MENCARI TELADAN BANGSA 

(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Maiyah Dualapanan Bandar Lampung Edisi November 2024)

Perbincangan tentang kepahlawanan di Indonesia sarat dengan kejadian bersejarah pada 10 November di Surabaya tepatnya tempat jembatan berdarah. Berangkat dari kejadian inilah jasa para pahlawan yang gugur dikenang.Jika momen bersejarah itu dikenang sebagai para pahlawan lalu bagaimana untuk para korban kemanusiaan di Papua? Apakah termasuk juga dalam bagian dari para pahlawan? Dalam setiap peradaban dari zaman ke zaman selalu melahirkan pahlawan pada periodenya.

Pada peradaban yang primitif pahlawan adalah seseorang yang dianggap kuat dan mampu melindungi kelompoknya, baik dari gangguan binatang buas dan atau hal lain yang mengancam. Seseorang yang dianggap pahlawan mampu tampil untuk memimpin kelompoknya. Pada masa sesudah prasejarah kehidupan, manusia yang disebut sebagai pahlawan ialah yang identik dengan perjuangan yang berkaitan dengan kemanusiaan. Siapa saja yang berjuang atas nama kemanusiaan, maka tidak pernah terputus dari perjuangannya dan meninggal dunia masih dalam keadaan berjuang maka dia akan mendapatkan penghargaan berupa gelar pahlawan, yang berarti bahwa gelar pahlawan itu disematkan seseorang yang berjuang, untuk dirinya sendiri, untuk kelompoknya dan untuk kebesaran kelompoknya.

Pada masa peradaban manusia zaman dulu sampai peradaban manusia zaman modern. Perjuangan tidak serta merta ajang untuk menunjukkan kekuatan fisik semata tetapi lebih dari itu yaitu kekuatan gagasan pemikiran dan proses menemukan satu teori pembaharuan yang berguna

bagi peradaban manusia, maka ia pun layak dianggap sebagai pahlawan. Berbeda dengan zamans sebelumnya yang mana dalam tataran dunia sebelumnya, pahlawan itu ditunjukkan pada heroisme peperangan. Siapa yang memimpin peperangan baik di zaman para nabi dan rasul, zaman kerajaan-kerajaan di dunia dan kerajaan-kerajaan di Indonesia yang tampil ebagai pahlawan adalah ia yang ditunjuk menjadi panglima dan bisa memenangkan peperangan.

Adakalanya  dalam sebuah perjuangan peperangan mengakibatkan sampai meninggal dunia, maka yang mengalami kematian di medan peperangan akan mendapat gelar pahlawan pada zamannya. Ironisnya dengan pahlawan masa kini, bahwa gelar pahlawan tidak langsung disematkan, melainkan harus ada usulan dari keluarga atau usulan dari masyarakat kepada pemerintah. Dalam hal ini terseleksi oleh Kementerian Sosial, setelah Kementerian Sosial merekomendasi maka pemerintah baru akan menetapkan orang yang diusulkan menjadi pahlawan. Mereka yang berjuang pada tahun awal kemerdekaan saat mempertahankan kemerdekaan pada era orde lama, orde baru dan orde reformasi diusulkan untuk menjadi pahlawan tapi tergantung dari pada usulan itu dengan fakta-fakta kontribusi yang ada yang menjadi indikator keputusan pemerintah untuk “ya atau tidak” seseorang dianggap menjadi pahlawan.

Lihat juga

Sampai saat ini baik dari kalangan masyarakat dan keluarga sedang mengusulkan pendiri Republik Indonesia, presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno untuk mendapatkan gelar pahlawan, walaupun dari pihak keluarga dan anak-anaknya telah mengusulkan tapi belum pernah tercapai hal tersebut dan mengindikasikan kepentingan politik pada era tersebut, menyulitkan Presiden Soekarno untuk mendapatkan gelar pahlawan begitu pula yang sedang berjuang dari pihak keluarga maupun simpatisan presiden kedua yaitu bapak Soeharto dengan predikat yang mentereng, bahkan sampai Jenderal besar dan juga gelar Bapak Pembangunan tetap harus diusulkan ke pemerintah. Dan sampai saat ini pun belum ada realisasinya untuk mendapatkan gelar pahlawan, begitu pula Abdurrahman Wahid sebagai Bapak pluralisme Indonesia malah gelar pahlawan tersebut disematkan bukan dari dalam negeri malah dari luar negeri, Begitu juga yang terjadi kepada bapak B.J Habibie menjadi pahlawan Indonesia yang meletakkan dasar teknologi di Indonesia. Seharusnya dia juga mendapatkan gelar kepahlawanan namun dikarenakan adanya kepentingan politik Timor-Timur dan lain sebagainya sehingga sampai saat ini masih menyebabkan kesalahpahaman, begitu pula presiden-presiden selanjutnya.

Hal ini menjalani pemahaman bersama, ternyata gelar pahlawan itu tidak semudah yang dibayangkan, melainkan harus ada perjuangannya, dan menjalani hidup tanpa ada cacat atas sesuatu apapun, yang membuat dirinya cacat secara kelembagaan, secara kenegaraan maupun secara politik, secara kepercayaan perilaku dan kearifan lokal atau hukum adat itu sendiri. Gelar pahlawan bisa disematkan pada orang-orang yang mendapatkan predikat tertentu namun bagi kita orang awam gelar pahlawan adalah gelar begitu tinggi atas pengorbanan seseorang dalam membela kemanusiaan, dalam membela bangsa dan tanah airnya sehingga dia muncul sebagai orang yang hadir untuk menyelamatkan bangsa dan negara sehingga layak menjadi pahlawan.

