URIP TEMENAN, TEMENAN URIP
(Reportase Sinau Bareng Lingkar Maiyah Sedulur Pasuruan edisi Oktober 2023)
Di zaman padat arus informasi, suguhan kehidupan kamuflase sering kita temui. Apa yang ditangkap oleh lensa dan dipasang di jendela layar mengobrak-abrik persepsi dan mengaburkan keadaan sebenarnya. Bisa dibayangkan, jika keadaan ini terjadi terus menerus, mata kita mendapati penglihatan fatamorgana yang akan mengubah daya pemahaman manusia untuk bisa membedakan mana fakta mana citra, mana data mana rekayasa, menjadi sebuah pembalikan makna.
“Urip Temenan” diangkat menjadi tema karena ruh kehidupan adalah tentang kesungguhan. “Man jadda wajada”, siapa yang bersungguh-sungguh akan menemui keberhasilan. “Kun fayakun” dihidupi dengan mentalitas tawakkal, didorong oleh usaha yang dilandasi ketekunan.
Sabtu malam, tanggal 21 Oktober 2023 Paseduluran Maiyah Pasuruan melingkar untuk meneguhkan kesetiaan pada proses “urip temenan”. Cak Jufri mengawali dengan tawashshulan, menghaturkan segala kelemahan untuk meminta pertolongan pada Allah yang Mahaperkasa. Kemudian mengalir cerita dari Cak Ubaidillah tentang pengalaman menjaga relasi dengan banyak pihak. Butuh pandangan yang jernih untuk bersikap sebagaimana seharusnya dengan meletakkan siapa pada tempat semestinya. Kekeliruan pada ketepatan memperlakukan bisa berakibat fatal, merusak pertemanan, kerja sama, dan yang paling parah adalah rusaknya kepercayaan.
Salah satu aspek penting pada “urip temenan” diperlukan keberanian. Berani mencoba, berani bertindak, berani mengadu nyali. Salah satu kisah dibagikan pada maiyahan tadi malam tentang situasi mendesak dan berbahaya. Secara tepat dan sigap kita perlu mengambil sikap dengan mempertimbangkan keselamatan semua orang.
Ning ndunyo piro suwene
njur bali ning panggonane
ning akhirat yo sejatine
mung amal becik sangune
“Urip Temenan” menitikberatkan pada “amal becik” untuk bekal bertemu pada kesejatian. Namun, tak dapat diingkari bahwa hidup itu sendiri penuh permasalahan. Pilihannya adalah menjalani dengan kesungguhan atau memilih sikap kalah, menggunakan cara manipulatif untuk menghadapi masalah, meski tak disadari.
Mas Wira menyampaikan sesuatu tentang sikap adaptif. Salah satu unsur “urip temenan” adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang selalu berubah. Kemampuan adaptif yang terasah akan melahirkan manusia yang “sumeleh”, tegas tapi lembut, berprinsip dan tidak mudah terombang-ambing.
Maiyahan berlanjut hingga menjelang tengah malam. Muncul celetukan, “Indonesia tidak boleh kehilangan tempe!” begitu disuguhkan tempe kemangi. Riuh tawa membuat obrolan semakin gayeng dan bahasan berlanjut membahas segala hal berkenaan “urip temenan”. Maiyahan diakhiri ketika lewat tengah malam dengan doa-doa: semoga Mbah Nun sehat selalu dalam penjagaan Allah Yang Mahakuasa, semoga Indonesia baik-baik saja apapun dinamika perpolitikannya, semoga jama’ah maiyah senantiasa berbahagia bagaimana pun keadaannya. (Redaksi Lingkar Maiyah Sedulur Pasuruan/Jufri/Marhamah)