PUASA MELATIH MENEMUKAN KENIKMATAN DEKAT DENGAN ALLAH
(Liputan Majelis Ilmu Bangbang Wetan Surabaya edisi April 2023)
“Puasa itu sebenarnya Allah melatih kita menemukan kenikmatan. Kenikmatan atau kepuasan orang yang berpuasa ketika mampu melaluinya sampai tiba waktu berbuka, “ demikian pembuka Cak Dil tentang tema “Merentang Jarak Meruang Cipta”. Beliau hadir membersamai Majelis Ilmu Bangbang Wetan yang berlangsung Rabu malam kemarin (13/04/2023) di Kayoon Heritage Surabaya.
Seminggu terakhir wilayah Surabaya dan sekitarnya diguyur hujan deras sore dan sampai malam hari. Begitu juga Rabu malam kemarin di Kayoon Heritage diguyur hujan lebat sejak jam tiga sore. Hujan baru reda sekitar setengah sembilan malam. Hujan deras itu yang membuat teman-teman penggiat melakukan persiapan teknis lebih giat dan semangat. Hujan deras membuat lokasi acaranya menjadi tergenang air. Ketika hujan reda teman-teman penggiat ada yang bergegas mensekrop genangan air itu supaya kering dan bisa ditempati jamaah. Penggiat sebagian ada yang cek sound, mempersiapkan perangkat kamera dan operator yang merekam jalannya acara. Setelah itu baru terpal dan karpet tempat duduk jamaah dihamparkan.
Tepat pukul 20.30 WIB persiapan teknis rampung dikerjakan. Jamaah mulai berdatangan. Tak sedikit dari mereka datang mengendarai motor dengan memakai jas hujan. Setelah memarkirkan motornya, mereka memesan wedang kopi di stan Pojok Ilmu. Setelah segelas wedang kopi didapat, mereka menuju tempat duduk yang telah disediakan. Jamaah duduk di tempatnya masing-masing menyimak nderes Al-Qur’an dan bershalawat bersama yang dipimpin oleh Cak Chakam.
Sambungan Antara Puasa dan Aktivitas Sehari-hari
Setelah selesai nderes dan bersholawat, tiba pada sesi respons jamaah. Tiga jamaah saya ajak maju ke depan menyampaikan pengalamannya mengenai puasa dan sambungannya dengan aktivitasnya sehari-hari. Pertama, Faiz, jamaah asal Surabaya yang mengenakan kaos hijau dan berkaca mata beraut wajah riang, menyampaikan kegembiraannya bisa hadir pertama kali kemarin malam. Faiz bercerita bahwa aktivitas sehari-harinya adalah menjadi freelance hakim garis pertandingan Bulu Tangkis.
Faiz bercerita pengalamannya menjadi hakim garis yang ada sambungannya dengan laku puasa. Ketika menjadi hakim garis, dirinya harus puasa untuk bisa menahan emosinya agar tidak terpancing oleh provokasi pihak-pihak yang tidak setuju dengan keputusannya. Menurut Faiz menjadi hakim garis harus bisa tegas, jujur, dan menahan emosi. Menahan emosi ini yang menjadi kiat Faiz bisa fokus di dalam tugasnya menjadi hakim garis. Pemain juga butuh menahan emosi, selain hakim garis dan juri pertandingan. Sebagus apapun pemain dalam permainannya jika mudah terpancing emosinya akan membuat permainannya buruk. Jadi, puasa menahan emosi dibutuhkan semua elemen di dalam permainan Bulu Tangkis.
Kedua, Boni, jamaah asal Kediri yang mengenakan kaos Bonek dan peci Maiyah, kemarin malam menyampaikan pengalamannya dengan jujur. Selama bulan puasa tahun ini ia mengaku tidak pernah puasa. Boni tidak puasa karena merasa tidak kuat jika harus tetap profesional bekerja sebagai seorang sopir setiap hari. Pekerjaan menjadi seorang sopir di pabrik membuat dia harus fokus ketika mengendarai, teliti dan hati-hati ketika menaikkan dan menurunkan barang, serta cepat mengantar barangnya (karena dalam sehari harus mampu mengirim barang dua kali). Boni bercerita dengan jujur bahwa meskipun dia belum mampu berpuasa, dia mengimbau jamaah yang hadir untuk tidak seperti dirinya.
