MILAD 17 TAHUN BANGBANG WETAN SURABAYA BERSAMA KIAIKANJENG
(Liputan 1 Majelis Ilmu Maiyah Bangbang Wetan Surabaya edisi Milad 17 Tahun BBW, Jumat, 1 September 2023)
Milad 17 Tahun Bangbang Wetan bersama KiaiKanjeng diselenggarakan pada Jumat, 1 September 2023, di Taman Budaya Cak Durasim, Genteng, Surabaya.
Pukul 20.30 WIB, majelis ilmu dibuka dengan nderes Al-Qur’an oleh Eka, Haris, Wildan, dan Izzul Haq. Masing-masing bergantian nderes ayat-ayat Al-Qur’an. Setelah nderes diteruskan Eka memimpin wirid dan shalawat. Wirid dan shalawat selesai pada pukul 20.00 WIB.
Alif dan saya memoderatori acara pada sesi diskusi dan respons jamaah tentang tema dan Bangbang Wetan. Dua perwakilan jamaah maju ke depan.
Pertama, Arnold—berasal dari Gresik yang sekarang kuliah di ITS Surabaya—menceritakan rasa syukurnya. Arnold bercerita bahwa bapaknya yang memperkenalkannya dengan Mbah Nun. Bapaknya aktif mengikuti sepak terjang Mbah Nun pada zaman Reformasi tahun 1998. Bapaknya memperkenalkan Mbah Nun ke Arnold melalui video-video ceramah Mbah Nun.
Arnold banyak menemukan insight baru dari video-video Mbah Nun tersebut. Arnold mendapat insight diantaranya terbukanya wawasan baru tentang cara Mbah Nun menyampaikan nilai Islam yang berbeda dengan apa yang didapatkannya ketika SMA yang cenderung. Arnold bercerita bahwa semasa SMA Islam yang disampaikan oleh kakak-kakak kelasnya adalah Islam yang hanya berkutat pada hukum atau syariat Islam.
Kedua, Rif’an berusia 14 tahun asal Surabaya. Rif’an adalah pelajar kelas dua yang bersekolah di SMP Al-Islah Surabaya. Pada kesempatan malam itu, Rif’an menyampaikan bahwa suasana Maiyahan lebih seru. Keseruan itu misalnya dia bisa menikmati penampilan grup kesenian sekaligus juga mendapat bekal menjalani hidup dari apa yang disampaikan narasumber di atas panggung. Rif’an juga menyampaikan ucapan selamat ulang tahun yang ke-17 tahun Bangbang Wetan, serta doa untuk Bangbang Wetan: semoga tetap istiqamah. Ucapan selamat dan doa dari Rif’an diamini oleh jamaah yang hadir dengan tepuk tangan yang meriah.
Selanjutnya sesi Pak Dudung, Mas Aminullah, dan Pak Darmaji diminta menceritakan kembali sejarah dan pengalaman beliau bertiga ketika berproses dan menjaga keistiqamahan Bangbang Wetan dari 2006 sampai 2023.
Pertama, Pak Dudung, merupakan angkatan pertama juga satu dari sekian pendiri Bangbang Wetan yang mengadakan rapat pertama kali di kantor MPM Honda di jalan Simpang Dukuh, Genteng, Surabaya. Pak Dudung tadi malam mengungkapkan rasa syukur karena pada momentum 17 Tahun Bangbang Wetan merupakan giat-giatnya penggiat muda bekerja sama dengan sesepuh istiqamah menyelenggarakan rutinan Bangbang Wetan. Pak Dudung bercerita bahwa proses regenerasi penggiat berlangsung smooth.
Tongkat estafet menjaga keistiqamahan keberlangsungan Bangbang Wetan berjalan dari angkatan Pak Dudung, Manajer Very, Mas Aminullah, sampai ke generasi muda sekarang ini. Pak Dudung optimis terhadap masa depan Bangbang Wetan ketika melihat Rif’an yang masih berusia 14 tahun tadi malam berani menyampaikan ucapan selamat dan doa kepada jamaah yang hadir. Menurut Pak Dudung, tidak semua orang berani tampil di atas panggung untuk menyampaikan pendapat, apalagi bagi anak seusia Rif’an.
