JAGAD PANGILING

(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Bangbang Wetan Surabaya edisi Desember 2022) 

Manusia itu kecil, tapi juga besar. Kecil jika dibandingkan dengan alam semesta, tetapi juga besar karena dalam diri manusia terdapat semesta kesadaran. Masyarakat Jawa mengenal istilah  jagad cilik-jagad gedhe, dua hal yang harus diselaraskan untuk menuju kehidupan yang sejahtera. Jagad cilik dapat diartikan sebagai manusia, sedangkan jagad gedhe dapat diartikan alam. Manusia harus benar pikiran dan tepat tindakannya supaya dapat menjaga alam yang tersusun rapi, serasi, dan harmonis ini.

Alam punya kaidah tersendiri dalam berproses dan itu tidak dapat diganggu gugat oleh manusia. Sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, Jadilah! Maka jadilah sesuatu itu” (Q.S. Yasin ayat 82). Alam bekerja sesuai cara dan hukumnya sendiri, tentunya atas kehendak Allah. 

Seperti yang kita lihat hari ini banyak sekali peristiwa alam yang terjadi di sekitar kita, seperti gempa di Cianjur, Jember, banjir di Malang, Gresik, erupsi gunung Semeru, angin puting beliung di Bandung, Situbondo, tanah longsor di Kebumen, dan lain sebagainya. Bahkan kalau kita melihat data BNPB, per 1 Januari hingga 6 Desember tahun 2022 Indonesia mengalami 3.322 peristiwa bencana alam. Bencana alam banjir yang paling banyak yakni 1.424 kejadian, disusul kejadian cuaca ekstrem, tanah longsor, karhutla, dan sebagainya. Begitu banyak kejadian bencana yang terjadi di sekeliling kita, terlebih Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana.

Lantas apa sebenarnya yang disebut dengan bencana itu? Dewasa ini orang beranggapan bahwa fenomena atau peristiwa (alam) yang berdampak buruk dan merugikan manusia adalah bencana. Jangan-jangan selama ini kita salah menerjemahkan kejadian, yang kita sangka-sangka bencana ternyata adalah proses alam yang memberikan kehidupan untuk manusia, atau manusia sendirilah yang menyebabkan bencana itu, atau memang sebenarnya bencana itu tidak ada. 

Lihat juga

Menurut Romo Manu Widyaseputra bencana berasal dari kata vancana yaitu tipu daya, sekarang yang biasa menipu itu alam atau manusia? Sepertinya kita kurang belajar, Allah yang Maha Penyayang itu tidak mungkin menciptakan bencana untuk kita, hanya kita saja yang belum paham atau belum sadar. Alam bekerja sesuai dengan fitrahnya, terkait adanya korban jiwa, kehilangan harta benda, itu hal lain.

Patutnya kita belajar nenek moyang kita, yang dulu punya kedekatan dengan alam sehingga dapat membaca dan memahami peristiwa alam dengan baik. Setiap daerah di Indonesia punya kearifan lokal yang berfungsi untuk menjaga lingkungan alam atau penanda akan terjadinya peristiwa alam. Seperti Smong di kalangan masyarakat Pulau Simeulue, Aceh, tentang sebuah kidung yang menggambarkan hempasan gelombang air laut. Masyarakat adat Desa Kemiren, Banyuwangi, yang memiliki kearifan yang mampu menjaga kelestarian sumber air, sawah, dan ladang. 

Masih banyak lagi kearifan lokal seperti hutan larangan Jawa Barat, sistem sasi di Maluku, lubuk dan subak di Bali, kearifan suku Baduy, Ruwat Jolotundo, dan sebagainya. Lebih jauh Prabu Jayabaya juga sudah meramal peristiwa-peristiwa alam yang akan terjadi di Nusantara. Harusnya ini menjadi pangiling kita untuk tetap waspada, untuk bertindak dan bersikap santun terhadap alam.

Kita terus belajar memahami peristiwa alam yang terjadi, supaya ke depan lebih siap mengantisipasi segala kemungkinan buruk. Sebab potensi akan peristiwa alam juga besar di negara kita yang berada di kawasan Ring of Fire atau cincin api. Berdasarkan catatan BMKG sepanjang tahun 2008—2019, rata-rata dalam setahun Indonesia mengalami 5.818 kali gempa. Angka yang besar, harusnya membuat kita semakin giat untuk men-tadabbur-i alam Indonesia ini. 

Melalui pembelajaran, analisis, nantinya kita dapat belajar bagaimana dapat mengurangi risiko yang terjadi. Sebab pada dasarnya peristiwa alam atau yang saat ini dianggap bencana tidak dapat dihilangkan, manusia hanya bisa mengurangi dampak yang terjadi. Peristiwa alam juga dapat dimaknai sebagai peringatan, teguran, musibah, atau berkah bagi umat manusia.

Kembali lagi kepada kesadaran dalam memaknai sesuatu hal. Sama halnya seperti ujian dan cobaan ataupun peringatan tak lain agar kita selalu mengingat siapa pencipta kita. Seluruh peristiwa pada jagad gedhe akan mempengaruhi jagad cilik dan menjadi pangiling akan pentingnya keharmonisan. Kesadaran diri dalam jagad cilik sangat perlu dijaga supaya keteraturan dan keseimbangan pada jagad gedhe terjaga, yang pada akhirnya kehidupan berjalan selaras sesuai dengan perintah Allah.

(Redaksi Majelis Ilmu Maiyah BangbangWetan) 

Lihat juga

Back to top button