Terakhir, Mawan, jamaah asal Jombang yang mengenakan kaos caknun.com dan sehari-hari bekerja menjadi buruh pabrik. Mawan mengaku selama bulan puasa dia tidak pernah bolong puasanya. Menurutnya, tidak menjalani puasa sehari saja ibaratnya seperti sedang berhutang uang ke teman yang harus diusahakan membayar. Tidak berpuasa membuat kita berhutang kepada Allah yang mau tidak mau harus dibayar. Dengan logika itu Mawan memilih tertib berpuasa. Laku puasa ia sadari berperan penting bagi kehidupan sehari-harinya. Misalnya dalam pekerjaannya sebagai seorang buruh. Puasa membuatnya bekerja dengan jujur dan berlaku baik meskipun tak jarang banyak teman kerjanya yang tidak senang. Mawan berpegang teguh kepada salah satu pesan Mbah Nun “Cintailah Pekerjaanmu!”. Pesan ini membuat Mawan betah menjalani pekerjaannya yang sudah berjalan sembilan tahun.
Ketiga jamaah yang maju ke depan itu membuat suasana kegembiraan gelak tawa jamaah atas kejujuran apa yang mereka sampaikan. Terasa sekali jamaah yang hadir dengan tiga jamaah yang menyampaikan mengalamannya sangat akrab dan seperti saudara sendiri. Mereka saling bersahutan ngelokno tapi tak ada yang tersinggung. Yang ada adalah tertawa bersama.
Puasa itu Sebenarnya Melatih Menemukan Kenikmatan
Menginjak sesi Sinau Bareng, kemarin malam Cak Dil menerangkan perihal puasa dari dimensi lain yakni pengertian puasa yang luas. Puasa itu sebenarnya Allah melatih kita menemukan kenikmatan. Setiap bulan puasa di mana-mana orang sibuk masak enak. Media sosial, koran-koran, dan televisi setiap bulan puasa kebanyakan judulnya adalah masakan-masakan yang enak. Sehingga ada kegembiraan ketika masuk bulan puasa yaitu bicara tentang masak yang enak. Masak yang enak dilakukan untuk meraih kepuasan kita terhadap makanan tersebut. Tetapi ketika makanan yang enak itu kita makan sebelum tiba waktu berbuka, bisakah kita merasakan nikmatnya? Artinya ternyata kepuasan yang akan kita raih sebenarnya tidak sekedar kepuasan terhadap makanan.
Kita bisa puas dan menikmati makanan enak itu setelah kita bisa menempuh puasa sampai tiba waktu berbuka. Bahwa kemudian ada orang yang puas karena mokel (sengaja membatalkan puasa), Cak Dil yakin kalau orang yang mokel itu mau jujur sebenarnya tidak merasa puas karena mokel. Karena setelah mokel itu dilakukan, orang itu merasa bahwa mokel yang dilakukan hanya supaya bisa minum, ngopi dan rokokan. Mokel tidak membuat kita puas, yang ada malah menyesal.
Kita yang berlatih berpuasa menemukan kenikmatan berpuasa ketika menjalani puasa dengan tuntas. Jika kita lakukan terus-menerus, puasa akan menjadi habit (kebiasaan). Kita dengan mudah menjalani puasa kalau kita sudah menemukan habit kepuasan. Ukurannya adalah kita mesti gelo (tidak puas) jika kita tidak mampu menjalani puasa sampai tuntas. Misalnya ketika menjalani puasa pada jam tiga sore kita merasa lemas dan akhirnya membatalkan puasa hanya dengan misalnya minum air. Ketidaktuntasan kita menjalani puasa itu melahirkan penyesalan di hati meskipun tidak diketahui orang. Hal yang menunjukkan kita puas adalah kita merasa gelo jika tidak bisa melewati puasa sampai tiba waktu berbuka.
Bagi kita yang belum bisa merasakan puas karena sering tidak puasa, bisa mencari kepuasan dengan mensyukuri berapa kali kita bisa menjalani puasa sampai tiba waktu berbuka. Setelah itu kita tingkatkan lagi tahun depan berusaha mencapai kepuasan bisa menjalani puasa sebulan penuh.
“Jadi kalau saya melihat puasa itu meskipun dari satu sisi adalah kewajiban, di sisi lain adalah fasilitas Allah untuk melatih kita untuk menemukan kenikmatan masing-masing terhadap puasa itu sendiri,” tandas Cak Dil
Cak Dil malam itu menceritakan Ibu Chalimah yang menjalani puasa sepanjang waktu. Ibu Chalimah saking terbiasanya menikmati puasa, menjadi tidak puas jika tidak puasa. Puasa sudah menjadi kenikmatannya Ibu Chalimah. Orang yang biasanya sering marah-marah, ketika puasa dia merasa puas karena bisa menahan kebiasaan marahnya.
Jadi, bagi kita yang melihat orang berlatih berpuasa itu sebaiknya kita memberi kesempatan setiap orang menikmati kepuasan menjalani puasa sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Misalnya ada orang yang tidak tahan kalau tidak rokokan, ketika bulan puasa dia puas karena bisa menahan kebiasaanya tidak tahan kalau tidak rokokan. Contoh seperti itu merupakan hal yang luar biasa jika kita bisa menemukan hikmahnya.
