BEJO KEMAYANGAN
Pada suatu saat Kanjeng Nabi bertanya kepada para sahabat, “Katakan kepadaku, siapakah makhluk Allah yang paling besar imannya?”
Para sahabat menjawabnya dengan menyebut tiga golongan: para malaikat, para nabi yang dimuliakan oleh Allah, dan para syuhada.
Tetapi ketiganya belum jawaban yang tepat. “Lalu siapa, wahai Rasul?” tanya para sahabat.
Kemudian Rasullullah bersabda, “Kaum yang hidup sesudahku. Mereka beriman kepadaku, dan mereka tidak pernah melihatku, mereka membenarkanku, dan mereka tidak pernah bertemu dengan aku. Mereka menemukan kertas yang menggantung, kemudian mereka mengamalkan apa yang ada pada kertas itu. Maka mereka-mereka itulah orang yang paling utama di antara orang-orang yang beriman.”
Di satu waktu yang lain seorang laki-laki berkata, “Ya Rasulullah, beruntunglah bagi orang yang melihatmu dan yang beriman kepadamu.”
Kanjeng Nabi lalu menjawab, “Beruntunglah orang yang melihatku dan beriman kepadaku. Kemudian beruntunglah, kemudian beruntunglah, kemudian beruntunglah, bagi orang yang beriman kepadaku padahal ia tidak pernah melihatku.”
Di kesempatan yang berbeda, Rasulullah pernah bersabda, “Kapan aku akan bertemu para kekasihku?” Lalu para sahabat pun bertanya, “Bukankah kami adalah para kekasihmu?”
Kanjeng Nabi kemudian menjawab, “Kalian memang sahabatku. Para kekasihku adalah mereka yang tidak pernah melihatku, tetapi mereka percaya kepadaku. Dan kerinduanku kepada mereka lebih besar.”
Ketiga riwayat di atas adalah kabar yang mengingatkan betapa sangat beruntungnya kita ini. Meski hidup di akhir zaman yang bergelimang dengan kepalsuan dan ketidakpastian, tetapi kita mendapatkan keberuntungan yang sangat luar biasa sekali. Karena menjadi bagian dari orang-orang yang hidup sesudah Kanjeng Nabi, tidak pernah melihat atau bertemu secara langsung, tetapi kita beriman, membenarkan, dan terus berusaha mengamalkan apa yang telah beliau teladankan. Menjadi kaum yang “semoga” senantiasa beliau rindukan dengan sepenuh kerinduan. Amin ya robbal ‘alamin.
Sungguh kita bersyukur termasuk orang-orang yang sangat beruntung sekali. Kaum yang bejo sak bejo-bejone. Keberuntungan yang tidak main-main. Kabejan yang oleh leluhur kita dulu disebut dengan istilah: “Bejo Kemayangan”.
Tak cuma itu, kita juga sangat bersyukur karena punya Simbah yang sangat sayang kepada anak cucu Maiyah. Sekian puluh tahun lamanya Mbah Nun menyemai, memupuk, merawat, dan menemani tumbuhnya hakikat kecintaan yang sejati dan kesejatian yang penuh cinta.
Dan sebagai kesinambungan rasa syukur kita atas semua anugerah yang sangat istimewa itu, mari kita rawat dan kita jaga segitiga keimanan, ketaatan, serta kecintaan kita kepada Allah dan Rasulullah seperti yang diajarkan di Maiyah. Azas utama: Dialektika Segitiga Cinta.
Mari kita rawat ruang srawung bersama yang tumbuh di Paseban Majapahit dengan energi ukhuwah al-mutahabbina fillah yang terus memancar. Yang semoga dengan itu, Gusti Allah menjadi lebih berkenan, Kanjeng Nabi semakin sayang, dan Mbah Nun segera pulih kembali. Amin, amin, insya Allah. **
(Redaksi Paseban Majapahit)