REPORTASE LINGKAR MAIYAH SEDULUR PASURUAN EDISI SEPTEMBER 2023

Lingkar Sedulur Maiyah Pasuruan kembali menggelar kegiatan Sinau bareng dan Tawashshulan. Kegiatan kali ini yang awalnya bertempat di kediaman Pak Kodir, bergeser ke gedung yayasan yatim piatu yang tak jauh dari tempat semula. Ini merupakan gagasan dari tuan rumah yang menangkap tema Maiyahan yang bertajuk “Untuk Kekasih”. Beliau menggambarkan bahwa kedekatan dengan kekasih kita Kanjeng Nabi Muhammad dapat juga terwakili melalui kedekatan kita dengan anak-anak yatim.

Turut hadir pula warga sekitar, jajaran pengurus dan pengasuh yayasan yang malam itu terjalin dalam satu kebersamaan. Seperti biasanya acara diawali dengan tawashshulan. Lantunan wirid dan sholawat diantarkan secara bergantian oleh Mas Rizal, Gus Ishom, dan Cak Jufri.

Setelah khusyu’ tawashul, saling tegur sapa dan selayang pandang antara sedulur Maiyah dan kepengurusan yayasan berlangsung hangat.

Sinau bareng kali ini mengalir secara organis, sesuai dengan tema yang telah disebut di atas. Kerinduan dan kecintaan terhadap kekasih memang tak bisa digambarkan secara gamblang, juga tak bisa dirumuskan secara runtut, sebab kerja rasa setiap orang memiliki standart yang berbeda.

Semua yang hadir saling memberikan pandangan, melempar gurauan, saling koreksi, dan saling melengkapi. Diawali dengan pemaparan makna gambar yang terdapat pada poster oleh Gus Ishom. Sang desainer poster menggambarkan bahwa untuk menuju kekasih itu layaknya sebuah perjalanan menelusuri bebukitan yang mendaki lagi sulit. Untuk itu, diperlukan bekal dalam menempuh perjalanan. Bekal tersebut mesti diletakkan pada sebuah wadah yang kuat, yang pada poster digambarkan dengan sebuah tas punggung, bukan tas kresek yang mudah rusak dan jebol. Simbolisme tas juga menggambarkan kerahasiaan alias tidak mengumbar-umbar isi bekal perjalanan tersebut. Tas juga menggambarkan hati, tidak ada yang tahu isi dalamnya. Langit cerah yang penuh gemerlap gemintang dipakai untuk menggambarkan betapa indahnya langit kerinduan untuk bertemu kekasih.

Lihat juga

Segera setelah Gus Ishom memaparkan makna poster, Mas Rizal menambahkan dan menorehkan garis sambung bahwa sang kekasih adalah beliau Baginda Rasulullah dengan mengutip tentang kisah diringankannya siksa kubur Abu Lahab yang turut bergembira di hari kelahiran Nabi. Mas Rizal juga membagikan pengalamannya dalam menanamkan kecintaan kepada Nabi kepada anaknya melalui hal-hal sederhana dan kegiatan sehari-hari seperti mengajak sang anak untuk mencari data berapa jumlah teman sekolahnya yang namanya menyanding nama Muhammad. Dari hal tersebut dapat dilihat betapa setiap orang selalu berharap memiliki karakter atau mengikuti Kanjeng Nabi. Kecintaan kepada beliau senantiasa terlahir kembali.

Cak Jufri menambahkan tentang bagaimana tahapan menempuh jalan kerinduan untuk kekasih. Diawali dengan sering bersholawat, kemudian meningkat pada mengamalkan sunnah-sunnah Nabi, sampai pada meneladani sifat dan sikap Nabi dalam kehidupan sehari-hari.

Pengurus yayasan, Gus Misbah menambahkan tentang pentingnya ilmu dengan menyitir isi satu kitab yang menyebutkan bahwa dosa-dosa yang tidak dapat ditebus dengan ibadah seperti sholat, haji, dan sebagainya dapat dimintakan ampunannya melalui berkah kesungguhan mencari ilmu. Mas Ari menambahkan, bahwa adanya yayasan yatim piatu seperti ini menunjukkan kalau banyak orang baik di masyarakat. Lahir dari energi yang sama, kompak bersama-sama memberi dampak positif bagi lingkungan.

Sinau bareng semakin hangat dengan paparan-paparan beberapa dulur yang hadir seperti mas Tri Wahyudi yang menggemari wayang dengan penuturan banyak perspektif unik yang terlontar dan menambah perbendaharaan pandangan alternatif. Cerita-cerita tentang Semar, Kumbakarna, Palguna Palgunadi cukup menambah hangatnya suasana. Mas Tri juga menceritakan bahwa banyak ilmu dan cara pandang Mbah Nun yang digunakannya untuk memahami banyak hal, pada lingkup sosial kemasyarakatan.

Mbak Marhamah menggambarkan pertemuan malam tersebut dengan indah. Pada awal hijrah Nabi di Madinah, beliau bertempat di rumah sahabat Anshor. Berpindah-pindah karena banyak sahabat menawarkan rumahnya untuk ditinggali. Masyarakat yang semakin banyak dan membutuhkan kebijaksanaan Nabi menjadi kesulitan untuk mencari beliau. Akhirnya beliau menggunakan untanya untuk menentukan akan tinggal dimana. Unta beliau berhenti di rumah anak yatim, Sahal dan Suhail. Rumahnya kemudian dibeli untuk jadi kediaman nabi dan akhirnya jadi Masjid Nabawi saat ini. Betapa beliau sangat peduli dan dekat dengan anak yatim.

Hingga mendekati tengah malam, diskusi hangat harus rela diakhiri sebab pertimbangan kegiatan setiap jamaah di esok hari. Doa penutup dipimpin oleh Gus Misbah menjadi titik kerinduan baru untuk bersua dan bermaiyah di bulan berikutnya.

(Redaksi Lingkar Maiyah Sedulur Pasuruan)

Lihat juga

Back to top button