadis berbeda pendapat itu hal yang luar biasa karena dijamin kebebasannya pada masa itu. Berbeda pendapat menjadi hal yang biasa karena dijamin kebebasannya berpendapat dan mengeluarkan ide. Orang-orang filsafat (mu’tazilah) dengan orang-orang yang leterlek (ahli hadis) terhadap tekstual itu berbeda pendapatnya dan biasa terjadi perdebatan.

Pada masa Harun Ar-Rasyid mengalami kemajuan ilmu pengetahuan. Sehingga masa Harun Ar-Rasyid diakui sebagai kemajuan ilmu pengetahuan serta kemajuan peradaban.

Perpecahan Sebab Kemunduran Suatu Peradaban

“Sehingga saya melihat kemajuan suatu peradaban disebabkan selain faktor adanya pemimpin yang berkualitas, sistem ekonomi dan pendidikan yang maju, yaitu tercegahnya dari disintegrasi atau perpecahan dan korupsi, “ ringkas Pak Tridjoyo.

Salah satu terjadinya kemunduran suatu peradaban yaitu faktor perpecahan. Aspek kemunduran karena pemimpinnya tidak kuat, akhirnya terjadi perpecahan untuk berebut kekuasan.

Contohnya, dari dulu sampai sekarang kalau ada orang dengan tetangganya sedang bertengkar, yang rusak satu kampung. Tapi kalau yang bertengkar antar pemimpin negara, seluruh negara menjadi ikut bertengkar. Bahkan jika ada penduduk yang tidak ikut dalam pertengkaran ikut disalahkan.

Perpecahan jika berwujud adu fisik atau bertengkar menggunakan fisik, ekonomi suatu wilayah tersebut tidak stabil, serta mau berjualan pun menjadi tidak aman. Setelah bertengkar sendiri dan tidak bisa diatur, tinggal menunggu waktu faktor dari luar menghancurkan suatu wilayah tersebut. Makanya untuk menghancurkan suatu negara atau wilayah dengan memecah belah dari dalam.

Mengubah Nasib Masa Depan Indonesia

Hukum sunnatullah dari sejarah panjang peradaban Islam yang dijelaskan Pak Tridjoyo, bisa kita gunakan untuk membaca masa depan Indonesia.

Pertama, apakah pemimpin kita mempunyai kredibilitas bersaing di kancah dunia? Kedua, bagaimana sistem ekonomi di Indonesia sekarang ini, apakah masih ada penduduknya yang kelaparan dan stunting? Jika kelaparan masih ada di antara kita, maka jangan berharap indeks pembangunan manusia di Indonesia tinggi. Ketiga, apakah kebebasan berpendapat dan kemajuan ilmu pengetahuan kita mengalami kemajuan atau kemunduran? Kemajuan atau kemunduran ilmu pengetahuan kita bandingannya dengan pihak eksternal atau negara lain.

Bergeraknya negara lain pasti berdampak pada negara kita. Berkaca pada sejarah dinasti Utsmaiyah yang bisa menguasai laut Mediterania tapi dampaknya bisa dirasakan Indonesia karena dijajah oleh bangsa Eropa. Apa yang terjadi di Timur Tengah efeknya bisa kita rasakan. Sekarang, tinggal pemimpin kita bisa atau tidak mengatasi persoalan ekonomi, pendidikan dan keamanan.

Kira-kira Indonesia yang terdiri dari berbagai macam pulau ini ada kemungkinan munculnya potensi perpecahan atau tidak. Kalau satu potensi perpecahan kecil terjadi di berbagai wilayah terjadi, maka sangat membahayakan bagi kemajuan negara Indonesia.

Indonesia memiliki potensi perpecahan antar suku karena Indonesia terdiri dari beragam suku. Di dalam agama Islam saja juga ada beragam perbedaan pendapat pada madzab. Perbedaan di Indonesia itu sangat variatif ragamnya. Sehingga disentil sedikit saja bisa berakibat perpecahan. Seperti konflik yang terjadi di Poso, Sampit, dll.

Kesadaran integrasi bangsa sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan perpecahan yang sayang potensial yang disebabkan perbedaannya beragam.

Terakhir, yang perlu kita perhatikan untuk menuju kemajuan Indonesia adalah masalah korupsi. Coba kita teliti kembali yang melakukan korupsi, apakah dari sektor bawah sampai atas? Ketika penanganan pemerintah terhadap korupsi itu kuat, maka tidak mustahil Indonesia di masa depan akan maju.

