ULTAH KE-18, BANGBANG WETAN KONSER FATWA HATI LETTO
(Liputan Majelis Ilmu Maiyah Bangbang Wetan Surabaya edisi September 2024)
Belajar Ilmu Hidup Dari Sejarah Dan Perspektif Lirik Lagu Karya Letto Band
Mas Sabrang MDP bersama Letto band, Mbah Sujiwo Tedjo, Pak Suko Widodo, Pak Darmaji (dosen matematika ITS), Pak Zainal Arief (Direktur Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia), Mas Sirajuddin bin KH. Abdulloh Syaukat Siradj (Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan) hadir pada Fatwa Hati 18 tahun Bangbang Wetan, Minggu, 22 September 2024, di halaman Tugu Pahlawan, Alon-alon Contong, Bubutan, Surabaya.
Sejak Maghrib, jamaah mulai berdatangan menempati depan panggung, duduk di halaman Tugu Pahlawan. Semakin mendekati waktu acara dimulai, jamaah yang datang semakin banyak. Semakin malam halaman Tugu Pahlawan perlahan dipadati jamaah yang hadir mensyukuri 18 tahun Bangbang Wetan bersama Letto Band dan narasumber yang telah disebutkan di atas.
Pemerintah Kota Surabaya, Saida Resort, MPM, Kencana, Sukma Enterprise & Paramarta, Sabana Fried Chicken, RSI & UNUSA, Sedekah Rombongan, Nurul Hayat, Merchandise BBW, Suara Muslim, SMC Mediavistama, Kolokium, Love Surabaya serta Suara Surabaya, turut mendukung penyelenggaraan 18 tahun Bangbang Wetan. Tak lupa, Raja Kambing Gulung (usaha milik adik Cak Wawan Bonek Maiyah) turut menyumbang olahan kambing guling untuk di disantap kru dan Mas-mas Letto Band dan para narasumber.
Pukul 19.15 WIB, Fatwa Hati 18 tahun Bangbang Wetan dibuka nderes Al-Qur’an, wirid dan sholawat yang dipimpin oleh Mas Ajib, Mas Shobirin dan Wildan. Jamaah yang hadir ikut menyimak nderes Al-Qur’an, berwirid dan sholawat bersama Mas Ajib, Mas Shobirin, Wildan.
Pukul 20.00 WIB, nderes, wirid dan sholawat selesai. Acara dilanjut sesi diskusi dan respons jamaah. Alif Lestari dan Amin selaku moderator malam itu menyapa jamaah, menerangkan rangkaian acara dan meminta tiga orang jamaah naik ke atas panggung.
Sesi Respons Jamaah
Pertama, Robet dari Sidoarjo. Robet malam itu bercerita bahwa berkah dan nilai Maiyah yang meresap dan setiap ingat selalu dia lakukan adalah bersholawat. Misalnya ketika dia merasa gabut atau bosan di jalan, yang Robet lakukan mengisi kegabutannya dengan nomor wirid dan sholawat dari KiaiKanjeng dan Maiyah. Dari kebiasaan itu yang membuat Robet tenang ketika gabut di jalan, apalagi ketika menghadapi macet.
Kedua, Asrofi Nur Shihab. Dia bercerita bahwa merasa asyik datang ke maiyahan terutama di Bangbang Wetan. Dia merasa asyik datang maiyahan karena menurutnya sulit menemukan tempat berkumpul, ngopi dan Sinau Bareng selain di maiyahan.
Terakhir, Risa dari Surabaya. Risa yang menceritakan bahwa dia merasa FOMO dengan Bangbang Wetan. Dia yang malam itu baru pertama kali datang bersama temannya. Risa datang ke Bangbang Wetan karena penasaran apa itu Bangbang Wetan. Risa penasaran karena setiap nongkrong dengan teman-temannya termasuk yang datang malam itu, selalu menceritakan tentang Bangbang Wetan.
Temannya bercerita kalau Bangbang Wetan itu Pengajian Kehidupan. Apalagi temannya bercerita kalau di Maiyah termasuk Bangbang Wetan semua orang boleh datang, yang perempuan berkerudung maupun tidak berkerudung, yang laki-laki memakai peci atau tidak berpeci, boleh datang. Hal itu yang membuat Risa semakin penasaran dan memutuskan hadir malam itu.
