RASA SYUKUR PEDAGANG KAKI LIMA DI PADHANGMBULAN

Malam itu (19/10/2024) saya bersama istri hadir di Menturo, Sumobito, Jombang— tempat majelis ilmu Padhangmbulan. Padhangmbulan merupakan kawah candradimuka simpul Maiyah se-Nusantara. Malam itu Padhangmbulan tengah mensyukuri milad ke-31 tahun. Acaranya cukup meriah.

Dapoer Seni Jogja mempersembahkan sebuah karya teater dengan lakon “The Jongos”. KiaiKanjeng mempersembahkan nomor musik puisi karya Mbah Nun. Salah satunya nomor Jalan Sunyi. Juga membawakan nomor lagu Padhang bulan karya Franky Sahilatua yang liriknya ditulis oleh Mbah Nun. Mas Doni mengomando jamaah untuk menyalakan flashlight gadgetnya untuk memperindah suasana mengiringi nomor Padhang Bulan ini.

Sementara itu, Cak Saiful mengingatkan kembali ajakan Mbah Nun di dalam setiap maiyahan adalah untuk sanggup menjadi manusia. Karena kalau seseorang sudah sanggup menjadi manusia maka nafsu kekuasaan dan kebinatangan yang membawa pada jurang kehinaan bisa dikendalikan. Manusia itu tidak mempunyai kepentingan selain menjaga nilai kebersamaan dan bekerja sama untuk mengaktualisasi keahlian dari masing-masing manusia.

Tidak ada latar belakang agama atau golongan untuk bisa memanusiakan manusia. Cukup memegang teguh nilai dsn ketulusan hati untuk bekerja sama silaturahmi antar manusia terjalin seperti yang dicontohkan Mbah Nun kepada para seniman Jogja yang bersahabat dari masa Kadipaten, Patangpuluhan, Kasihan, Kadipiro sampai sekarang.

Semua seniman Dapoer Seni Jogja melaporkan ketersambungannya dengan Mbah Nun. Bahwa Mbah Nun itu orangnya total dan etos kerjanya tinggi.

Mbah Nun mempunyai idiom “Hutang-Hutang Kebudayaan”, yakni jika tidak melakukan pekerjaan yang semestinya dilakukan. Itu yang membuat Mbah Nun produktif, dari menulis esai, puisi, naskah drama dan teater, berkesenian bersama KiaiKanjeng dan mengisi forum pengajian Sinau Bareng.

Cak Adil Amrullah yang menjadi penggagas lahirnya Padhangmbulan bercerita bahwa suatu ketika beliau berkata ke Mbah Nun bahwa yang besar dalam diri Mbah Nun itu F (figur)-nya daripada N (nilai)-nya. Seiring berjalannya waktu, diri nilai pada Mbah Nun mengalahkan diri figurnya. Sehingga ketika ada orang yang bersentuhan dengan Mbah Nun atau mendengar kata Mbah Nun yang diingat adalah nilainya.

Misalnya ketika ingat kata Mbah Nun, ingat kebersamaan yang merangkul semua golongan sampai etos kerja beliau yang menjadikan Mbah Nun produktif. Belum lagi ingat “Ngegas-ngerem, kebenaran letaknya di dapur, yang disuguhkan di ruang tamu adalah kebaikan kita”. Dan banyak pendaran nilai yang diingat dan dipegang teguh masing-masing jamaah.

Kalau saya sendiri ingat nilai membiasakan menulis sebelum dan ketika bangun tidur. Mas Helmi membahasakan kebiasaan Mbah Nun yang tanpa henti menulis itu sebagai menyambut dan memetik hidayah.

KiaiKanjeng mempersembahkan perform cukup apik. Terutama pada nomor Jalan Sunyi yang terasa magis. Sayangnya, saya tidak sampai tuntas menyaksikan KiaiKanjeng perform. Saya mengantarkan istri untuk mencari bakso karena perut kami keroncongan. Kami menuju penjual bakso dekat gapura pintu masuk Desa Menturo. Kami memesan dua mangkok bakso.

Di sela-sela penjual sedang mempersiapkan pesanan saya, ada pedagang perempuan yang sedang mengembalikan mangkok bakso yang dipesannya. Dari momen itu lahir percakapan yang intinya bersyukur karena dagangannya laris manis.

Kedua pedagang itu saling mengungkapkan rasa syukur. Pedagang wanita yang mengembalikan mangkok menambahkan cerita kalau dari pagi beliau muter-muter Jombang menjajakan dagangannya tidak kunjung laku. Untung beliau malam itu jualan di milad 31 tahun Padhangmbulan. Dagangannya jadi habis.

Kedua pedagang tersebut puas dan bersyukur. Saya yang menyimak obrolan itu sambil nunggu pesanan bakso saya jadi berpendapat bahwa nilai dan keberkahan Padhangmbulan tidak hanya didapatkan jamaah Maiyah yang hadir tapi juga pedagang yang berjualan.

Mereka memegang nilai syukur serta ingat kepada Allah karena dagangannya laku. Mereka mendapatkan nilai syukur dari resonansi keberkahan yang istiqamah diusahakan oleh Padhangmbulan dan simpul Maiyah yang lain dengan terus berpegang nilai Allah melalui Islam dan bersholawat kepada Rasulullah.

Saya juga ikut bersyukur ketika melihat kedua pedagang itu bersyukur. Betapa berkah Allah menyebar tanpa pandang bulu. Semua dapat jatah asal berpegang teguh pada nilai Allah.

Surabaya, 21 Oktober 2024

Lihat juga

Back to top button