Takdir itu tetap. Tapi nasib itu dinamis. Sekarang nasib negara kita mau maju atau mundur, mau makmur atau bangkrut itu tergantung diri kita masing-masing. Sebagaimana yang tertera pada surat Ar-Rad ayat 11 yang berbunyi: Innnallaha la yughayyiru ma bi qoumin, hatta yughayyiru ma bi anfusihim. (Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri).

Berdamai dengan Diri Sendiri merupakan Kunci Kebahagiaan

Selanjutnya, giliran Cak Fuad Sasmita dari StandUp Indo Surabaya menyapa jamaah dan merespons tema.

Amin yang menemani Diky dan Alip sebagai moderator menceritakan obrolannya ketika pertama kali silaturahmi dengan Cak Fuad beberapa minggu yang lalu. Amin menyimpulkan di balik keresahan Cak Fuad meng-capture keadaan masyarakat yang mudah tersinggung itu karena belum bisa berdamai dengan dirinya sendiri.

Cak Fuad bisa berbicara seperti itu, karena dulu beliau pernah mengalami keadaan diskriminasi yang menjurus pada suku tempat lahirnya Cak Fuad. Cak Fuad pada saat itu marah dan tersinggung karena diperlakukan berbeda.

Tapi pada akhirnya Cak Fuad memilih menerima dengan keadaan yang diterimanya dan berdamai dengan stereotip kesukuan yang disandangnya. Sehingga ketika ada orang lain melakukan tindak diskriminasi kepada dirinya, dia enjoy saja menerima dengan baik-baik saja. Hal berdamai dengan dirinya sendiri itulah yang membuat Cak Fuad lebih tenang.

Cak Fuad malam itu mencontohkan, misalnya (karena Cak Fuad orang Madura) jika ada orang Madura masih mangkel ketika dibilang maling besi berarti belum berdamai dengan kemaduraannya.

Kalau ada orang Madura tersinggung ketika dituduh maling besi, maka dengan tidak sengaja menunjukkan bahwa orang itu memang maling bisa. Kalau kita memang tidak melakukan sesuatu, ketika dituduh melakukan sesuatu padahal kita tidak melakukannya, kenapa kita harus tersinggung?!

“Semua orang yang sudah berdamai dengan keadaannya pasti bahagia. Yakin aku,” tegas Cak Fuad

Cak Fuad mencontohkan ada temannya yang telah berdamai dengan keadaannya yaitu Aan. Cak Fuad menceritakan Aan yang mengalami disabilitas sering membuat konten bersama Cak Fuad dan konten kreator lain.

Ketika Aan diroasting di sebuah konten tentang keadaan disabilitasnya, Aan tidak marah bahkan malah tertawa bahagia. Karena Aan mengimajinasikan dirinya sesuai apa yang diroastingkan kepadanya. Aan merupakan contoh orang yang berdamai dengan keadaannya dan bahagia.

Indonesia Bakal Maju Kalau Sudah Berdamai dengan Dirinya Sendiri

Cak Fuad malam itu melempar pertanyaan kepada salah satu jamaah yang duduk di pojok depan kanan panggung tentang daerah asalnya. Jamaah itu menjawab dari Malang.

Cak Fuad malam itu melihat bahwa Bangbang Wetan bisa mencontohkan perbedaan daerah bisa berkumpul bersama Sinau Bareng. Apalagi dalam segi suporter sepakbola antara suporter klub Surabaya dengan Malang sering terjadi gesekan. Tapi malam itu, gesekan itu tidak terjadi. Semua bisa duduk bersama Sinau Bareng.

Cak Fuad merespons tema Membaca Takdir Nusantara dengan membaca takdir dirinya sediri. Karena Indonesia bakalan maju itu tergantung diri kita sendiri, bukan negara itu sendiri. Untuk membaca takdir, kita harus mengenali diri kita sendiri terlebih dahulu.

Indonesia juga harus mengenal Indonesia itu seperti apa, seperti yang dijelaskan Pak Tridjoyo bahwa Indonesia itu beragam suku dan agama sehingga potensial untuk dipecah.