Selanjutnya Pak Darmaji, dosen ITS Surabaya, juga merupakan satu dari sekian orang yang ikut andil dalam berdirinya Bangbang Wetan bercerita pertemuannya dengan Mbah Nun. Pak Darmaji pertama kali bertemu Mbah Nun pada tahun 1990. Kala itu, Pak Darmaji yang gemar sekali sobo Masjid Kemayoran, Krembangan, Surabaya. Pada suatu momen Pak Darmaji bertemu Mbah Nun yang sedang mengisi pengajian di Masjid Kemayoran. Pak Darmaji terkesan dengan Mbah Nun ketika beliau membawakan surat An-Nur ayat 35 dengan suluk khasnya.
Pak Darmaji merasa sepemikiran dengan Mbah Nun, setelah sekian lama mengikuti sepak terjang Mbah Nun. Pak Darmaji menebarkan nilai-nilai Maiyah sejak beliau masih kuliah di ITS sampai menjadi dosen di sana. Pak Darmaji mengajak mahasiswa, teman dosen sampai Pak Nuh yang kala itu masih menjadi rektor untuk datang ke Bangbang Wetan. Pak Darmaji pertama kali mengajak Pak Nuh pada momen awal tercetusnya istilah Gondelan Klambine Kanjeng Nabi yang bisa kita saksikan di youtube. Pada waktu itu Mbah Nun membawakan shalawat Tarhim sampai menangis. Malam itu Pak Darmaji menyampaiakn ada tiga dosen ITS hadir duduk di antara jamaah.
Terakhir, Mas Aminullah menceritakan pengalamannya mendapatkan kunci-kunci dari Maiyah. Kunci itu misalnya Mbah Nun pernah menyampaikan, “getaran yang mengalir, aliran yang bergetar.” Mas Amin menginterpretasi kalimat getaran yang mengalir dan aliran yang bergetar itu bahwa aktivitas yang kita lakukan banyak yang berlangsung tidak sesuai dengan ekspektasi kita, tapi kita harus terus berjalan. Perjalanan getaran kita ya mau tidak mau mengikuti aliran yang ditentukan Allah. Akhirnya ya pasrah dengan apa yang telah ditentukan Allah itu terbaik bagi kita. Mas Amin mengajak jamaah di setiap Maiyahan untuk fokus menemukan dan mengumpulkan kunci-kunci. Kunci-kunci itu baru kita sadari berguna ketika kita menghadapi masalah. Jadi kuncinya, kalau ada masalah temukan kuncinya!
***
Pada pukul 21.00 WIB dilanjut sesi KiaiKanjeng. Mas Doni memberi pengantar kepada jamaah, bahwa apa yang dibawakan KiaiKanjeng dapat kita nikmati, resapi dan lakukan di kehidupan sehari-hari kandungan nilainya. KiaiKanjeng tadi membawakan nomor-nomor yang ada di album Kado Muhammad secara lengkap. Nomor yang dibawakan tadi malam ada Kado Muhammad, Jalan Sunyi, Parados, Kemana Anak-anak Itu, Rayap, Besi dan Gelombang, Engkau Menjelang, Tombo Ati, dan Tak Sudah-sudah. Penampilan Pak Joko Kamto membawakan puisi Kado Muhammad, Jalan Sunyi, Kemana Anak-anak Itu, Rayap, Besi dan Gelombang, serta Tombo Ati sangat apik. Pendalaman Pak Joko Kamto dalam membawakan puisi-puisi Mbah Nun tersebut mampu memukau dan mendapat tepuk tangan meriah dari jamaah di setiap selesai membawakan puisi.
Malam itu komplek Taman Budaya Cak Durasim dipadati jamaah. Tak ketinggalan juga tak sedikit jamaah hadir mengajak anaknya yang masih kecil. Anak-anak itu terlihat ada bermain sendiri serta ada yang menari-nari ketika KiaiKanjeng membawakan nomor demi nomor album Kado Muhammad.
