BANGUN JIWA RAGA
(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Paseban Majapahit Mojokerto, Sabtu 12 Agustus 2023)
Kondisi kesehatan Mbah Nun akhir-akhir ini mengantar kita memasuki fase yang baru. Kesempatan bersilaturahmi secara jasadiyah sekaligus qalbiyah dengan beliau menjadi terganggu. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita belajar naik kelas. Belajar meng-upgrade kemampuan kita untuk bisa menikmati silaturahmi secara qalbiyah saja. Menghadirkan beliau di dalam hati kita.
Rasa rindu yang biasanya mudah sekali kita tuntaskan lewat perjumpaan langsung dengan beliau ketika di PB, BBW, atau di forum-forum sinau bareng lainnya, sementara harus kita pendam.
Aliran doa untuk kesembuhan dan kepulihan beliau menjadi ajang curhatan kita kepada Allah. Seperti mengalirnya air sungai menuju muara. Persis seperti yang Mbah Nun ajarkan ketika tawashshulan.
Hari ini kita benar-benar berserah, berpasrah, dan tulus mengemis kepada Allah melalui Rasulullah. Apapun kehendak-Nya untuk kesehatan Mbah Nun kini dan nanti, sungguh kita mohonkan yang terbaik. Doa anak cucu yang penuh cinta dan dalam gemuruh rindu terus mengalir sepanjang waktu. Semoga dengan itu Allah perkenankan berbagai keajaiban. Kepada-Nya segala harapan bermuara.
Satu yang pasti, nilai-nilai yang beliau tanamkan sudah tak terhitung jumlahnya. Begitu banyak ilmu kehidupan yang sudah beliau wedhar. Menemani kita menapaki perjuangan. Mbalung sungsum dan mengiringi kita dalam mengarungi pusaran waktu. Mengantar kita memasuki gerbang kesejatian.
Nilai-nilai sejati itu dengan atau tanpa kita sadari telah mengaktifkan lapisan-lapisan dalam jiwa dan sel-sel dalam raga kita. Menjadi manusia yang utuh. Yang tidak growak-growak cara hidupnya.
Pendek kata, Maiyah sudah “menggugah” hidup kita. Tidak ternina bobokan oleh kepalsuan zaman. Jiwa raga kita telah “terbangun”. Siap menyambut niscaya-nya perubahan. Menyongsong hadirnya zaman kejayaan. Siap menikmati mengalirnya cahaya.
Kalau diukur dengan konsep Pancagatra, Masyarakat Maiyah sudah bisa disebut “jangkep”. Lengkap bekal aspek kehidupannya. Insya Allah akan sanggup menghadapi tantangan apa saja.
Ideologi-nya jelas: berlandaskan segitiga cinta. Membangun hubungan yang sejati dengan Allah, Rasulullah, dan semua makhluk.
Politik-nya pasti: ber-fastabiqul khairat dengan cara ber-anfa’uhum linnas. Perjuangan hidupnya diisi dengan berlomba-lomba di dalam kebaikan, dengan cara semaksimal mungkin mengupayakan kebermanfaatan bagi sesama.
Ekonomi-nya yakin: penuh syukur atas rezeki min haitsu la yahtasib dari-Nya. Wani rugi. Nrimo ing pandum. Gelem ngalah. Tidak ongso-ongso apalagi serakah akan gemerlapnya dunia.
Sosial budaya-nya konsisten: terus berupaya mewujudkan konsep memanusiakan manusia. Sinau guyub rukun, ajur ajer, tepa slira, tenggang rasa, dalam pergaulan. Sinau nguri-uri budaya luhur.
Hankam-nya sungguh-sungguh: saling mengamankan dan menyelamatkan satu sama lain. Menjaga nyawa, harta, dan kehormatan siapa saja, di mana saja, dan bagaimanapun juga keadaannya.
Dengan semua bekal itu, mustahil Allah membiarkan Masyarakat Maiyah menjadi goyah atau bubrah hanya karena ketidakhadiran Simbah di semua simpul atau forum yang ada. Amiin. Insya Allah.
(Redaksi Paseban Majapahit)