Ketika Alif menanyakan kesan dan pesan untuk Bangbang Wetan, ketiga jamaah menjawab dengan memohon kepada Allah semoga Mbah Nun segera pulih, Mas Sabrang MDP, Mas-mas Letto dan keluarga besar Mbah Nun selalu diberi Kesehatan, agar selalu bisa menemani jamaah maiyahan.
Prosesi Pemotongan Tumpeng dan Sambutan Ketua Panitia
Pukul 20.30 WIB, Mas Sabrang bersama Mas-mas Letto band, Pak Darmaji, Pak Zainal Arief, Mas Aminullah serta Mas Sirajuddin SIdogiri naik ke atas panggung. Sebelum Mas Sabrang memandu perform Letto Band, Alif Lestari memandu semua yang hadir untuk membaca al-Fatihah bersama, mendoakan Bangbang Wetan berumur panjang, terus memberikan kebermanfaatan, Mas Sabrang, sesepuh Maiyah & Bangbang Wetan serta Mas-mas Letto senantiasa diberi kesehatan agar bisa membersamai jamaah Maiyah.
Alif juga meminta Diky Wijaya selaku ketua panitia ikut naik ke atas panggung, untuk melakukan prosesi pemotongan pucuk tumpeng. Pucuk tumpeng yang dipotong Diky kemudian diserahkan kepada Mas Sabrang, selaku Rektor Bangbang Wetan, sebagai bentuk rasa syukur 18 tahun Bangbang Wetan.
Pada prosesi pemotongan tumpeng, ada salah satu jamaah yang terdengar keras suaranya melantangkan, “Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad” Semua yang hadir serentak menjawab, “Shollallahu Alaih”. Setelah prosesi pemotongan pucuk tumpeng, tumpeng diserahkan kepada jamaah. Tumpeng dinikmati jamaah secukupnya, walaupun tidak bisa dirasakan seluruh jamaah yang hadir memadati halaman Tugu Pahlawan.
Diky Wijaya setelah pemotongan tumpeng mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang mendukung terselenggaranya acara. Pihak-pihak yang mendukung terselenggaranya acara sudah ditulis di atas. Diky malam itu juga menyampaikan bahwa yang bekerja keras mensukseskan acara selain dirinya adalah teman-teman penggiat dan volunteer dari jamaah Bangbang Wetan.
***
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah kita bisa berkumpul malam ini. 18 tahun Bangbang Wetan istiqamah,” Sapa Mas Sabrang malam itu.
Mas Sabrang malam itu kaget ketika mendengarkan Diky membacakan sponsor yang mendukung Bangbang Wetan ternyata banyak. Kok mau mendukung Bangbang Wetan. Pasalnya, biasanya sponsor itu tujuannya untuk dibeli, kalau promo sama orang-orang Maiyah yang diibaratkan Mas Sabrang dengan guyonan sebagai orang kere, apa bisa laku produknya. Jamaah sontak tertawa keras, setelah mendengarkan ungkapan dari Mas Sabrang tersebut.
Kita memang mengakui bahwa kita ini “rambutan protol”. Istilah rambutan protol berasal dari alm. Cak Priyo Aljabar, salah satu sesepuh Bangbang Wetan, yang menurut Mas Sabrang sangat indah memotret Maiyah. Orang Maiyah tidak berani disebut sebagai akademisi, sedangkan mau masuk pesantren merasa banyak dosa. Jadi berkumpul di Maiyah sebagai “rambutan protol”, siapa tahu bisa membuat Allah terharu dan memberi jalan kita ke surga.
Mas Sabrang malam itu mengungkapkan sangat bahagia bersama Mas-mas Letto ikut terlibat dalam acara Fatwa Hati 18 tahun Bangbang Wetan. Setelah itu, Mas Sabrang mengomando Mas-mas Letto untuk bersiap pada alat musiknya masing-masing.
Dari semenak cek sound sore hari sampai naik panggung malam itu, wajah Mas-mas Letto tampak ceria. Mas Sabrang menceritakan kenapa kok wajah Mas-mas Letto selalu ceria. Wajah Mas-mas Letto selalu ceria wajahnya bukan berarti tanpa masalah, mereka sudah terlatih menghadapi masalah yang tidak bisa dipecahkan, sehingga ditertawakan saja malasah itu.
Sinau Lagu Lethologica dan Bernyanyi Bersama Lagu Berkibarlah Benderaku
Pada sesi perform pertama, Mas-mas Letto membawakan dua lagu. Lagu pertama adalah lagu yang tidak menjadi hits Letto tetapi biasa dibawakan. Judul lagu pertama tidak lazim judulnya, yaitu Lethologica.
