DOA YANG BER-RIMA
(Catatan Perjalanan Maiyah di Bumi Mojopahit, Lapangan Perumahan Bumi Mojopahit Asri, 5 November 2022)
Sabtu, 5 November 2022 lalu, aku tertakdirkan untuk mendengarkan suara Mbah Nun secara LIVE, di sebuah sudut sunyi Kerajaan Majapahit yang dimensinya berubah-ubah, ulang-alik, antara masa lalu dan masa kini. Seolah mimpi, namun aku masih bisa merasakan kakiku kesemutan duduk berlambarkan kertas bungkus snack warna kuning yang kubeli dari tukang asongan di pinggir lapangan tempat Maiyahan malam itu. Seolah tidur, namun aku masih bisa mendengar derai tawa rombongan remaja tanggung di sisi kiri belakangkku sehabis shalawatan.
Kerinduanku pada sebuah kendurian besar masyarakat commuter Jakarta bernama Kenduri Cinta 97,5% terobati. Alhamdulillah. Haru biru menyaksikan manusia-manusia segala usia tumpah ruah di lapangan luas perumahan di samping Pararaton Coffee Space, Bumi Mojopahit Asri, Mojokerto. Mereka ambyuk dan ngalap berkah. Cahaya-cahaya berpendaran terbit dari masing-masing jiwa. Keindahannya melebihi seribu kunang-kunang yang kuandaikan ikut berkumpul di lapangan rumput malam itu.
What you seek is seeking you. Rumi.
Apa yang kau cari, sedang mencarimu juga.
Masa remajaku ada di sebuah kota kecil yang bisa digolongkan sebagai kota santri. Aku termasuk ‘orang biasa’ yang bukan berasal dari kalangan pesantren atau berada di lingkungan pesantren. Sebagian orang malah menyebut keluarga kami sebagai golongan setengah priyayi, bukan golongan santri. Aku tidak mengaji khusus di pesantren sebagaimana banyak teman-temanku yang lain, melainkan hanya setoran bacaan Al Qur’an kepada Bapak tiap selepas sembahyang Maghrib. Di masa itu, aku menuliskan sendiri dengan tulisan tangan di buku supermungil-ku, doa-doa yang aku kutip dari Al Qur’an. Salah satu dari daftar doa yang menjadi favoritku adalah ini:
Robbi anzilni munzalan mubarokan wa anta khairul munzilin.
Favorit, sebab doa ini memiliki rima. Seperti puisi. Seperti mantra. Dan yang pasti sebagaimana doa-doa yang lain yang ada di Kitab Suci mana pun, ia memiliki makna yang indah.
“Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah Sebaik-baik Pemberi Tempat.” Surat Al Mu’minun ayat 29.
Malam itu, Mbah Nun mengajak semua yang hadir di tempat indah bernama Bumi Mojopahit Asri itu untuk melangitkan doa itu berulang kali.
***
Setidaknya doa Nabi Nuh itu dilangitkan oleh Mbah Nun sebanyak tiga kali sejauh yang bisa kusimak.
Pertama di awal pertemuan sebelum Kidung Pambuko khas Kyai Kanjeng:
“Tak dongakno awakmu kabeh oleh Allah dikei nggon sing berkah.
Mbuh omahmu, mbuh penggaweyanmu, mbuh paranmu nang ngendi-endi, karo Allah selalu dibimbing untuk menuju tempat dan manggon di tempat yang diberkahi Allah SWT.
Dongane: robbi anzilni munzalan mubarokan wa Anta khairal munzilin.
Ya Allah, Sampeyan kabulaken anak-anak kulo niki ikhlas kabeh atine, mboten nduwe menopo-menopo kejobo tresno kalih Kanjeng Nabi, tresno kalih Allah dan nyambut gawe, beriman dengan takwa dan kerja keras yang luar biasa.
Amin Ya Robbal Alamin.
Al Fatihah.”
“Kudoakan kalian semua oleh Allah diberi tempat yang berkah.
Apakah itu rumahmu, apakah itu pekerjaanmu, apakah itu tempat bepergianmu dimana pun juga, oleh Allah selalu dibimbing untuk menuju tempat dan bertempat/singgah di tempat yang diberkahi Allah SWT.
Doa-nya: robbi anzilni munzalan mubarokan wa Anta khairal munzilin.
Ya Allah, Engkau Kabulkanlah anak-anak hamba ini semuanya (semoga) ikhlas hatinya, tidak memiliki apa-apa kecuali kecintaan kepada Kanjeng Nabi, cinta kepada Allah dan bekerja, beriman dengan takwa dan kerja keras yang luar biasa.