Kalau Indonesia mulai berdamai dengan keIndonesiaannya (beragam suku dan agama) maka Indonesia ke depan akan sangar. Berdamai maksudnya tidak mudah tersinggung, bisa bercanda, bisa berbaur meskipun ada perbedaan di sekitar.

“Justru dengan adanya forum Bangbang Wetan kayak gini kita bisa bersaudara. Indonesia bakal maju kalau kita mengenal diri kita siapa dan Indonesia apa, “ jelas Cak Fuad

Mengungkapkan Keresahan itu Bentuk Kejujuran

Menurut Cak Fuad sebenarnya ada kesamaan antara Bangbang Wetan dengan StandUp Comedy, yaitu sama-sama membahas keresahan. Misalnya di Bangbang Wetan membahas tentang keresahan kita tentang keadaan sosial, negara dan sebagainya, di Stand Up Comedy juga membahas keresahan.

Semua materi-materi Stand Up yang kita tonton di youtube, televisi maupun off air, semua tentang keresahan. Entah keresahan diri sendiri, keresahan suatu obyek, bahkan ada yang resah tentang keadaan negara.

Stand Up Comedian yang sudah matanglah yang membahas keresahan soal politik dan keadaan negara. Misalnya, Abdur Arsyad, Bintang Emon, Mamat Alkatiri, dll. Mereka berani membahasa politik dan keadaan negara, karena mungkin mempunyai backingan, mereka sudah besar namanya dan mempunyai pengaruh.

Beda dengan Cak Fuad ketika membahas politik (karena belum menguasai dan mendalami betul soal politik) bisa dipenjarakan, karena mungkin ada kekeliruan (ketika membahas suatu topik politik atau negara) yang berpotensi terjerat pasal pelanggaran hukum.

Keresahan itu ketika kita mangkel dengan satu obyek, mangkel dengan orang, atau sesuatu apapun. Misalnya, kalau kita mangkel dengan berjalannya majelis ilmu Bangbang Wetan, disampaikan saja tidak masalah. Karena menyampaikan rasa mangkel terhadap suatu obyek itu kejujuran.

Jujur itu yang utama di Stand Up Comedy. Tidak ada materi yang tidak jujur di Stand Up Comedy. Karena mengungkapkan keresahan itu bentuk dari kejujuran. Cak Fuad bercerita ada komika miskin membahas tentang kemiskinannya. Dia bercerita rumahnya yang teebuat dari papan kayu. Karena komika tersebut sudah berdamai dengan kemiskinannya, dia tidak malu menceritakan kemiskinannya di depan umum.

Karena sudah bedamai dengan kemiskinannya, komika itu enjoy menceritakan keadaannya yang tinggal di rumah berdinding anyaman bambu seperti pemukiman sementara pekerja proyek untuk beristirahat. Sehingga ketika temannya bermain ke rumahnya, dilarang bersandar ke dinding anyaman bambu tersebut karena takut roboh.

Keadaannya yang miskin mampu membuatnya berdamai dengan keadaan itu dan tidak malu menceritakannya ke orang lain. Bahkan ketika diguyoni tentang keadaan rumahnya, komika tersebut tidak marah.

“Di Stand Up Comedy kami diajarin berdamai, jujur dan berani beropini tapi ada batasannya. Apalagi ketika on air. Berbesa jika off air tidak ada batasan dan tidak masalah beropini tentang apa saja, asal tidak direkam,” ungkap Cak Fuad

***

Modetor membuka dua pertanyaan ditujukan khusus untuk Cak Fuad Sasmita karena tidak bisa menemani jamaah sampai akhir acara. Cak Fuad ada janji podcast bersama seseorang dan pukul 22.30 WIB segara undur diri dari Bangbang Wetan.

Stand Up Comedy Materinya diwajibkan Lucu

Penanya pertama yaitu Jembar asal Mojokerto yang sekarang kuliah di UINSA. Menurut Jembar, teman-teman StandUp Comedy sekarang ini yang gencar membaca takdir sejarah Indonesia. Karena para komika mengungkapkan keresahannya tentang keadaan negara.

Menurut Jembar sekarang ini komika sederajat dengan mahasiswa daya kritis berpikir dan keberanian beropininya.  Pertanyaannya, menurut Cak Fuad topik tentang politik jika dimasukkan ke materi Stand Up Comedy bisa menjadi lucu atau sebaliknya?

