PENGGIAT KENDURI CINTA TAWASHSHULAN DI MALAM MINGGU

Lazimnya, hidup di Jakarta, week end adalah momen untuk melepas penat setelah 5 hari sebelumnya fokus dengan pekerjaan. Geliat kehidupan kaum pekerja di Jakarta setiap hari, jika tidak bertemu dengan kemacetan maka bertemu dengan sesaknya penumpang transportasi umum, entah itu Angkot, KRL, Transjakarta, hingga MRT. Maka, akhir pekan adalah momen untuk sejenak melepaskan kelelahan dari hiruk-pikuk Ibukota itu.

Tapi, akhir pekan kemarin menjadi momen yang berbeda bagi penggiat Kenduri Cinta. Pada hari peringatan Isra’ Mikraj, penggiat Kenduri Cinta berkumpul bersama untuk Tawashshulan. Sabtu (18/2), bertempat di rumah salah satu penggiat Kenduri Cinta, Tawashshulan diselenggarakan. Diawali dengan sholat maghrib berjamaah, Tawashshulan dilaksanakan setelahnya. Momen ini juga sekaligus dalam rangka tasyakuran pernikahan salah satu penggiat Kenduri Cinta yang baru saja melangsungkan pernikahan beberapa waktu lalu.

Bagi penggiat Kenduri Cinta, momen Tawashshulan ini adalah sesuatu yang jarang dilakukan. Sangat bisa dimaklumi, karena memang kebanyakan dari penggiat Kenduri Cinta sendiri adalah kaum pekerja. Waktu sehari-hari lebih banyak dihabiskan untuk urusan pekerjaan. Satu-satunya momen untuk berkumpul sesama penggiat adalah di hari Rabu malam, di forum Reboan. 

Pun juga, set up Maiyahan di Kenduri Cinta sangat berbeda dengan Maiyahan di Mocopat Syafaat, misalnya. Di awal saat Maiyahan dimulai, dengan mempertimbangkan juga kondisi jamaah di Kenduri Cinta yang didominasi oleh kaum pekerja sangat berbeda dengan jamaah di Mocopat Syafaat yang mayoritas adalah masyarakat santri, maka untuk wirid dan sholawat yang dipilih untuk dibaca di sesi pembuka pun hanya wirid atau sholawat yang pendek-pendek saja, seperti Hasbunallah dan Wirid Padhangmbulan saja. Pun saat nderes Al Qur`an, surat yang dipilih juga surat yang tidak terlalu panjang, seperti Ar Rahman, misalnya.

Meskipun, pernah juga Kenduri Cinta melewati momen dimana di setiap pembuka forum dilaksanakan pembacaan Wirid Tahlukah. Dan itu berlangsung cukup lama. Saat itu, salah satu pertimbangannya adalah karena forum Maiyahan bisa berlangsung sampai menjelang subuh, sehingga ada kelonggaran waktu yang dimiliki untuk membuka Maiyahan dengan Wirid Tahlukah.

Lihat juga

Tahun 2022 lalu, saat dicoba untuk memulai lagi Maiyahan Kenduri Cinta, sempat dilakukan Tawashshulan untuk membuka forum Maiyahan, namun mempertimbangkan durasi forum yang saat ini tidak sepanjang seperti sebelum pandemi, maka Tawashshulan tidak lagi dilakukan untuk menjadi ritual munajat pembuka forum.

Tapi, masa iya muridnya Mbah Nun tidak Tawashshulan? Begitulah kira-kira keresahan beberapa penggiat Kenduri Cinta. Sebenarnya, keinginan untuk menyelenggarakan Tawashshulan sudah direncanakan sejak tahun lalu, namun memang tidak menemukan momentum yang tepat. Setelah juga sebelumnya direncanakan di akhir tahun 2022 lalu, akhirnya baru terlaksana di pertengahan Februari 2023 ini, setelah gelaran Kenduri Cinta edisi bulan ini.

Padahal, jika dibaca dengan seksama, naskah Tawashshulan ini lebih soft dibandingkan dengan Wirid Tahlukah secara makna dan juga secara tujuan. Mbah Nun sendiri menulis dalam mukadimah naskah Tawashshulan bahwa ritual Tawashshulan itu memiliki makna; nyuwun paring-paring kepada Allah. Dan juga, ditegaskan oleh Mbah Nun juga bahwa ritual Tawashshulan ini sebagai bentuk ijtihad kita sebagai Jamaah Maiyah, yang tujuan utamanya adalah memohon ampun kepada Allah SWT.

Ternyata, penggiat Kenduri Cinta bisa juga khusyuk Tawashshulan tadi malam. Diam-diam, mereka selalu mengikuti Tawashshulan yang selalu menjadi pembuka di Mocopat Syafaat, sehingga beberapa syair sholawat bisa mereka lantunkan sesuai dengan iramanya. Tentu tidak semuanya bisa dan hafal. Ada juga beberapa orang yang hanya diam di beberapa syair sholawat, lalu kembali bersemangat bersuara lantang saat ada syair sholawat yang dia hafal.

Sekitar 1,5 jam prosesi Tawashshulan berlangsung, semua khusyuk bermunajat, dipuncaki dengan Indal Qiyam dan Shohibu Baity.

Setelah Tawashshulan, semua menikmati hidangan yang sudah disiapkan. HIdangan yang mereka bawa sendiri masing-masing, untuk dinikmati bersama-sama. Sembari bercengkerama, membincangkan banyak hal mengenai Kenduri Cinta selanjutnya. Mengingat, forum Kenduri Cinta ini sudah berlangsung 23 tahun. Dengan segala dinamikanya, sebuah forum yang terselenggara di Jakarta, memiliki tantangan yang berbeda setiap tahunnya. Bukan hanya penggiatnya saja yang memiliki keragaman, tetapi juga jamaah Kenduri Cinta yang tampaknya sejak Januari 2023 lalu sudah kembali seperti semula, meskipun ada banyak wajah-wajah baru di barisan depan, tapi secara kuantitas, jumlah jamaah yang hadir sudah kembali membludak, seperti sebelum pandemi. 

23 tahun berlangsung, perjalanan yang cukup panjang, sehingga selalu ada hal-hal yang juga dihikmahi, dipelajari dan juga diperbaiki. Selalu ada kekurangan di beberapa hal, tidak mungkin penyelenggaraan forum berlangsung sempurna setiap bulan. Adanya forum Reboan menjadi wadah bagi penggiat Kenduri Cinta untuk melakukan evaluasi, apresiasi dan juga koordinasi.

Tadi malam, disepakati bahwa Tawashshulan akan dijadikan agenda rutin setiap bulan di Kenduri Cinta, namun tidak diselenggarakan bersamaan dengan forum Kenduri Cinta bulanan. Teknisnya akan disusun kemudian, sehingga juga memberi kesempatan kepada seluruh jamaah Kenduri Cinta untuk turut bergabung di ritual Tawashshulan nantinya.

(Redaksi Kenduri Cinta)

Lihat juga

Lihat juga
Close
Back to top button