MAIYAH IS RESPECTFUL MIND

Usai Sinau Bareng di GOR Wahana Ekspresi Pusponegara Gresik, Mbah Nun menyempatkan diri datang ke Kayoon Heritage Surabaya. Pak Dudung, Mas Aminullah, Lik Ahid, dan Mas Hari Widodo menyambut kedatangan beliau. Teman-teman BBW yang lain pun segera bergabung.

Turut hadir Pak Darmaji, Dosen ITS, dan Pak Muhammad Nuh (mantan Rektor ITS Surabaya dan mantan Menkominfo dan Mendikbud RI). Beliau bertiga beserta beberapa sesepuh Bangbang Wetan ngobrol asyik di ruang transit. 

Pertemuan ini pun akhirnya menjadi semacam acara “Ngopi dan Ngobrol Santai” yang berlangsung malam itu di ruang belakang beralaskan karpet abu-abu. 

Mewakili teman-teman, Mas Aminullah menyampaikan terima kasih, terutama kepada Mbah Nun, yang berkenan hadir datang ke Kayoon menyambangi teman-teman jamaah BBW. 

Belajar Ud’u ilaa Sabiili Rabbik

Mas Aminullah berharap teman-teman yang hadir bisa memetik hikmah untuk dijadikan penerang kita dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Kata ‘hikmah’ ini mendapatkan respons dari Mbah Nun. 

Mbah Nun membincang hikmah dengan bersandar pada Surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi, “ud’u ilaa sabiili rabbika bilhikmati waalmaw’idlati hasanati wajaadilhum biallatii hiya ahsan…”. Ud’u mengandung arti panggillah. Sebagian orang mengartikan berdakwah berarti memanggil orang yang belum Islam untuk masuk Islam. Mbah Nun mengajak kita meluaskan pemahaman kita terhadap kata ’memanggil’. Memanggil itu misalnya pada proses menanak nasi, beras kita masak menjadi nasi. Beras kita panggil (olah dan masak) menjadi nasi. 

Peristiwa dipanggil, memanggil, dan terpanggil menurut Mbah Nun itu sangat banyak. Tidak hanya urusan berdakwah dan pengajian, tetapi urusan apa saja. Kita yang sedang jomblo mencari jodoh yang pada akhirnya kita mendapatkan jodoh yang tepat, itu sebenarnya juga termasuk proses memanggil. Memanggil jodoh dari semula tiada menjadi ada. 

Kalau mendengar kalimat ud’u ilaa sabiili rabbika, Mbah Nun meminta tolong supaya kita bisa seluas-luasnya mengartikan sabili rabbika tidak sebatas masuk Islam, karena jalan yang ditentukan oleh Allah itu banyak. Misalnya kita memilih makan a tidak makan b, itu juga bentuk jalan Allah yang mengantarkan kita pada pilihan yang baik. Termasuk urusan sekolah, pekerjaan, dan teman yang kita diantarkan untuk memilih. Menurut Mbah Nun sebenarnya itu peristiwa sabiili rabbik. 

Acara santai tadi malam terasa sangat cair. Teman-teman menyimak dengan saksama, seakan tidak mau melewatkan momen ngobrol santai bersama Mbah Nun dan Pak Nuh. 

Belajar Bilhikmah walMau’idlati Hasanah

Berikutnya, Mbah Nun menjelaskan tentang kata hikmah, pada ayat ud’u ilaa sabiili rabbika bilhikmah, Allah tidak menyebut bilhaq karena haq itu kebenaran. Kalau kita melakukan atau memindah sesuatu ke sesuatu yang lain, misalnya ketika kita membeli bakso, kita memanggil bakso untuk kita makan melalui mulut, dan penjual bakso memanggil uang yang kita bayarkan untuk dimasukkan ke kotak uangnya, itu juga peristiwa memanggil.

Peristiwa memanggil berlaku dalam semua hal, karena hidup ini isinya hijrah. Setiap hari urusan kita hijrah, dari mempunyai jodoh, rumah, dan sekolah. Memanggil adalah berpindahnya sesuatu ke sesuatu yang lain. 