Lagu Lethologica berisi perpaduan perform gitar, bass, keyboard, drum yang dimainkan sangat apik. Liriknya hanya berisi lala..lalala..lalala. yang diulang sesuai irama lagu, pada menjelang akhir lagu, serta lantang Mas Sabrang sebagai vokalis menyebutkan kata Lethologica. Setelah perform lagu Lethologica Mas Sabrang menjelaskan proses kreatif lahirnya lagu tersebut dan asal-usul terciptanya.
Lagu Lethologica berasal dari benar-benar kata lethologica dalam bahasa Inggris. Lethologica artinya kadang-kadang kita kalau kita kepengin ngomong sesuatu tapi lupa kata-katanya, atau bisa disebut mental block. Kondisi lethologica coba diterjemahkan dalam lagu yang memang tidak ada kata-kata, hanya lala..lalala…lalala.
Pada lagu Lethologica, Mas Sabrang dan Mas-mas Letto kepengin bercanda lewat lagu tapi terlalu intelektual untuk Indonesia, sehingga tidak ada yang paham sampai sekarang maksud di balik lagu Lethologica.
Konsepnya waktu itu Mas Sabrang dan Mas-mas Letto memang membuat sebuah lagu yang lupa lirik serta kata-katanya, istilahnya kebetulan mirip dengan nama band Letto, maka dibuatlah lagu Lethologica untuk menjelaskan istilah orang yang lupa kata-katanya.
Malam itu, Mas Sabrang baru pertama kali share proses kreatif dan asal usul terciptanya lagu Lethologica. Mas Sabrang mau membagi proses kreatif lahirnya lagu-lagu Letto termasuk pertama lagu Lethologica karena beliau merasakan suasana malam itu santai, sehingga pantas diobrolkan.
Lagu kedua, lagu Berkibarlah Benderaku ciptaan Ibu Sud. Mas Sabrang dan Mas-mas Letto perform lagu tersebut untuk mengajak seluruh yang hadir malam itu supaya menghormati Tugu Pahlawan sebagai monumen sejarah perjuangan arek Suroboyo.
Perjalanan Maiyah sudah begitu lama. Ada garis merah antara Tugu Pahlawan dan Maiyah yang dibuat oleh Mbah Nun yaitu bersama-sama cinta kepada Indonesia. Mungkin kalimat kita di Maiyah agak kasar, membumbung, kritis, membahas, menguliti dst, tapi tidak pernah lepas dari yang namanya cinta. Kalau kita tidak cinta kepada Indonesia, sudah kita tinggalkan dari dulu dan tidak peduli begitu saja.
“Kita bukanlah orang besar, bukanlah pejabat, tapi kita cinta sungguh-sungguh dan mengibarkan bendera Indonesia di hati kita tanpa henti,” tegas Mas Sabrang mengajak jamaah meneguhkan kembali sikap nasionalisme jamaah Maiyah dengan menyanyikan lagu Berkibarlah Benderaku bersama-sama.
Setelah perform Letto lagu kedua berakhir, pada pukul 21.10 WIB, Pak Suko Widodo dan Mbah Sujiwo Tedjo dipersilahkan naik ke atas panggung oleh Mas Aminullah, yang menemani Alif Lestari dan Amin sebagai moderator.
Ucapan Narasumber untuk 18 Tahun Bangbang Wetan
Pak Darmaji oleh Mas Aminullah dimohon untuk menyampaikan ucapan untuk 18 tahun Bangbang Wetan. Pertama, Pak Darmaji mengucapkan selamat ulang tahun ke 18 tahun Bangbang Wetan, khususnya kepada Diky Wijaya selaku ketua dan teman-teman panitia yang menjadikan acara milad terselenggara dengan baik.
Kemudian, pada momen awal Pak Darmaji naik panggung melihat t-shirt salah satu jamaah yang bertuliskan “Ojo leren dadi wong apik” (jangan berhenti menjadi orang baik), membuat Pak Darmaji merefleksikan sikap kepada semua yang hadir.
Melalui Bangbang Wetan, Pak Darmaji berharap dan mengajak semua yang hadir, agar tidak pernah lelah berusaha menjadi orang baik. Sehingga jika kita menabur kebaikan, suatu saat kita juga yang akan memanen kebaikan, entah dari mana datangnya kebaikan tersebut biarlah menjadi urusan Allah.