Amin Ya Robbal Alamin.
Al Fatihah.”
Kedua, sebagai pengantar bagi “Doa untuk Nusantara”:
“Jadi ini (adalah) doa untuk nusantara. Saya bukan mau ngrubah Indonesia. Ndak. Tapi mudah-mudahan Allah memandu kita semua bangsa Indonesia menuju tempat yang sebaik-baiknya, menuju zaman yang sebaik-baiknya, menuju kesejahteraan yang sebaik-baiknya, menuju rahmat dan berkah Allah yang setinggi tingginya. Ngono yo Rek yo. Karena saya yakin Allah memang memberi fadillah khusus kepada rakyat dan bangsa Indonesia. Sangat khusus.
Dan (karena) saya sangat percaya, maka saya mau nglakoni ngene iki ndik endi-endi, Rek. Pindah-pindah nang endi-endi. Bermalam-malam seperti ini. Karena saya punya cita-cita panjang untuk Indonesia. Yang bisa saja nanti buahnya ketika saya sudah ndak ada. Tapi kan kudu nandur terus, Rek. Nandur terus sampek suatu hari akan ada buahnya.
Apa yang malam ini tidak berharga, atau tidak dihargai, jangan diremehkan. Mungkin setahun lagi kamu menghargainya, mungkin sepuluh tahun lagi kamu menghargainya. Karena manusia itu kadang-kadang lambat memaknai sesuatu, lambat menyadari sesuatu. Tapi saya percaya bahwa Allah punya susunan sendiri dan aransemen sendiri untuk membawa manusia kepada manzilan mubarokan. Mulane doa kita selalu manzilan mubarokan.
Ketiga, pada doa penutup setelah rangkaian lagu nusantara dan beberapa lagu Barat:
Gamelan Kyai Kanjeng membawakan rangkaian lagu daerah dan Barat, yaitu Bali; Sumatra (Gending Sriwijaya); Jawa (Lelo Ledhung); NTT (Bolelebo); Tanah Airku ciptaan Ibu Soed; Papua (Yamko Rambe Yamko); Maluku (Gunung Salahutu); Riau (Lancang Kuning); Sunda (Manuk Dadali); Kalimantan Barat (Cik Cik Periuk); Heal The World; Sulawesi Selatan (Anging Mamiri), dan sebuah ayat Alquran yang dilagukan yaitu Surat Ali Imran ayat 54 (Wa makaru wa makarallah, wallahu khairul maakirin). Rangkain tersebut dipungkasi oleh Mbah Nun yang membawakan lagu John Lennon, Imagine, serta rangkaian begini:
“Ya Allah,
robbi inni massaniyadh dhurru
wa anta arhamar rohimin,
Ya Allah.
Robbi
anzilni
munzallan mubarokan
wa Anta khairul munzilin.”
***
Robbi
Anzilni
munzalan
mubarokan
wa Anta
khairul munzilin
anzilni
munzalan
munzilin.
manzil
Manzil. Kata “manzil’ atau “manaazil” (plural) berasal dari kata nazala yanzulu yang artinya ‘turun’, ‘singgah’. Tempatkanlah aku, ‘turunkanlah aku’ atau ‘singgahkanlah’ aku di fragmen kehidupan mana pun dalam ‘rangkaian perjalanan jiwaku yang abadi’ ini ke tempat mana pun yang Engkau Berkahi, Ya Allah.
Kehadiranku malam itu di tanah leluhur nusantara bernama Mojokerto kurasakan sebagai jawaban Tuhan atas doa itu. Demikian pula jika kutengok ke belakang pada episode-episode kehidupan yang telah kulalui di berbagai kota yang menjadi ‘tempat singgah’-ku, atau kalau boleh meminjam istilah Mbah Nun menjadi ‘paran’-ku, adalah juga jawaban atas doa indah itu.
Atau barangkali dengan cara berpikir yang dibalik, sesungguhnya itu adalah pesan Yang Maha Lembut mengenai perjalanan abadi jiwaku. Bahwa, di mana pun aku ‘diturunkan’, sebagai apa pun aku (meskipun aku tidak dapat mengingatnya dengan baik pada kehidupan kali ini), itu adalah yang terbaik. Maka, wis ta lah, percoyoo wae nang Gusti Allah, sebab Ia adalah Sang Sebaik-baik Pemberi Tempat.
What you seek is seeking you.
Doa favoritku, menemuiku.
Selalu ada keajaiban di setiap Maiyah. Sebagaimana selalu ada saja keajaiban dalam journey-journey-ku yang lain.