Puasa dari Musim Dimana Orang Banyak Salah Paham
Setiap bulan puasa pasti ada musimnya. Misalnya kalau bulan puasa tahun lalu musim panas, dan tahun ini musim hujan. Setiap puasa kita tidak bisa membuat rumus untuk menentukan musimnya.
Puasa kali ini Cak Dil sedang menikmati suatu musim di mana orang banyak mudah salah paham dan mudah tersinggung berat. Musim tersebut justru membuat Cak Dil tertantang untuk bisa melewatinya. Orang yang salah paham sulit diberi penjelasan. Solusinya bukan pada soal menyelesaikan kesalahpahamannya, tapi tinggal bagaimana kita bersikap agar lebih hati-hati dalam berkata-kata agar tidak menyinggung.
Inspirasi Berlatih Menemukan Kepuasan Dekat Dengan Allah
Puasa Ramadhan itu memberikan kita inspirasi kesadaran untuk berlatih. Kita selama ini memang dilatih oleh para guru, kyai, dan mubaligh. Tetapi yang paling penting kita sendiri merasa berlatih. Lebih penting kita merasa berlatih daripada dilatih. Lebih baik kita meningkatkan diri merasa terus menerus berlatih. Berlatih untuk menemukan kepuasan dekat dengan Allah. Kepuasan kita bisa melewati puasa sampai tiba waktu berbuka.
Menurut Cak Dil, Mbah Nun sejak kecil habit-nya juga sudah berpuasa. Seperti Ibu Chalimah yang berpuasa sepanjang waktu sampai pakaian yang beliau miliki dibatasi hanya tiga pasang. Maka Mbah Nun kalau tidak berpuasa merasa gelisah. Begitu juga Ibu Chalimah yang selalu tirakat sepanjang hidupnya. Maka ketika Ibu Chalimah difasilitasi oleh seseorang tinggal di tempat yang mewah beliau merasa menderita.
Cak Dil menyaksikan langsung ketika Ibu Chalimah difasilitasi oleh Bu Yani, anaknya Pak Sudharmono di Jakarta. Ketika Cak Dil nyambangi Ibu Chalimah yang dikasih fasilitas tinggal di Jakarta, beliau merasa menderita tinggal di kamar yang begitu mewah. Ibu Chalimah tidak bisa menikmati fasilitas mewah karena sudah terbiasa menikmati puasa. Orang yang sudah menemukan kenikmatan berpuasa justru merasa menderita kalau tidak berpuasa. orang yang sudah menemukan kenikmatan berpuasa tidak ada kebutuhan untuk diketahui orang.
“Karakter orang berpuasa adalah ketika orang melatih diri menemukan kepuasan menjadi dekat dengan Allah,” tegas Cak Dil.
Kesempatan Masuk ke Dalam Putaran Kehidupan
Cak Dil melihat puasa memiliki dua sebab. Pertama, Allah sengaja memberi fasilitas kita untuk berlatih. Kedua, Allah memberi kesempatan kita untuk masuk dalam suatu putaran kehidupan. Hidup itu sendiri selalu menjadi putaran-putaran. Puasa Ramadhan yang berlangsung 1-30 hari merupakan satu putaran. Puasa Ramadhan berlangsung satu bulan dalam satu tahun merupakan satu putaran.
Allah sebenarnya mengajak kita selalu masuk dalam putaran-putaran. Sehari kita sholat wajib lima kali merupakan satu putaran. Setiap shalat yang kita lakukan dari takbiratul ihram sampai salam merupakan satu putaran. Puasa dari sahur sampai berbuka merupakan satu putaran.
Cak Dil menjelaskan bahwa Maiyah karakternya adalah putaran-putaran. Maiyahan yang berlangsung di Lumajang beberapa waktu lalu bertajuk Ngai Ma Dodera Sambang Anak Putu Semeru Bromo Raung” menyimpan ingatan terhadap gelar Mbah Nun. Ngai Ma Dodera merupakan gelar Mbah Nun yang diberikan oleh Sultan Ternate pada 2011. Ngai Ma Dodera itu pohon yang waktu sore banyak burung hinggap dan berlindung di pohon tersebut.
Cak Dil ingin kita mengetahui lebih dalam fungsi Mbah Nun yang digambarkan menjadi pohon besar tidak sekadar menjadi tempat berteduh bagi burung-burung. Fungsi Mbah Nun seperti pohon besar dengan ciri banyak orang berteduh di bawahnya karena merasa tenteram. Kita setia melingkar Maiyahan bersama Mbah Nun karena kita merasa tenteram.