Cak Fuad merespons pertanyaan Jembar bahwa di Stand Up Comedy ada yang namanya premis, set up, punchline (bagian lucunya). Harapan komika punchline itu bagian lucunya.

Tapi, terkadang punchline bekerja tak sesuai harapan bisa lucu ketika dilempar ke penonton. Komika di Stand Up Comedy diwajibkan lucu ketika perform materi. Stand Up Comedy mau membahas politik atau keresahan apa saja yang penting wajib lucu.

Proses Kreatif Cak Fuad di Dalam Perjalanan Stand Up Comedy Sampai Konten Kreator

Penanya kedua, Angga dari Sidoarjo. Sebelum bertanya, Angga menceritakan bahwa dirinya sering melihat konten Cak Fuad Sasmita di Instagram dan sering melihat Cak Fuad perform stand up comedy di Sidoarjo. Selanjutnya Angga bertanya, kenapa.Cak Fuad tidak ikut audisi Stand Up Comedy lagi? Apa sekarang fokusnya show atau ngonten mencari uang saja?

Cak Fuad merespons pertanyaan Angga bahwa beliau sebenarnya ikut audisi Stand Up Comedy. Dari era audisi SUCA 2, Cak Fuad sudah lolos ke final sampai audisi yang ditayangkan di televisi, tapi gagal. Di SUCA 3 Cak Fuad masuk seleksi, cuman harus pulang lebih awal dari audisi tersebut.

Cak Fuad di SUCI X juga ikut. Satu-satunya komika Surabaya yang lolos ke Jakarta itu Cak Fuad. Dapat silver tiket dari AWWE dan David Nurbianto sebagai juri.

Cak Fuad tampil lucu banget di seleksi Surabaya. Ketika di Jakarta perebutan golden tiket (karena jurinya juga beda seperti Raditya Dika, Cing Abdel, dsb) nyampek di sana ketika perform Cak Fuad merasa hilang lucunya. Cak Fuad menyimpulkan karena materinya tentang kedaerahan dan Jakarta budayanya beda akhirnya materinya gak realate dengan budaya Jakarta.

Cak Fuad di SUCI X tersebut berangkat sendiri dan pulang sendiri. Ketika perjalanan pulang dari Jakarta, di pesawat mau landing di Juanda, Cak Fuad berpikir, beberapa usaha mengikuti audisi di televisi gagal sampai kegagalan di audisi SUCI X, Cak Fuad merasa direndahkan. Ketawanya anak-anak Jakarta ketika Cak Fuad perform dirasakan merendahkannya.

Kekecewaan Cak Fuad atas kegagalan mengikuti audisi di Jakarta membuatnya berpikir mencari solusi mau mengerjakan apa selanjutnya. Waktu itu, Cak Fuad berpikir platform menampilkan kreativitas tidak hanya di televisi, ia berpikir ada TikTok dan reels Instagram.

Akhirnya di pesawat perjalanan pulang dari audisi di Jakarta, Cak Fuad berpikir harus membuat konten di media lain selain di televisi. Akhirnya Cak Fuad memutuskan ngonten awal di platform TikTok pada awal 2022.

Karena gadget Cak Fuad pada waktu itu ViVo tipe jadul yang ruang penyimpanan dan RAM-nya terbatas dan tidak bisa untuk install TikTok yang lumayan besar kapasitss penyimpanan dan RAM-nya.

Gadgetnya sudah terinstall aplikasi game Mobile Legend yang ukuran penyimpanan dan RAM-nya cukup besar, akan error sistem operasi gadgetnya jika harus ditambahkan aplikasi TIkTok. Sementara waktu itu, Cak Fuad tidak mau menghapus aplikasi game-nya karena sudah suka dengan game tersebut.

Akhirnya, Cak Fuad bertanya ke temannya aplikasi TikTok yang ringan penyimpanan dan RAM-nya. Temannya merekomendasikan TikTok Lite untuk diinstall di gadget Cak Fuad.

Cak Fuad ngonten memakai aplikasi TikTok Lite. Asal teman-teman tahu, Cak Fuad awal-awal ngonten memakai mic wirelees kabel milik temannya yang tidak dipakai, serta memakai kamera gadget Vivo versi jadul tersebut. Pada saat itu ada yang berkomentar di postingan kontennya, “Mas Fu, kameranya kok berembum?”

