RAHIM PERADABAN

(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Bangbang Wetan Surabaya edisi Maret 2023)

“Gen kecerdasan itu dari perempuan,begitulah kira-kira pernyataan Rocky Gerung pada sebuah talkshow. Artinya, jika semua perempuan di atas muka bumi ini cerdas, selesailah seluruh permasalahan dunia. Sebab semua anak yang terlahir adalah anak-anak yang cerdas.

Kehidupan diciptakan berpasang-pasangan, begitu pula dengan manusia. Ada suami dan istri, ayah dan ibu, yang keduanya merupakan pasangan laki-laki dan perempuan yang berbagi peran, saling mengisi dan melengkapi. Namun, sering terjadi kesenjangan dalam kehidupan. Laki-laki sering kali dianggap dominan dalam menjalankan roda kehidupan manusia, seakan lupa dan mengesampingkan peran perempuan.

Perempuan berasal dari kata empu (Sansekerta) yang artinya tuan, mulia, hormat. Sedangkan menurut KBBI empu artinya orang yang sangat ahli. Secara epistimologis perempuan diartikan sebagai seseorang yang memiliki penuh tubuhnya dan dia menjadi tuan atas dirinya sendiri. kata perempuan bernilai cukup tinggi—tidak di bawah, tetapi sejajar, bahkan lebih tinggi daripada kata lelaki. Kata perempuan berhubungan dengan kata ampu yang artinya sokong, memerintah, penyangga, penjaga keselamatan, bahkan wali.

Sebuah pepatah mengatakan bahwa “Di balik laki-laki hebat, ada perempuan tangguh di sisinya.” Kata-kata ini bukan sekedar isapan jempol belaka. Peran perempuan begitu besar bagi lelaki. Namun, sering terasa samar dan tidak terasa mewarnai serta menopang pelbagai perjalanan kehidupan sepanjang masa.

Seiring berjalannya waktu pemaknaan perempuan dipersempit pada hal-hal yang terkait dengan perempuan sebagai istri dan rumah tangga saja.

Lihat juga

Kemudian muncullah istilah emansipasi, feminisme, kesetaraan gender yang semakin lantang disuarakan. Apalagi di era modern ini semakin banyak perempuan yang dominan dan berperan penting pada beberapa aspek kehidupan. Ternyata memang benar, perempuan punya peran besar tidak hanya dalam rumah tangga. Perempuan juga berperan sebagai pelaku sejarah, perempuan sebagai inspirasi, perempuan sebagai pemimpin, perempuan sebagai ahli di bidang politik, pendidikan, sastra, seni, dan lain sebagainya.

Kita sering mendengar istilah “Ibu adalah madrasah pertama bagi sang anak.” Tentunya perempuan dalam hal ini dianggap sebagai penentu masa depan bangsa kelak. Jika kita sambungkan dengan Indonesia 2045, tentu ini sangat relevan karena perempuan-perempuan lah yang melahirkan, mendidik, dan membimbing anak-anak menjadi generasi emas esok hari.

Peran perempuan dalam membangun generasi sangat fundamental sebagai manusia yang mengandung dan melahirkan anak-anaknya, tidak ada istilah “Untuk apa sekolah tinggi-tinggi, ujungnya hanya di dapur.” Kalimat ini merupakan ungkapan merendahkan yang sama sekali tidak menghormati perempuan, seolah perempuan hanya diciptakan sebagai pelayan, seolah perempuan hanya diciptakan sebagai pemuas, dan seolah perempuan hanya hadir sebagai pelengkap.

Untuk membangun peradaban butuh guru yang mumpuni, butuh contoh untuk diteladani, dan butuh kesabaran dengan penuh strategi. Maka perempuan harus cerdas, perempuan harus mapan, dan perempuan harus kuat. Untuk melahirkan peradaban dunia, harus dimulai dari keluarga, menjaga dan mendidik anak-anak untuk mampu mengenal dunia, bertahan, dan berkreasi agar bermanfaat bagi setiap tempat yang disinggahinya.

Kehebatan perempuan tidak perlu diragukan lagi. Kita dapat melihat kegigihan Susan B Anthony yang memperjuangkan hak pilih perempuan di Amerika. Elizabeth Balckwell sebagai wanita pertama peraih gelar dokter dan pendobrak hambatan sosial. Mother Teresa, biarawati asal Albania yang mengabdikan dirinya untuk melayani orang miskin. Bahkan kita juga punya Cut Nyak Dhien, R.A. Kartini, Raden Dewi Sartika, M.W. Maramis, Nyai Ahmad Dahlan dan banyak lainnya yang terus bermunculan hingga hari ini.

Tetapi di sisi lain dualitas juga selalu muncul. Perempuan juga terkadang menjadi penyebab sebuah kehancuran. Seperti Cleopatra yang menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan, bahkan dia juga kawin dengan dua saudara laki-lakinya.

Bahagia menjalani peran sebagai perempuan dan mengenali diri sendiri merupakan kunci utama dalam menghadapi kehidupan, setidaknya seroang perempuan pasti akan menjalani 3 peran, pertama sebagai anak dari orangtua nya, kedua sebagai istri, ketiga sebagai ibu. Namun, menjadi perempuan tidak hanya terbatas pada 3 peran tersebut.

Lalu bagaimana seharusnya kita memposisikan perempuan? Toh pada kenyataannya perempuan juga tidak hidup sendiri.

Perlu kiranya kita diskusikan ini, sembari ngopi dan bernyanyi. Kami tunggu jamaah sekalian untuk melingkar bersama pada Bangbang Wetan edisi Maret 2023 di Kayoon Heritage, Surabaya.

(Redaksi Bangbang Wetan)

Lihat juga

Back to top button