Inti yang disampaikan Pak Darmaji selaku dosen matematika ITS adalah hidup tidak hanya di kampus saja, harus ada keseimbangan dan harus ada srawung. Malam hari itu merupakan momen yang menggembirakan bagi Pak Darmaji yang sehari-hari menjalani hidup di kampus ITS, malam itu bisa srawung dengan para narasumber dan jamaah dari berbagai latar belakang.
Kemudian giliran Pak Zainal Arief selaku Direktur Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia mengucapkan selamat milad kepada Bangbang Wetan yang ke 18 tahun. Bangbang Wetan pada usia menuju matang, Pak Zainal Arief berharap Bangbang Wetan megisi perjalanan panjangnya dengan kegiatan-kegiatan yang diyakini baik, serta membawa manfaat. Pak Zainal Arief mengucapkan selamat juga kepada Diky Wijaya beserta teman-teman panitia, serta mengapresiasi kinerja mereka yang luar biasa tak kenal lelah demi terselenggaranya acara malam itu.
Selanjutnya, Pak Suko ikut mendoakan 18 tahun Bangbang Wetan, semoga Maiyah termasuk Bangbang Wetan terus menebarkan kebaikan bagi kita semua.
Mas Patub mewakili Mas-mas Letto tak lupa ikut mengucapkan selamat atas 18 tahun Bangbang Wetan. Menurut Mas Patub, Bangbang Wetan cukup Istimewa karena termasuk dalam simpul “keramat” selain Kenduri Cinta, Mocopat Syafaat serta Gambang Syafaat, tentu tak lupa juga termasuk induk simpul Padhangmbulan. Mas Patub menyebutkan simpl-simpul besar sebagai simpul “keramat” bukan bermaksud mengecilkan simpul lain, tetapi memang simpul tersebut yang utama.
Termasuk teman-teman penggiat Bangbang Wetan merasakan suka dukanya menjaga keistiqamahan untuk senantiasa menjaga berdirinya simpul. Apalagi pada lebih setahun terakhir ini Mbah Nun istirahat, tidak berkeliling menemani kita maiyahan di simpul-simpul utama, termasuk induk simpul Padhangmbulan. Pada kondisi seperti sekarang ini kita harus siap mandiri. Mental kita harus siap mandiri.
Mau mengambil sikap berkumpul-kumpul saja ngrasani orang atau berkumpul yang bermanfaat, itu harus kita tentukan dari sekarang sika papa yang mau kita ambil dan lakukan. Kita sebagai anak-cucu Mbah Nun yang bisa dilakukan adalah memegang nilai yang diajarkan Mbah Nun. Nilai apa yang diterima masing-masing dari kita itu macam-macam, tergantung persentuhan pengalaman kita dengan apa yang disampaikan Mbah Nun bertemu.
Mas Patub berpesan, kalau bisa kita ketika berkumpul jangan ngrasani orang. Karena ngrasani orang itu budaya yang menghancurkan kita selama ini.
Hubungan Bangbang Wetan dengan Letto
Selanjutnya, Mas Sabrang mendapat giliran untuk berbicara. Mas Sabrang mengawali dengan menyampaikan satu poin penting dan merespons pesan Mas Patub yang melarang rasan-rasan. Karena bahasa itu mempunyai batas presisinya, tidak selalu presisi. Kadang-kadang rasan-rasan itu perlu tapi kita harus mencari letak presisinya.
Sebelum itu, Mas Sabrang menjelaskan sambungan Bangbang Wetan dengan Letto. Bangbang Wetan adalah situasi dimana semburat cahaya dari timur, seperti situasi sebelum cahaya. Pada kondisi bangbang wetan sama seperti sebelum cahaya, cahaya matahari baru keluar dari ufuk timur.
Arek-arek Bangbang Wetan tidak nyambung pemahamannya sampai sekarang kalau Bangbang Wetan dengan nomor Letto Sebelum Cahaya itu sebenarnya nyambung. Sebelum cahaya adalah situasi seperti bangbang wetan, cahayanya baru muncul sedikit demi sedikit dan akan mulai menerangi situasi yang sebelumnya gelap.
Mas Sabrang menegaskan bahwa terang itu pent, dengan menjelaskannya pada beberapa level abstraksi. Cahaya itu bisa bermakna denotatif, yaitu energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang kasatmata dengan panjang gelombang sekitar 380-750nm. Cahaya juga ada makna konotatifnya yaitu bahwa semua menjadi terang benderang, tidak ada yang disembunyikan.