Menurut Cak Fuad, jelas berembun karena berasal dari gadget yang kualitas kamera kurang canggih. Bukan karena sedang ngonten di gunung Bromo yang suasananya kalau pagi berembun. Isi konten pertama Cak Fuad yaitu percakapan dengan orang lain yang dimulai dengan pertanyaan, “Apa yang kamu pikirkan ketika mendengar kata madura?”

Cak Fuad membaca takdir dirinya dimulai dari Cak Fuad sudah berdamai dengan keadaannya sendiri, sehingga bisa membuat konten sendiri, Cak Fuad bisa melakukan semua itu sendiri dan semua konten yang dibuat Cak Fuad di akun media sosialnya berasal dari materi keresahan Stand Up Comedy-nya.

Semua konten Cak Fuad berasal dari keresahannya. Kalau ada orang Jember tidak mau mengaku orang Medhuro itu menjadi keresahan Cak Fuad. Kenapa orang Jember yang sehari-hari berbahasa Madura tapi tidak mau disebut orang Medhuro.

Menurut Cak Fuad, Madura dengan Medhuro itu beda maknanya. Madura itu adalah tempat atau pulau, sedangkan Medhuro itu stereotip. Misalnya kalau kita di Surabaya mendengar ada orang nggeber knalpot motornya, yang terlintas di pikiran kita, menuju ke stereotip Medhuro.

Bahwa karena kita sering melihat orang Madura sering nggeber knalpot motor, ketika kita mendengar hal itu, penilaian kita langsung tertuju pada hal yang sudah kita ketahui sebelumnya. Padahal belum mesti orang Madura yang menggeber knalpot motor tersebut.

Cak Fuad hadir di setiap konten yang dibuatnya untuk memperbaiki stereotip negatif orang lain tentang orang Madura dengan cara komedi.  Dari pengalaman kegagalan mengikuti audisi Stand Up Comedy menjadikan Cak Fuad bisa berkembang melalui konten-konten yang dibuat sendiri di media sosialnya.

“Prinsip orang Madura yang pekerja keras tetap saya pegang teguh sampai saat ini,” yakin Cak Fuad

Berpikir ke Belakang untuk Membaca Jauh ke Depan

Berikutnya giliran Mas Toteng MT Rusmawan dari Sanggar Lidi Surabaya merespons tema. Mas Toteng mengungkapkan bahwa malam itu merupakan suatu kenikmatan bisa hadir di forum Bangbang Wetan berlangsung dengan gelak tawa, Sinau Bareng serta bahwa forum intelektual masih ada di Surabaya. Dari perspektif kebudayaan, Mas Toteng mencoba membaca takdir Nusantara.

Pertama, Mas Toteng ingin terlebih dahulu membahas tentang Nusantara. Sebenarnya tidak ada yang mengucapkan kata Nusantara dalam bentuk legal, ketika kita sudah menjadi NKRI. Tetapi, kita lupa bahwa kita semua seluruh bangsa Indonesia, bahkan kalau berbicara tentang kebudayaan selalu mengatakan diksinya tentang kenegaraan yaitu Nusantara.

Kita saat ini sebenarnya negara demokrasi bukan monarki. Tapi, Nusantara sampai sekarang dan bahkan di panggung Bangbang Wetan masih tertulis Nusantara pada backdrop temanya. Bahkan dipakai untuk membaca Nusantara, sesuai yang sebenarnya tidak ada.

Bagaimana kita bisa merumuskan bacaan sesuatu yang abstrak untuk sesuatu yang konkret. Tetapi itu menjadi pilihan sebagai upaya kaitan tentang kecintaan terhadap leluhur tentang kebangsaan dan tentang sejarah.

Tapi, apakah kecintaan hanya selesai di sebuah simbol-simbol kata. Hal ini yang terkadang kita sampai detik ini belum menemukan formula tentang strategi kebudayaan, bahkan ketika diundangkan pada 2017 lalu diperbaiki, bahkan ada dana hibah kebudayaan dengan berbagai struktur kebudayaan, tapi kok belum sampai pada titik pengharapan.

Kita jangan-jangan gagal membaca masa lalu. Sehingga ketika membaca masa depan otomatis dengan cara spekulasi. Artinya, kalau kita sedang merumuskan masa depan negara itu pasti sedang ‘berjudi’. Dan tidak ada hasil dari sebuah judi, karena semua spekulasi. Untuk itu, sebelum membaca jauh ke depan, kita harus berpikir dulu ke belakang.