Sejalan dengan hari pahlawan, di seluruh Indonesia di masing-masing provinsi terdapat tempat yang bernamanya Taman Makam Pahlawan. Taman Makam Pahlawan tersebar di seluruh Indonesia, khususnya di provinsi-provinsi artinya apa ? pejuang kemerdekaan dan para pejuang pada tugas kenegaraan yang gugur dalam kontak senjata dan lain sebagainya, begitu juga tanpa diskriminasi pada TNI-POLRI yang bertugas dan meninggal dunia karena tugasnya maka sudah seharusnya memperoleh gelar pahlawan dan erat kaitanya dengan stratifikasi sosial, terdapat dari lapisan-lapisan sosial itu sendiri yang memang berasal dari keturunannya orang yang unggul, dari kalangan keagamaan sangat dihormati dan dalam tataran militer TNI Polri harus punya predikat kepangkatan yang tinggi. Jika demikian maka yang lebih layak untuk mendapatkan gelar pahlawan ialah yang mengabdikan dirinya untuk negara, bangsa, kebaikan umat manusia baik dari penemuan-penemuan yang bisa memberi kebermanfaatan umat manusia melalui ilmu dan teori-teorinya bisa diaplikasikan dalam kehidupan nyata dan bermanfaat untuk seluruh manusia tanpa diskriminasi itu adalah sikap pahlawan.

Sebelumnya menjelang masa transisi kepemimpinan dari Jokowi-Ma’ruf menuju Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran seakan ada tukar tambah politik terhadap kekuatan keluarga politik yang berasal dari para pendiri bangsa dan para presiden terdahulu, hal tersebut diinisiasi oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) resmi mencabut nama Sukarno, Soeharto, dan Gus Dur dari Ketetapan (Tap) MPR. Terkait hal tersebut, MPR juga mengusulkan agar Sukarno, Soeharto hingga Gus Dur untuk diberikan gelar pahlawan nasional. (TAP) MPR terkait Sukarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah resmi dicabut oleh MPR RI.

1. Pencabutan Tap MPR Soal Soekarno

Berdasarkan kesepakatan pada Rapat Pimpinan MPR tanggal 23 Agustus 2024, Pimpinan MPR telah menegaskan bahwa sesuai pasal 6 TAP Nomor I/MPR/ 2003 tentang Peninjauan Materi dan Status Hukum Seluruh TAP MPRS dan TAP MPR mulai tahun 1960 sampai 2002, TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 telah dinyatakan tidak berlaku lagi. Sehingga, tuduhan pengkhianatan terhadap Soekarno telah digugurkan demi hukum oleh Keputusan Presiden Nomor 83/TK/2012 tentang Gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 25 huruf e UU Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Ketua MPR RI ke-16 Bambang Soesatyo telah menyerahkan Dokumen Surat Pimpinan MPR RI yang ditandatangani 10 pimpinan MPR kepada Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas dan Ahli Waris Keluarga Besar Presiden Sukarno.

2. Pencabutan Tap MPR Soal Soeharto

MPR RI juga mencabut nama Soeharto dari Ketetapan (Tap) MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang perintah untuk menyelenggarakan yang bersih tanpa korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna sidang akhir MPR RI periode 2024-2029. Hal ini menindaklanjuti surat dari Partai Golkar per 18 September 2024. Ia mengatakan, meski MPR menyepakati nama Soeharto dicabut, status hukum Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998 tersebut dinyatakan masih berlaku oleh Tap MPR Nomor I/MPR/2003.

3. Pencabutan Tap MPR Soal Gus Dur

Hal yang sama juga berlaku untuk Tap MPR terkait Gus Dur. Tap MPR nomor II/MPR/2001 tentang pertanggungjawaban presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kedudukannya resmi  tak berlaku lagi.Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebelumnya mengajukan permohonan kepada Pimpinan MPR untuk menerbitkan surat penegasan administratif bahwa Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban atau Pemberhentian Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sudah tidak berlaku lagi. Ketua Fraksi PKB MPR RI Jazilul Fawaid mengatakan surat penegasan tersebut diperlukan untuk memulihkan nama baik Gus Dur. Sebab, TAP MPR tersebut secara otomatis tidak berlaku lagi dengan adanya TAP MPR RI Nomor I/MPR/2003 mengenai Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai tahun 2002. MPR mendorong mantan presiden RI seperti Sukarno, Soeharto hingga Gus Dur untuk diberikan penghargaan yang layak sesuai dengan undang-undang sebagai pahlawan nasional.

Namun upaya tersebut tidak terbatas dengan pemulihan nama baik saja namun ada usulan ketiga tokoh tersebut akan diusulkan sebagai Pahlawan Nasional namun kriteria yang bagimana yang bisa menjadikan seseorang itu disebut sebagai seorang pahlawan Maka Penggiat Maiyah Dualapanan pada edisi oktober 2024 ini mengangkat tema “Mencari Teladan Bangsa” mengajak para sedulur, anak cucu Maiyah dan anak bangsa generasi penerus untuk mentadabburi nilai-nilai Maiyah dalam forum sinau bareng Maiyah Dualapanan yang akan dilaksanakan pada tanggal 28 November 2024 pukul 20.00 WIB, di panggung terbuka halaman SMP SMA Al Husna Kompleks Ponpes Al-Muttaqien Pancasila Sakti Kemiling Bandar Lampung.

(Redaksi Maiyah Dualapanan)

Lihat juga

Back to top button