SANDYAKALA DECA, SENJA DI TANAH AIR

(Liputan Majelis Ilmu Maiyah Sulthon Penanggungan Pasuruan Edisi Agustus 2023) 

Di penghujung Bulan Agustus terlihat gebyar kemerdekaan sudah berlalu dan kami sempat membagi energi di sela-sela nuansa tersebut untuk melancarkan kegiatan sinau bareng yang akan diselenggarakan pada malam hari bertepatan dengan acara puncak kemeriahan perayaan HUT RI yang ke-78.

Sejak sore hari-nya beberapa pegiat sudah berjibaku merakit dan melengkapi perlengkapan acara maiyah bertemakan “Sandyakala Deca” yang ringkas maknanya adalah “Senja di Tanah Air” dengan konteks dan sudut pandang sebuah perubahan. Tepat pukul 20:00 WIB acara sudah dimulai dengan pembacaan Al-Quran, Surat Ar-Rahman oleh Cak Irul. Kemudian bershalawat dengan iringan terbang banjari oleh rekan-rekan pegiat Maiyah Sulthon Penanggungan. Setelah itu dilanjutkan Doa Khotmil Quran dan Wirid Padhangmbulan sebagai gong pembuka acara maiyahan.

Sapaan ringan oleh Cak Hasan selaku moderator telah merangkum suasana hangat silaturahmi di tengah nuansa kemerdekaan yang juga riuh di luaran terdengar lirih agak jauh suara ibu-ibu sedang berlatih kekompakan “Skidipampam” untuk persiapan pawai kemerdekaan di desa setempat.

Sebelum dimulai oleh para pengisi materi, moderator memberi ruang bicara pada dua anak muda yang masih bersekolah setingkat SMA yang sedang memilih malam minggunya untuk duduk membersamai melingkar untuk menemukan frekuensi di Maiyah dengan pernyataannya yang membuat kami gembira. Hemat cerita bahwa mereka dipertemukan maiyah karena ada momentum virus corona dan tertarik dengan kopyah merah putih khas maiyah dengan pertanyaan polosnya, “Kenapa kopyah Maiyah terlihat meriah saat kegiatan sinau bareng di youtube, tapi hampir tidak terlihat di kehidupan nyata?” kelakar salah satu dari mereka.

Lihat juga

Sinergi di antara yang hadir menjadi semangat pemateri pertama ialah Cak Ulum sang penggila musik yang tenggelam di arus filsafat kehidupan. Prolog pembuka panjang kali lebar beliau menjelaskan tentang makna “Sandyakala Deca” yang di elaborasi melalui pintu sebuah buku yang berjudul “Marcus Aurelius – Meditations”. Buku yang merangkum tentang sebuah hakikat perenungan pada jalur Stoik yang bertumpu pada kekuatan pengalihan pikiran dan mental manusia. Karena bagi beliau bahwa mental dan pikiran adalah pondasi kekuatan perubahan untuk adaptif dan bertumbuh di setiap situasi dan kondisi keadaan.

Kemudian dilanjutkan Cak Umar sebagai pemateri kedua yang meng-abstraksikan senja sebagai filosofi hidup yang indah. Menurut beliau bahwa perbedaan mendasar antara melamun dan merenung ada pada konteks kesadaran pikiran juga dalamnya perenungan yang dihayati karena akan memunculkan dua sisi positif bagi diri manusia yaitu sebuah penerimaan diri dan penguraian sebuah masalah. Jika manusia bisa menerima segala apapun yang terjadi maka sebuah masalah akan terlihat jernih dan lebih mudah bagi kita untuk mengurai dan menemukan solusinya, ujar Cak Umar dengan mengakhiri slide point-nya. Terakhir beliau memantik dengan sebuah pertanyaan yang akan memancing sebuah pernyataan yaitu bahwa siapa yang bisa menemukan wisdom penghubung antara titik terendah dalam hidup dan momentum kebangkitannya maka dialah yang termasuk bagian dari manusia yang bertumbuh untuk berubah menjadi lebih baik.

Usai kedua pembicara menutup point yang ada di layar, selanjutnya mereka mengambil gitar dan kajon untuk melengkapi kegembiraan yang hadir dengan menyanyikan sebuah lagu yang berjudul “Jiwa yang Bersedih” dari Ghea Indrawari dan tembang riang yang dibantu oleh Cak Sule sebgai vocal berjudul “Gala-Gala” ciptaan H. Rhoma Irama. Kegembiraan itu tidak mengurangi kekhusyukan sesi diskusi yang pada malam itu padat akan kiat-kiat, motivasi, dan inspirasi terkait sebuah perubahan dan kesungguhan diri mencari kebenaran untuk menjadi manusia yang bertumbuh.

Terakhir dilengkapi oleh Cak Luthfi yang menjelaskan tentang pencarian sebuah kebenaran dengan menggambarkan sejarah kisah Nabi Ibrahim tentang perjuangan manusia yang mencari sebuah kebenaran yang sejati yaitu mencari Tuhan yang hakiki. Beliau menambahkan juga terkait sebuah perenungan yaitu salah satu cara efektif yang bisa menjadi pengingat kita tentang arti sebuah keikhlasan, keadilan, dan pemilahan juga pemilihan tentang sebuah kebenaran.

Riuh serentak di luar mulai hening menjadi pertanda bahwa acara sudah menempati penghujung malam. Oleh sebab itu energi harus disisakan oleh sebagian jamaah yang hadir karena ikut bebrayan pada puncak pawai kemerdekaan esok harinya. Lantunan Wakafa oleh Cak Lukman menjadi sebuah pungkasan dan dilanjutkan doa oleh Cak Taufiq sebagai penghantar keberkahan di malam Minggu kita bermaiyahan.

(Redaksi Sulthon Penanggungan) 

Lihat juga

Back to top button