Pola Pikir Tiga Tokoh Bangsa Indonesia

Mas Toteng ingin memulai menjelaskan sejarah masa lalu Indoesia pada era setelah lahirnya NKRI. Kita mempunyai tiga tokoh NKRI yaitu Ir. Soekarno, Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir. Seperti Nusantara sebagai simbol, ketiga tokoh tersebut namanya digaungkan tapi, apakah pikirannya tergaung?

Mas Toteng mengambil dari tokoh Sutan Syahrir yang pola pikirnya sangat mengejawantahkan tentang pentingnya pendidikan. Gagasan pertama Syahrir adalah tentang pentingnya 15 tahun negara mewajibkan membiayai seluruh pendidikan warganya. Tapi,sampai saat ini pikiran Syahrir tidak dihormati karena tidak dijalankan gagasannya oleh negara.

Bergulir ke pola pikir Bung Hatta tentang konsep demokrasi kerakyatan, dimana ekonomi kerakyatan menjadi gagasannya yang kuat. Misalnya adanya koperasi. Tentang bagaimana rakyat terlibat di dalam pendidikan ekonomi, lalu menjalankan ekonomi, sehingga mampu menjalankan kenegaraan di dalam tatanan ekonomi yang mandiri.

Tetapi pada akhirnya kita gugur diserang aturan bank. Sistem riba dengan tidak sebenarnya seolah-olah kita dibantu, tapi kita sedang diganggu. Kita akhirnya sulit membedakan mana bantuan atau gangguan.

Selanjutnya, pola pikir Soekarno selain marhaenisme, Mas Toteng ingin memotret pidato Soekarno di Trisakti pada 1964 yang mengucapkan tentang kedaulatan politik, berdikari dalam ekonomi serta berkepribadian dalam kebudayaan.

Ketika berbicara daulat politik dengan negara kedaulatan rakyat, siapa di antara kita yang berdaulat secara politik? Apakah kita mampu menyatakan politik kita? Sedangkan kita baru mengkritik saja kita sudah merasa takut. Bukan hanya negara yang merusak kedaulatan kita berpolitik, kita sebenarnya juga merusak kedaulatan itu dengan rasa takut.

Dari hal tersebut lahirlah pemikiran sebenarnya negara ini yang terdiri dari masyarakat majemuk. Tapi dengan kekayaan alam yang melimpah, kita sebenarnya miskin atau dimiskinkan?

Kita dengan kesempatan pendidikan yang luar biasa bahkan ketika rumusan sebuah ekonomi tentang jumlah kalau diangkakan, rasio ekonomi Indonesia 20 juta perbulan warganya, dengan jumlah penduduk 268 juta pada tahun 2017, dengan kekayaan alam yang ada. Tapi kenapa kita miskin? Kita ini miskin atau dimiskinkan? Lalu data statistik kita ranking 64 di dalam catatan intelektual pendidikan dunia. Kita ini sebenarnya bodoh atau dibodohkan?

Mari kita belajar membaca di dalam diri kita sendiri, terutama soal kita lupa bahwa yang mempersatukan kita adalah kesadaran kolektif bahwa kita sama-sama dijajah. Kesadaran kolektif kita tercermin ketika kita sedang keluar negeri, ketika berbicara soal Indonesia semua yang berasal dari Indonesia kompak semua karena mempunyai kesadaran kolektif cinta NKRI.

Kesadaran kolektif kurang bisa ditemukan Mas Toteng dalam kancah nasional kita sendiri. Kita semua sadar, bahwa kita diambang ketidakpercayaan yang tinggi terhadap berbagai hal.

Pentingnya Kecintaan Terhadap Bangsa

Kita selama ini masif mengatakan semangat Bung Karno, tapi semangat gagasan Bung Karno hilang dari peradaban. Mari kita teliti kembali, apakah kita sudah berdaulat secara politik? Apakah kita berdiri di kaki sendiri dalam hal ekonomi?

Menurut pengamatan Mas Toteng, di era Soeharto pada tahun 1982-1998, proses rangkaian panjang sampai terjadinya reformasi terjadi diskusi malam di antara para aktivis agen perubahan. Meskipun sering kali kalau pembahasannya berbahaya sering dipersekusi.

