INCIDENCE TO BEDSIDE

Hari ke-2 dari rangkaian pertemuan ini diawali dengan sarapan buah yang dicampur dengan yoghurt (susu yang diasamkan). Tak lupa kopi pahit sebagai pelengkap. Semacam kopi yang ada di kafe-kafe itu, lengkap dengan syrop-syropnya. Kopi yang membuat segera melek. Karena, begitu selesai shalat subuh tadi langsung berangkat dari hotel menuju gedung Marlo Thomas yang berada di kompleks RS. Sambil sarapan, ngopi sambil haha hehe dengan teman-teman sesama di bidang kanker anak.

Carlos mengawali sesi ini dengan menyampaikan rangkuman pertemuan hari pertama kemarin. Apa yang penting, bagaimana rancangan ke depannya, bagaimana riset yang bisa dirasakan manfaatnya langsung oleh pasien. Kira-kira begitulah garis besarnya yang disampaikan. Tidak lupa Carlos juga menyapa secara komplet dengan

Good morning, good afternoon, and good evening’ karena acara ini juga diikuti secara daring oleh peserta di seluruh dunia.

Hari ini  ada beberapa panelis yang akan berbicara. Ada kawan dari Afrika Selatan yang membahas tentang sakit, atau tepatnya ‘rasa sakit’ (pain), bagaimana mengelolanya. Rasa sakit itu sendiri mesti dikelola dengan baik. Apalagi rasa sakit yang dialami anak-anak. Anak-anak tidak boleh merasakan sakit. Apapun itu. Apakah karena penyakitnya atau karena tindakan-tindakan yang berhubungan dengan pengelolaan penyakitnya (apakah tindakan diagnosis maupun terapi).

Ada skor rasa sakit yang berskala 1-10. Tentu pada anak-anak terutama yang masih belum paham angka, ditunjukkan dengan gambar muka yang mengkespresikan rasa sakit. Skala ini menentukan pengelolaan rasa sakit, termasuk jenis obat yang akan diberikan. Apabila obat yang diberikan tidak tepat, jenis dan dosisnya, maka akan mempengaruhi pengelolaan selanjutnya. Peran orang tua juga sangat besar dalam treatment rasa sakit. Biasanya orang tua juga ikut cemas apabila anaknya kesakitan. Kecemasan yang dialami dan ditangkap oleh anaknya akan memperlama proses penyembuhannya, begitu papar dr. Camy Kopassamy dari Afrika Selatan.

Sedangkan Lilian, dari Mexico, mempunyai penelitan tentang ‘golden hour’ (waktu emas). Pada penelitian ini yang dimaksud dengan golden hour adalah waktu pemberian antibiotik pada penderita kanker anak yang dicurigai terkena infeksi. Yang dihitung adalah jarak antara pasien kontak dengan dokter sampai diberikannya antibiotik. Baik yang diminum maupun antibiotik yang masuk lewat suntikan atau infus. Ini menjadi sangat penting karena pada anak-anak yang menderita kanker yang sedang mendapat kemoterapi, akan berefek pada turunnya daya tahan tubuh, termasuk dalam melawan infeksi bakteri. Bakteri berkembang dalam tubuh yang diinfeksinya sangat cepat. 1 menjadi 2, 2 menjadi 4, 4 ke 16, dan seterusnya. Maka kecepatan pemberian antibiotik menjadi krusial. Antibiotik kejar-kejaran dengen kecepatan pertumbuhan bakteri.

Giliran Tricia, teman dari Philipina, yang memaparkan usahanya dalam membalik situasi pada retinoblastoma (kanker mata). Tricia berhasil membuat kanker mata yang tadinya banyak didapat sudah dalam keadaan berat (stadium 3 dan 4), sekarang dengan usaha kampanye deteksi dininya maka kanker mata banyak didapat dalam keadaan yang belum parah (stadium 1 atau 2).

Begitulah paparan atas usaha-usaha yang telah dilakukakan kawan-kawan di negara negara tersebut, Afrika selatan, Meksiko dan Philipina. Tentu mereka tidak sendiri dalam melakukan usaha-usaha itu. Ada kolaborasi di balik itu semua.

Dalam pertemuan ini ada banyak pihak yang diundang. Tidak hanya melulu dokter ahli kanker anak, akan tetapi semua pihak yang berperan dalam mengelola kanker anak. Dr. Yuliya dari Ukaraina, sorang dokter tetapi berusaha dalam penggalangan dana. Beliau menceritakan usahanya bagaimana agar anak-anak yang menderita kanker yang masih dalam kemoterapi, masih tetap mendapatkan pengobatan kanker, di tengah perang yang berkecamuk di sana. Sesi ini mendapat perhatian khusus. Selain itu ada dr. Amon, seorang ahli bedah anak yang berasal dari Zambia, yang datang dan memberi gambaran bagaimana tumor padat di sana yang membutuhkan tangannya. Dr Amon datang bersama dengan kepala perawatnya yang juga memaparkan pengalamannya.

Lhaaa dari Indonesia mana? Ternyata saya tidak sendiri, ada kawan dari Bandung, dr. Riyadi, beliau bergerak dalam bidang infeksi anak. Seorang dokter konsultan muda yang berbakat sekaligus lucu dalam presentasinya. Juga ada Bu Pinta Manulang, adalah sosok dari LSM yang lebih spesifik bergerak di bidang retinoblastoma. Ada sesi khusus untuk teman-teman dari LSM ini, diberi pendampingan bagaimana mengumpulkan dana, mengelola. Tentu saja foundation utama di sini yang memberikan semuanya itu. Dengan pengalamannya, ALSAC (lembaga sosial, orang Amerika keturunan Arab) yang menjadi penyokong utama RS St Jude ini, memberikan ilmunya. Pengalaman yang telah diperoleh selama puluhan tahun ditularkan kepada kawan-kawan LSM yang berkesempatan hadir di acara ini.

Hari kedua ini berakhir jam 18.00. Kalau di daftar acara adalah acara bebas. Tetapi acara saya tidak bebas. Saya diundang makan malam, oleh kawan baru, yang bermukim di Memphis ini, dia adalah Andi, orang Bugis yang bekerja di Memphis.

Lihat juga

Back to top button