Setelah KiaiKanjeng tuntas membawakan album Kado Muhammad, yang menarik perhatian ketika masing-masing personil KiaiKanjeng serta Mas Helmi diminta menyampaikan pandangan dan pengalamannya tentang album Kado Muhammad. Mas Doni memantik diskusi dengan mengajukan pertanyaan ke Mas Helmi, sebenarnya Kado Muhammad itu kado Mbah Nun kepada Kanjeng Nabi Muhammad atau kado Kanjeng Nabi Muhammad kepada kita? Menurut Mas Helmi kalau melihat potongan lirik nomor Kado Muhammad:
Muhammadku Sayyidku
Engkau selalu dan terus menerus lahir
Dalam jiwaku
Muhammad pengasuhku
yang mengajarkan hidup yanga halal dan toyib
terimalah nyanyian syukur dan hutang budiku
Potongan lirik itu menurut pandangan Mas Helmi menunjukkan bahwa Album Kado Muhammad adalah kado Mbah Nun dan KiaiKanjeng kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Mbah Nun memberikan kado kepada Kanjeng Nabi karena lantaran:
Terimakasih ya Muhammad
guru kami semua
Karena telah Engkau perkenalkan kami
kepada Allah penghuni utama kalbu kami
kepada keabadian
yakni negri kami yang akan datang
Kepada malaikat
yang paling sejati dari segala sahabat
serta kepada akhirat
yang selalu terasa sangat dekat
Sebagai wujud rasa terima kasih Mbah Nun kepada Kanjeng Nabi dari dialog ruhani Mbah Nun dengan Kanjeng Nabi yang terkandung dalam album Kado Muhammad adalah:
Ya rasul
Kupanggul cintamu
berkeliling semesta
Kutaburkan di hutan
di sungai
di kota – kota
Ya rasul
Kudendangkan Qur’an
amanatmu itu ke segala penjuru
aku mengendarai angin
aku bergerak melalui cahaya
aku mengaliri gelombang
bagi-bagikan makanan keabadian
kutuangkan bergelas-gelas minuman kesejahteraan
kutaburkan cahaya
ke lubuk–lubuk tersembunyi
hati manusia
Mbah Nun tanpa lelah sampai saat ini menaburkan cinta Kanjeng Nabi berkeliling dunia dari hutan, sungai sampai kota-kota. Memperkenalkan Segitiga Cinta antara Allah, Kanjeng Nabi, dan Kita. Kita sepatutnya banyak berterima kasih kepada Mbah Nun karena telah dikenalkan untuk mampu merasakan kehadiran Kanjeng Nabi Muhammad dalam hidup kita.
Malam itu KiaiKanjeng juga memberikan kado spesial untuk Milad 17 Tahun Bangbang Wetan dengan membawakan nomor Bangbang Wetan.
Pada 23.10 WIB acara dilanjut dengan Tawashshulan yang dipimpin oleh Mas Islamiyanto, diiringi oleh KiaiKanjeng, serta doa oleh Mas Helmi Mustofa.
Dialog tentang padangan dan pengalaman masing-masing personel KiaiKanjeng, Mas Helmi Mustofa serta perwakilan tiga jamaah terhadap album Kado Muhammad, menarik untuk diceritakan. Sesi dialog itu akan kami tuliskan pada tulisan berikutnya.
Milad 17 tahun Bangbang Wetan berakhir pada pukul 00.28 WIB.
Setelah acara selesai, ada prosesi seremonial penyerahan hadiah dari penggiat untuk juara satu, dua, dan tiga pemenang sayembara logo Milad 17 tahun Bangbang Wetan. Juara satu diperoleh Wahyu Esbe mewakili simpul Maneges Qudroh, Magelang, Jawa Tengah. Juara dua diperoleh Saiful Anwar yang sekarang tinggal di Krian, Sidoarjo. Serta juara tiga diperoleh Fiki dari Gresik. Logo juara satu dijadikan logo resmi Milad 17 tahun yang diabadikan di backdrop Bangbang Wetan edisi milad serta t-shirt edisi spesial milad. Masing-masing pemenang sayembara logo milad diajak foto bersama penggiat muda dan sesepuh Bangbang Wetan.
Surabaya, 2 September 2023