MEMBACA MBAH NUN DARI WAKTU KE WAKTU

(Catatan Pameran “Buku dan Kliping, Mbah Nun, Maiyah, dan KiaiKanjeng” diselenggarakan oleh Maiyah Kalijagan Demak, 26-28 Mei 2023)

Kesibukan penggiat Maiyah Kalijagan Demak dimulai sebelum acara “Pameran Buku dan Kliping; Mbah Nun, Maiyah, dan KiaiKanjeng” berlangsung. Sehari sebelum acara mereka sudah menyiapkan tempat, menata letak pigura, juga rak buku yang akan ditampilkan. Esok hari tepatnya pada hari Jumat 26 Mei 2023 acara ini akan dibuka dan akan berakhir pada Ahad 28 Mei 2023. Acara yang dilaksanakan di Rumah Benawa, jl Masjid, kondang Wetan, Karangrejo, Wonosalam Demak, No 19 ini merupakan bentuk kegembiran penggiat Maiyah Kalijagan Demak atas Yaumul Milad Mbah Nun yang ke-70.

Mereka bersikap profesional dengan membayangkan pagi-pagi sekali nanti pengunjung sudah mulai datang maka pada malam hari itu semuanya sudah harus rampung. 

Rumah Benawa, tempat dilangsungkannya pemeran adalah ruang yang kecil. Pameran memanfaatkan ruang tamu dan teras. Dinding digunakan untuk mendisplay gambar-gambar berupa kaver majalah yang menampilkan wajah Mbah Nun dan buku-buku karya Mbah Nun yang dengan kaver klasik. Sesuatu yang menarik yang didapati melihat buku dengan judul yang sama tetapi ditampilkan dengan kaver yang berbeda. 

Setidaknya dari kliping dan buku itu dapat dilihat rentang perjalanan Mbah Nun, perjuangannya, persinggungannya kepada siapa saja. pada tahun-tahun 70-an hingga tahun 80-an awal Mbah Nun banyak menulis karya sastra baik puisi maupun cerpen meskipun tulisan yang dimuat pertama kali di majalah Horison yang dapat penulis temui sementara ini adalah esai berjudul “Perkembangan seni hanya perkembangan bentuk?”. Bahkan ditemukan sebuah gambar yang diindikasikan karya Mbah Nun. Gambar itu berupa gambar sepatu dan dimuat di Majalah Horison edisi Juni 1978. Pada tahun-tahun itu Mbah Nun benar-benar merajai majalah Horison. Pada tahun 1978 muncul tiga kali. Pada bulan Januari cerpennya berjudul “Ambang” dimuat, kemudian pada bulan Juni gambarnya dimuat, pada bulan September sajak-sajaknya dimuat. 

Pada tahun 1979 karyanya lebih banyak lagi dimuat di majalah Horison. Pada bulan Februari sajaknya dimuat, pada bulan September cerpennya dimuat, pada bulan Oktober cerpennya dimuat lagi berjudul “Kepala Kampung”, pada bulan November cerpennya berjudul “Di Belakangku” dimuat lagi, masih di November karena ada edisi khusus cerpennya berjudul “Tangis” dimuat lagi. 

Pemuatan yang beruntun dan rutin di majalah Horison mengukuhkan nama Mbah Nun sebagai seorang sastrawan. Ia menjadi fenomena. Perlu diberitahukan di sini bahwa majalah Horison pada waktu itu adalah majalah sastra ternama. Dimuat majalah itu tidak mudah. Dimuat sekali saja di majalah tersebut sudah bisa disebut sebagai sastrawan nasional, ini Mbah Nun dimuat berkali-kali bahkan beberapa kali berturut-turut pemuatan. 

Pada tahun 1980 didapati beliau menulis puasi dan dimuat di Majalah Panji Masyarakat. Mbah Nun mulai mengartikulasikan gagasannya melalui esai. esai tentu saja lebih bisa menampung pemikiran-pemikiran Mbah Nun karena sifatnya yang atraktif dan bebas tidak seperti puisi yang terikat. Esai-esai Mbah Nun adalah pembelaan kepada masyarakat kecil. 

Pada tahun 1990-an selain esai yang membanjir di berbagai media seperti Tempo, Humor, Gatra, Forum Keadilan, juga banyak sekali majalah yang memuat wawancara kepada beliau. Mbah Nun adalah magnet bagi pembaca maka majalah berlomba memasang wajah beliau sebagai kaver. Wawancara kepada Mbah Nun terkait dengan ICMI, Kedung Ombo, pencekalan, terkait Wasiat Muharram.

Agenda pameran hari pertama (26 Mei) pada malam hari adalah tawashshulan, tahlil, dan maulid. Acara diselenggarakan pukul 20.00-sampai selesai. Para pengunjung datang dari Demak dan sekitar Demak. Ada pengunjung datang dari Jepara dan Blora. Usai acara obrolan tentang perjalanan Mbah Nun yang bersumber dari buku dan kliping dilaksanakan. Anak-anak perlu tahu bahwa Mbah mereka itu sudah keren sejak dulu. 

Pada hari Ahad, 28 Mei pukul 10.00 WIB akan diselenggarakan diskusi membincang Mbah Nun dari berbagai segi. Prof. Harjito, M.Hum., guru besar bidang Sastra, dan Maulana Malik Ibrahim, kolektor majalah dan buku Mbah Nun, akan bertindak sebagai pembicara diskusi. 

Lihat juga

Back to top button