Allah mengatakan kalau kita melakukan sesuatu dalam peristiwa memanggil itu harus bilhikmah. Misalnya dari kita belum menikah menjadi menikah, belum mempunyai rumah menjadi punya rumah, serta belum Maiyahan menjadi Maiyahan itu sebaiknya kita lakukan bilhikmah. Hikmah itu berasal dari kata hukum, dan yang paling adil dalam suatu hal tetesannya bernama hikmah. Jadi, tetesan dari kondisi sesuatu hal yang paling esensial bernama hikmah.

Termasuk, hukuman bagi terpidana itu sebenarnya bentuk hikmah. Maka, ketika kita menempuh segala sesuatu haruslah dengan hikmah. Kalau bilhaq benar tetapi belum tentu pas. Benar itu belum tentu benar bagi orang lain, sebab bisa saja benar menurut kita belum tentu benar menurut orang lain. Benar juga harus dibarengi dengan baik. Benar dan baik itu juga belum cukup, harus dilengkapi dengan bijaksana, sampai ke tingkat bilhikmah.

Harapan Mbah Nun, yang diobrolkan kalau bisa bilhikmah. Kita tidak terlalu mengandalkan apa yang kita pikir benar dan baik, karena ada yang lebih dari itu yang berasal dari tetesan kebenaran, kebaikan, dan kebijaksanaan serta apapun saja, yang Allah sendiri menunjukkan bilhikmah walmau’idlati hasanah. 

Hikmah yang kita dapatkan, kemudian kita share dan bagi dengan mau’idlah hasanah, mau’dlah menurut Mbah Nun mengandung arti pelimpahan atau transformasi sesuatu harus secara hasanah.  Arti hasanah misalnya kalau kita belajar, kita melakukannya dengan cukup detail. 

Selama ini kebanyakan orang belajar tentang bilhikmah kurang detail. Di Maiyah kita diajak belajar detail. Kalau berbicara bilhikmah urusannya bukan hanya bilhikmah saja, melakukan bilhikmah itu karena tidak cukup dengan bilhaq apalagi bilkhair. Baik dan benar saja tidak cukup, harus dengan kebijaksanaan. 

“Apapun saja kita himpun, lalu kita bijaksanai,” tegas Mbah Nun

Mbah Nun berharap misalnya ketika kita melihat Maiyah. Kita ikut Maiyah serta bertemu Maiyah itu mau kita bawa, pindah, dan panggil untuk keluarga, jodoh, masyarakat, maupun negara, haruslah dilakukan dengan bilhikmah. 

Macam-macam Pola Pikir

Pak Muhammad Nuh melengkapi apa yang Mbah Nun sampaikan mengenai spirit kita dalam terus belajar. Teman-teman tampak asyik menyimak sambil nyruput wedhang kopi.

Pak Nuh mengatakan bahwa apa yang kita hadapi yang jelas dan sangat jelas ke depan lebih ruwet. Kompleksitasnya naik dan complicated-nya juga naik. Kompleksitas itu variabelnya tambah banyak, yang berarti semakin kompleks, kalau complicated itu memang sejati perkaranya sudah rumit. 

Pak Nuh mencoba menjelaskan dengan logika yang mudah dipahami bahwa kalau hidup ini tambah lama tambah gampang, ilmu tidak berkembang. Kalau masalah yang kita hadapi sekarang ini bisa ditangani oleh ilmu kelas S1, karena ke depan lebih gampang, maka cukup kita gunakan ilmu anak SMA untuk menyelesaikan masalah ke depan yang semakin gampang. Tetapi karena ke depan permasalahan hidup tambah rumit, maka ilmu terus berkembang. 

Dari situlah, kata hikmah yang disampaikan Mbah Nun, menurut Pak Nuh tidak berdiri sendiri. Kata hikmah yang disampaikan Mbah Nun itu ada fungsi waktu dan konteksnya, sehingga makna dan substansi dari suatu hal itu bisa kita dapatkan. 

Karenanya, yang perlu dibangun pertama kali adalah pola pikir disciplined mind. Disciplined mind adalah pola pikir yang dasarnya adalah disiplin ilmu pengetahuan. Orang ekonomi melihat apa saja dari perspektif ekonomi. Hal itu tidak salah, tetapi kalau berbicara ilmu, maka harus berkembang. Suatu hal tidak bisa hanya didekati dengan satu disciplined mind, oleh karena itu ada synthesizing mind.