Pohon besar itu sebenarnya tidak hanya berfungsi memberi kesejukan dan ketenteraman. Pohon besar berfungsi menahan air hujan serta akarnya bekerja menyerap dan menyimpan air. Sehingga yang keluar dari pohon tersebut adalah mata air yang jernih. Pohon yang besar berfungsi menahan tanah dengan akar yang menghujam ke dasar tanah supaya tidak longsor.
Pohon besar yang kokoh di samping banyak orang yang berteduh, juga mempunyai fungsi menahan air hujan dan memproses air hujan. Air Hujan yang diproses dari akarnya akan mengeluarkan mata air yang jernih.
Hujan itu bisa bermacam-macam. Misalnya hujan informasi yang berlangsung sekarang ini saling sengkarut serta tidak karuan. Hujan informasi yang terjadi sekarang ini cukup luar biasa dibandingkan dengan 10-20 tahun lalu. Hujan informasi agar tidak menjadi banjir bandang maka dibutuhkan pohon-pohon kokoh, yang mengeluarkan mata air yang jernih.
Cak Dil mengibaratkan Mbah Nun seperti pohon yang kokoh karena selama ini banyak orang yang merasa sejuk berteduh Maiyahan bersama Mbah Nun. Cak Dil juga lebih mengibaratkan Maiyah serta Mbah Nun seperti roda yang berputar tanpa henti. Roda yang berputar itu ada as roda dan energi yang menggerakkan. Maiyah adalah sebuah perputaran terus-menerus dengan penggerak utamanya Mbah Nun. Mbah Nun menggerakkan perputaran roda Maiyah dengan nilai-nilai baik, benar serta manfaat. Energi utama Maiyah bersumber dari Segitiga Cinta: Allah, Kanjeng Nabi Muhammad dan Kita.
Kita sebagai Jamaah Maiyah menjadi bagian dari perputaran roda dan energi Maiyah. Orang yang tidak mau ikut menjadi bagian putaran itu suatu saat akan terpental. Terpental dari perputaran itu maksudnya orang tersebut tidak krasan, benci, dan senang memfitnah Mbah Nun.
Kita yang berteduh di bawah pohon mau berteduh, tidur dan bertengkar sak karepe dewe akan membuat pohon tidak bertahan lama. Pohon akan bertahan lama jika semua orang yang ada di dalamnya ikut berputar. Setiap jamaah ikut putaran roda Maiyah dengan tingkatan yang bermacam-macam. Ada tingkatannya yang hanya nggandol putaran itu sehingga malah ngabot-aboti. Tapi ada jamaah yang berputar sesuai dengan irama dan menangkap energi Segitiga Cinta dari Allah sehingga membuat perputaran Maiyah semakin ringan dan luas. Putaran roda itulah gambaran dari kehidupan.
Maiyah itu bagian dari putaran yang dipimpin oleh Mbah Nun dengan energi yang beliau miliki maupun orang-orang sekitarnya. Salah satunya kita bikin lingkaran Bangbang Wetan. Maka, pertanyaannya kemudian kita menjadi bagian dari jamaah yang hanya diam saja nggandol di dalam putaran Bangbang Wetan, atau kita ikut berputar dan menjadi energi yang memperkuat Bangbang Wetan. Kalau diam saja dan hanya nggandol di dalam lingkaran Bangbang Wetan, pertanyaan jamaah setiap hadir di Bangbang Wetan, siapa pembicaranya? Mbah Nun datang apa tidak? Yang paling berat pertanyaan, saya dapat apa dari Bangbang Wetan? Intinya kita berada dalam satu putaran Bangbang Wetan dengan Mbah Nun, berbeda sedikit saja putaran kita dengan Mbah Nun, kita akan terpental.
Cak Dil yang pertama kali melontarkan gagasan bahwa Maiyah itu organisme dan bukan organisasi ini menjelaskan lebih dalam tentang organisme Maiyah. Kalau Maiyah ini organisasi sudah mati sejak dulu. Coba kalau Maiyah ini menjadi partai atau ormas sudah pasti mati sejak dulu. Tapi karena Maiyah ini organisme yang hidup seperti makhluk hidup, maka Maiyah masih hidup seperti sekarang.
The LUNTAS (LUdrukan Nom-noman Tjap Arek Suroboyo) turut menyumbang kegembiraan dengan ludrukan-nya. Cak Robet dan Cak Ipul mengajak jamaah bergembira bersama menyimak dialog ludrukan yang diperankan mereka berdua. Bagi teman-teman yang belum sempat hadir kemarin malam silahkan menyimak tayangan Majelis Ilmu Bangbang Wetan edisi April 2023 di kanal youtune Bangbang Wetan malam ini. Semoga tayangan tersebut memberi kegembiraan dan kekhusyukan teman-teman yang menyaksikan.
Surabaya 14-15 April 2023