ME-REPOINTING FREKUENSI KEBERSAMAAN MANUSIA DESA
(Catatan Srawung Suwung antar penggiat Maiyah Dusun Ambengan Lampung)
Setelah bulan lalu pada Senin, 13 Maret 2023 para penggiat Maiyah Dusun Ambengan berkumpul dan melingkar bersama di D’Jazz Coffee, sebagai wujud silahturahmi untuk kesekian kalinya para penggiat internal Maiyah Dusun Ambengan bersilahturahmi kembali di D’Jazz Coffee yang sekaligus kediaman Mas Tomi Andrian, di desa Sukadamai, Kec. Natar – Lampung Selatan, Minggu 09 April 2023.
Mas Tomi sendiri adalah salah satu penggiat Maiyah Dusun Ambengan dan sekaligus pemilik usaha kedai kopi tersebut. Selepas salat tarawih berselang, beberapa kawan mulai berdatangan. Terlihat telah hadir Mas Dika, Mas Naufal, Mas Yuda, ada pula Mas Wage, Cak Tedjo dan Angger.
Seperti menjadi kebiasaan ketika berkumpul, mengalir obrolan-obrolan ringan yang melintir khas banyolan orang desa dan seringkali spontanitas menjadi menu utama cangkruk ketika para penggiat dusun Ambengan berkumpul dan bercengkrama. Tak luput pula di tengah guyonan yang cetar tersebut ditemani kopi hitam, kepulan asap rokok dan beberapa kudapan ringan. Tak lama berselang ada Mas Yona, Mas Habib, dan beberapa pemuda Sukadamai yang turut nongkrong bareng.
Kesadaran yang perlu dijaga ialah bahwa kebersamaan itu sangat perlu di-threatment dan di-repointing terus-menerus guna mengakurasi koordinat bebrayan yang barangkali ter-inteferensi di setiap interaksi horisontal sehari-hari. Metode me-repointing rasa kekeluargaan setiap orang bisa saja tidak harus sama dan masing-masing pasti punya cara yang unik dalam praktik pergaulan sosial setiap hari di masyarakat umum.
Demikian pula dengan para penggiat Maiyah Dusun Ambengani. Dalam cara saling mengekspresikan keakraban baik antar sesama penggiat maupun dengan lingkup yang lebih luas, para penggiat terbiasa dengan pola pergaulan sederhana ala dusun. Di tengah derasnya degradasi sosial masyarakat modern zaman ini, pola tersebut masih menjadi jimat dan cara jitu untuk saling hablum minannas. Sikap blokosuto, obrolan ceplas-ceplos, berdaulat tampil apa adanya serta enjoy dalam setiap interaksi sosial adalah karunia, aset, dan harta yang otentik dari setiap manusia desa.
Perlu diingat selalu bahwa salah satu media yang dapat menjadi konduktor efektif dalam frekuensi pergaulan adalah media musik. Malam itu dengan instrumen akustik yang tersedia di D’Jazz Coffee para penggiat bernostalgia bergembira dengan menyanyikan beberapa nomor lagu mulai dari lagu-lagu Iwan Fals, Padi, Dewa 19, Naff, Boomerang, Naif, dan banyak nomor lagu lain yang mengalir begitu saja tanpa terikat oleh playlist lagu sama sekali.
Terpancar raut wajah dan bahasa tubuh dari masing-masing penggiat semacam melepaskan kegembiraan yang plong. Malam itu pula turut bergembira Mas Yuda Reganata. Ia adalah adalah kawan karib Mas Dika, Mas Tomi dan teman segenerasi. Pria berpostur tubuh atletis itu bertugas sebagai Babinkamtibmas yang menunaikan pelayanan kepada masyarakat di wilayah desa Batanghari, Lampung Timur.
Frekuensi maiyah seketika on-air setiap kali melingkar bersama, seluruh atribut-atribut kelembagaan, almamater jabatan, sekat-sekat kasta, perbedaan rentang usia, hingga keragaman kostum outfit-pun tak menjadi jarak dan masalah sama sekali. Karena kesadaran sebagai manusia adalah yang paling tinggi nilainya. Ketika berkumpul, berbaur, srawung suwung, seluruh pernak-pernik yang tersebut di atas sudah bisa disikapi oleh masing-masing personal, untuk tidak menjadi penghalang sesrawungan, baik ketika reriungan ngopi, saat sedang kongkow, dan setiap saat berinteraksi dengan masyarakat desa yang manusia.
Di tengah cuaca era kecanggihan AI (Artificial Intelegence) belakangan ini, kebanyakan populasi manusia abad 21 ini mudah sekali bergesekan, kadar sensitifitas antar sesama sangat tinggi, senang sekali beradu argumentasi, mudah terpancing untuk saling mengolok-olok di sosial media, hingga euforia saling serang dengan berbagai motif.
Perlu disadari dan diketahui, ternyata tidak sedikit pula di selasar dusun-dusun pedesaan masih terjaga yang namanya rasa solidaritas yang karib, kerukunan antar tetangga, saling berjibaku gotong-royong, dlsb. Yang demikian itulah fakta sosial yang dilakukan setiap hari oleh masyarakat desa, dan secara sangat sadar.
Itulah implementasi real manusia desa dalam menjaga dan merawat kearifan peradaban lokal, juga yang pastinya mengaplikasikan nilai-nilai deso mowo coro, peradaban luhur manusia desa, berkegiatan merdesa. Mulai dari kebiasaan jagongan bareng, sering pula join kopi segelas berdua atau bahkan bertiga, berbagi sebatang dua batang rokok, cangkrukan di prapatan atau di pos ronda sembari mengobrol seputar realitas dinamika desa, dll.
Artinya apa? artinya pola interaksi sosial seperti itulah yang nyatanya menjadikan sebuah circle terasa tanpa batas, tanpa tendensi dan tanpa beban sama sekali. Pola semacam ini masih hidup subur di pedesaan, mulai dari circle internal keluarga, antar teman pergaulan, hingga circle masyarakat antar desa.
Sekalipun obrolan cangkruk malam itu jika dipandang oleh lensa pandang mainstream barangkali tidak berfaedah dan sangat tidak profitable secara matrial sama sekali, namun bagi jalinan silahturahmi antar penggiat Maiyah Dusun Ambengan itulah wujud kesejatian sebagai manusia desa. Yang tetap merdesa, kemudian senantiasa setia dan apa adanya untuk menjalani, melihat, merespons, serta mengambil sikap dalam menjalani berkehidupan yang serba dinamis dan penuh dengan talbis ini.
Sebab, fitrah dan prestasi manusia dalam ilmu Maiyah adalah menjadi manusia itu sendiri secara utuh dengan segala sunnatullah-Nya. Sejurus dengan penerapan nilai-nilai Maiyah, para penggiat Maiyah Dusun Ambengan sebisa mungkin berkomitmen pada diri sendiri untuk fokus dan setia pada kearifan nilai-nilai peradaban desa yang luhur. Mau tidak mau, diakui atau tidak oleh ekosistem manusia kota, formula peradaban desa menjadi sebuah jawaban solutif di tengah karut-marut kenyataan sosial masyarakat juga media sosial yang semakin hari beranjak semakin labil dan tidak menentu ini.
Acara dilanjut dengan santap malam bersama menu nasi goreng dan mie rebus andalan khas D’Jazz Coffee, tak terasa hari sudah berganti Senin, jam menunjukkan pukul 01.22 WIB dan teman-teman kembali pulang ke rumah masing-masing.
Salam Waras. (Red.Maiyah Dusun Ambengan).