Synthesizing mind adalah pola pikir yang mengawinkan antar disiplin ilmu. Satu perkara tidak bisa dilihat dari satu aspek saja. Contoh kasusnya adalah masalah kemiskinan yang tidak bisa hanya dilihat dari aspek ekonomi, tetapi juga dari aspek sosiologi, aspek kesehatan, serta semua aspek. 

Namun, sayangnya lagi, ilmu yang sudah ada belum bisa menjawab, karena perkaranya perkara baru dan ilmunya belum ada. Contoh kasusnya adalah masalah sekarang yakni cyber security, sedangkan dua atau tiga puluh tahun yang lalu tidak ada. Menjawab hal itu, Pak Nuh menggunakan pendekatan ilmu Matematika tentang bilangan riil dan imajiner. Bilangan rill larinya ke phisycal, sedangkan bilangan imajiner itu ke cyber. Dalam perspektif agama, bilangan riil itu alam syahadah, sedangkan bilangan imajiner itu alam ghaib. 

Teknologi digital sudah mampu menjelajah wilayah ghaib. Wilayah ghaib itu misalnya ada malaikat. Dulu, di wilayah ghaib atau cyber ini belum ada penduduknya. Sekarang sudah ada penduduknya yang bernama penduduk digital. Sekarang orang sudah pada bermigrasi ke wilayah digital. Perkara baru yang belum ada ilmunya diperlukan pola pikir creating mind. creating mind ialah pola pikir yang menciptakan dan menjawab persoalan-persoalan baru, karena ilmu yang ada belum siap menjawab perkara yang baru. Dan biasanya perkara baru muncul duluan, setelah itu baru ilmunya. Kalau kita mempelajari, kompleksitas sosial itu lebih cepat jalannya dibandingkan kapasitas kognitif kita.

Karena perkara muncul lebih awal, dan ilmu pemahaman kita muncul belakangan, budaya terus belajar yang dilakukan di Maiyah mau tidak mau harus terus kita lakukan. Budaya terus belajar yang kita lakukan di Maiyah merupakan ciri khas manusia modern. Spirit dan semangat belajar yang dilakukan Jamaah Maiyah mendapat apresiasi penuh dari Pak Nuh. 

Maiyah mengajak kita belajar mengetahui sesuatu, belajar bisa mengerjakan sesuatu, belajar menjadi sesuatu (memiliki profesi tertentu), belajar hidup bersama, serta belajar cara bagaimana bisa belajar. 

Risiko yang kita hadapi ketika kita sudah memiliki creating mind adalah ketika menjawab sesuatu perkara baru sudah pasti berbeda. Karena adanya perbedaan itu menimbulkan pertengkaran. Oleh karena itu perlu dikembangkan lagi pola pikirnya menjadi respectful mind. Respectful mind adalah pola pikir bagaimana kita bisa menghormati perbedaan. 

Menurut Pak Nuh, Mbah Nun adalah salah satu simbol tentang kekuatan mayungi dan ngemong keragaman perbedaan. Menghormati perbedaan itu mahal harganya. Kalau seseorang bisa mayungi perbedaan, di mana-mana orang yang memayungi itu lebih luas dari yang dipayungi. Sehingga, ilmu orang yang memayungi itu lebih besar dari orang yang dipayungi. 

Mbah Nun merespons Pak Nuh perihal respectful mind, bahwa jika kita mau melihat lebih luas, Maiyah sudah melakukan pola pikir respectful mind, karena Maiyah mampu menampung perbedaan, siapa dan apapun saja boleh masuk di dalamnya, dengan manajemen interkasi bilhikmah atau kebijaksanaan di antara Jamaah Maiyah. 

“Nikmatilah Maiyah dengan semua detailnya dengan spektrum nilai, algoritma, serta al-khawarizmi-nya. Al-khawarizmi itu maksudnya kita nikmati dengan sedemikian rupa tetapi tetap kita letakkan di hati dan pikiran kita, yang output-nya adalah kebijaksanaan dan kasih sayang, keprihatinan terhadap sesama, tidak tega terhadap orang yang menderita, selalu sayang kepada siapapun. Jadi kita meniru sifat Rasulullah menurut Allah,” pesan Mbah Nun.  

Ngobrol santai bersama Mbah Nun dan Pak Muhammad Nuh dipuncaki dengan bersholawat bersama yang dipimpin oleh Gus Lutfi. 

Surabaya, 26 November 2022

Lihat juga

Back to top button