Momong
Mukaddimah Maiyah Balitar, Januari 2023
Kata momong dalam bahasa Jawa mempunyai beberapa arti, yaitu momong dalam arti merawat, among yang berarti memberi contoh, dan ngemong yang berarti proses untuk mengamati. Ketiga makna itu saling terhubung satu sama lain, berkaitan tentang bagaimana seorang manusia memahami dirinya, dan kemudian ngemong dirinya sendiri secara fisik, kejiwaan dan spiritual dalam menjalani kehidupan di dunia.
Awal mula dari perilaku momong adalah kesiapan dari sang pamomong. Oleh karenanya, kita akan mengenali terlebih dahulu, seperti apakah sang Pamomong yang akan kita bahas, yang tentunya, dia adalah diri kita sendiri.
Semangat pengenalan itu ada pada man arofa nafsahu faqod arofa robbahu, kalam umum yang sering kita dengar, terutama dalam ilmu tazkiyatun nafs atau ilmu tasawuf. Kita, misalnya, bernama Abdullah, lalu apakah kita sekedar mengenalnya sebagai jasad? Tentu tidak. Nama jasad ini bisa dirubah. Maka kenal manakah yang sebenarnya dimaksud?
Sebenarnya, ketika ditiupkan, ruh telah memiliki nama yang catatannya tersimpan di qalbu Muhammad. Yas aluunaka ‘anir ruh, para Ahlul Kitab bertanya pada Rasulullah tentang hakikat ruh. Wa maa utiitum minal ‘ilmi illa qolila, ruh itu urusan Allah, tidaklah kalian diberi pengetahuan tentangnya kecuali hanya sedikit saja. Makna ruh dapat dipahami sebagai pengetahuan yang diberikan oleh Allah pada Muhammad SAW, yang kadar sedikitnya adalah lautan tak bertepi.
Manusia mempunyai fisik yang beragam. Perbedaan fisik ada karena faktor-faktor tertentu seperti lingkungan geografis, jenis makanan yang dikonsumsi, dan genetika yang ditularkan oleh bapak ibunya. Seluruh informasi ini terekam dengan baik pada DNA. Melalui tes DNA, pembacaan ihwal seseorang dapat menjadi jelas: potensi, penyakit fisik, bahkan juga kecerdasan. Namun, pembacaan ini akan berhenti pada penemuan jawaban atas pertanyaan yang sering dilontarkan oleh Mbah Nun “Apakah kamu ini garuda atau emprit?”. Proses selanjutnya diserahkan pada pribadi masing-masing.“Karena, kebangkitan garuda berbeda dengan emprit, dan kebangkitan emprit berbeda dengan ayam” dhawuh Sahan.
Melihat Madzhar Potensial
Kita akan melakukan investigasi awal tentang madzhar kita masing-masing. Pertama adalah menilik kecerdasan-kecerdasan yang ada pada diri melalui refleksi panjang yang akan kita lakukan di setiap malam-malam nanti. Kecerdasan ini meliputi tiga hal, yaitu IQ, EQ, dan SQ. IQ adalah kemampuan memori, penalaran verbal dan numerik, dan apresiasi terhadap urut-urutan logis. EQ adalah penguasaan serta pengendalian emosi. Sedangkan SQ adalah kemampuan mencari makna, visi, dan nilai hidupnya.
Setelah satu persatu dari IQ, ES, dan SQ dapat kita kenali, selanjutnya, paradigma nafsu adalah proses yang Kedua. Nafsu sering diartikan sebagai dorongan atau hasrat pada diri seseorang yang menimbulkan keinginan atau kecondongan hati untuk memuaskan kebutuhan hidupnya. Dalam kajian Tasawuf, Nafsu diartikan dengan jiwa, diri dan ego. Nafsu merupakan makhluk Allah yang melekat pada diri manusia. Pada Qatrul Ghaits (cahaya iman) karya Syekh Nawawi Al-Bantani disebutkan ada tujuh tingkatan Nafsu yang perlu kita ketahui, yaitu Ammarah, Lawwamah, Mulhimah , Muthmainnah, Rodhiyah, Mardhiyyah, dan Kaamilah.
Ketiga mengenal diri Qolbiyah. Nafs yang rusak akan berakibat buruk ke dalam qalbu. Jika nafs nya bengis, maka qalbunya akan rusak. Misalkan jika mulut kita rusak atau sakit radang, maka mulut tidak bisa merasakan nikmatnya makanan. Begitu juga dengan qolbu, jika qolbu sakit maka tidak bisamerasakan lezatnya makanan qalbu. Makanan qalbu adalah dzikir dan shalawat. Akibatnya kita tidak bisa merasakan nikmat ibadah, sholat, baca AlQuran dsb.
Tentunya, proses melihat madzhar ini tidak akan mudah. Banyak batuan terjal yang harus dilampaui untuk sampai menuju puncak makrifat. Akan tetapi, seperti kata pepatah “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Pada forum-forum Maiyah, dengan panduan dari Mbah Nun beserta Marja’ lainnya, derasnya badai akan kita hadapi bersama. Kita akan memulai babak baru perjalanan panjang kita di hari Sabtu, 28 Januari 2023. Sampai bertemu di Markas Jama’ah Leseriah, Subontoro, Kebonduren, Ponggok, Blitar.