Sedangkan di momen sekarang ini sepengamatan Mas Toteng, kampus yang diharapkan melahirkan agen perubahan tidak ada jam malam. Beberapa kampus negeri bahkan tidak ada jam malam yang melahirkan diskusi. Artinya negara sedang menciptakan larangan berdialektika pentingnya kecintaan terhadap bangsa.

Kecintaan terhadap bangsa sangat penting karena mempunyai kemampuan apapun potensi kecerdasan, kekayaan dan hal-hal yang memungkinkan potensi menjadi sebaik-baiknya dan menciptakan keadilan sosial.

Mengetahui, Mengerti serta Memahami

Mas Toteng mengimbau kita jangan sampai menjadi pendosa bagi generasi penerus kita. Kita seharusnya tidak menyalahkan generasi Z, yang seolah-olah menjadi makhluk paling berdosa. Justru dosa kebudayaan bersumber dari kita sebagai generasi pendahulu.

Kita tidak mewariskan sebuah metode dan sebuah konsep hidup tentang keseriusan. Pengalaman kemampuan berdamai dengan dirinya sendiri dari yang disampaikan Cak Fuad itu juga membutuhkan keseriusan.

Cara membuat materi Stand Up Comedy sama dengan silogisme yaitu ada premis mayor, premis minor dan garis akhirnya konklusi, sedangkan di materi Stand Up Comedy garis akhirnya punchline. Keduanya sama-sama lahir dari upaya kecerdasan dari keseriusan. Untuk menciptakan konsep komedi, Cak Fuad menciptakan konklusi, perkara lucu atau tidak itu tujuan akhirnya.

Mas Toteng yakin bahwa dalam keadaan negara mau bagaimanapun, sebenarnya kita masih mempunyai rasa cinta terhadap negara Indonesia. Kalau kita masih mempunyai rasa cinta kepada Indonesia, kita harus melakukan sadar, sabar dan syukur.

Mungkin kita selama ini melewati tahapan sadar, tapi kita mungkin sudah melakukan sabar dengan keadaan ekonomi kita, serta mensyukuri apa yang telah kita miliki sekarang ini. Tapi yang tidak kalah penting yang perlu kita lakukan adalah sabar. Sabar itu alatnya iqra’ (bacalah). Membaca melahirkan kesadaran.

Mas Toteng mencoba menginterpretasi kenapa di Al-Qur’an, kata iqra’ diulang sampai tiga kali. Dalam diksi bahasa kepujanggaan. Kata yang diulang lebih dari satu kali, kata berikutnya adalah penekanan makna yang lebih kuat.

Maka kata yang pertama diucapkan iqra’ atau bacalah tentang pentingnya melahirkan pengetahuan. Ketika kata bacalah diulang maka berbicara tentang pemahaman yang lebih kuat dari pengetahuan adalah pengertian. Setelah mengerti, kata bacalah yang diulang ketiga kalinya bermakna pemahaman.

Maka ketiga iqra’ atau bacalah diulang sebanyak tiga kali bermakna mengetahui, mengerti serta memahami. Penting mengetahui, tapi kalau kita tidak mengerti setelah mengetahui kita tidak pernah paham. Kalau kita tidak paham, tidak akan menjadi laku sampai kapanpun.

“Cara membaca Nusantara dimulai dari membaca, menjadikan buah pikiran, tindakan sehingga bisa mengubah. Kalau kita sadar bahwa bangsa ini butuh perbaikan, maka yang pertama membaca dalam pengetahuan, mengerti dan memahami. Setidaknya memperbaiki bangsa di dalam diri sendiri. Karena kalau suatu saat kesadaran kolektif bertumbuh, maka semua akan melahirkan takdir baik bagi Indonesia. Takdir baik bukan cita-cita. Takdir baik tentang sadar, sabar, syukur, serta ikhtiar sampai tiada batas. Karena sebuah perjuangan tidak mengenal batas, “ pungkas Mas Toteng.

Dilanjutkan perform ludruk oleh Cak Robert dan Cak Ipul dari The LUNTAS (LUdrukan Nom-noman Tjap Arek Suroboyo). Jamaah yang menyaksikan performnya dibuat tertawa terbahak-bahak. Begitu juga para narasumber yang ikut menyaksikan ikut larut tertawa di dalam perform ludruk The Luntas.

Surabaya, 21-23 Oktober 2024

Lihat juga

Back to top button