Tiga Syarat Sukses Manusia Melawan yang Lain
Cahaya atau terang menjadi amat sangat penting jika kita paham dari konsep berkumpulnya manusia yang menata diri sendiri, entah itu organisasi, entah itu perusahaan, partai, serta entah itu negara. Berdasarkan rumus modern, supaya manusia bisa sukses melawan yang lain, bisa “bersaing” dengan yang lain di ruang yang sama, syaratnya cuma ada tiga.
Syarat pertama adalah meritrokrasi. Yang memimpin dan memegang keputusan yang berhubungan dengan orang banyak itu orang yang expert di bidangnya. Sistem merit berbasis keahlian dan prestasi.
Kalau misalnya Jenghis Kan itu dulu mengangkat jenderalnya pada kemampuan perangnya, Kumpulan kekaisaran Mongol menjadi ahli perang. Kalau mengangkat orang yang ahli manajemen, kumpulannya menjadi organisasi yang manajemennya rapi. Kalau mengangkat koruptor, ya menjadi kumpulan yang pintar berbohong. Tergantung apa yang diangkat, serta skill apa yang membuatnya naik ke atas, hal itu merupakan prinsip meritokrasi.
Syarat kedua, prinsip pragmatis. Pragmatis tidak melulu berkonotasi soal uang saja. Pragmatis itu garis lurus dengan tujuan aslinya. Kalau kita kepengin berkumpul dengan sekumpulan orang yang bertujuan mencari laba, pragmatisnya adalah mendirikan perusahaan.
Kalau ada pekerja yang tidak memebantu perusahaan mencari laba, ya dikeluarkan dari perusahaan. Langkah tersebut bukan karena jahat kepada pekerja yang keluarkan, tapi pragmatis sesuai dengan tujuan kumpulannya. Bahwa sebagai manusia, pekerja yang dikeluarkan itu dirangkul dan dididik kembali, tidak masalah. Tapi, sebagai kumpulan harus pragmatis.
Partai kumpulannya seharusnya menjaga ideologi. Pragmatis sebuah partai adalah menjaga ideologi. Bahwa kemudian ada perebutan kekuasan, itu efek samping dari menjaga ideologi. Seperti ormas itu menjaga nilai. Ada pragmatisme di dalam ormas, karena sudut pandangnya satu dan setia pada value yang dipegang.
Syarat terakhir ada yang berhubungan dengan cahaya, yaitu honesty (kejujuran). Karena tanpa ada kejujuran, kita hanya ada pada ruang abu-abu, remang-remang dan ruang gelap. Pada ruang gelap kita butuh optimis. Pada ruang gelap kita khawatir dan penuh harapan, karena tidak jelas apa yang kita saksikan.
Contoh sederhananya, kalau kita sedang berjalan di jalanan kampung yang remang-remang, kita butuh optimis untuk tidak jatuh ketika masuk jalan yang berlubang. Sedangkan kalau jalannya terang benderang kita tidak butuh optimis, karena apa yang kita lihat cukup jelas apa yang ada di depan kita.
Kejujuran Sangat Penting bagi Kita dan Indonesia
Karena semua terang benderang sehingga kita tahu apa yang dihindari, serta respons apa yang kita lakukan terhadap keadaan yang kita hadapi. Penting sekali dengan yang namanya terang benderang terang benderang kalau di dalam perkumpulan dinamakan kejujuran.
Kejujuran itu sangat penting karena di zaman modern ini semua orang kecenderungannya menjadi sempurna. Misalnya pemimpin harus kelihatan sempurna sehingga dia harus menutupi dengan remang-remangnya (kebohongannya).
Pencitraan itu kebutuhan karena seseorang tidak berani hidup dalam terang benderang. Seseorang itu membuat kabut (pencitraan) sehingga orang melihatnya sebagai sesuatu yang bukan dirinya. Efeknya orang menjadi salah sangka, karena berharap pada sesuatu yang dilihatnya remang-remang (penuh kepalsuan) serta tidak jelas aslinya.
Contoh kejujuran pada ruang pernikahan, kalau kita sedang proses pacaran, diri yang kita tampilkan ke pacar adalah yang mempunyai kemungkinan menarik dia untuk lebih dekat ke kita. Tapi, ketika sudah menikah dan hidup bersama, lama kelamaan apa yang kita tutupi selama pacarana akan terbuka semua menjadi terang benderang. Sehingga, pernikahan kalau secara statistik, situasi berbahayanya pada lima tahun pertama. Karena yang semula masing-masing dari pasangan ada yang ditutupi setelah menikah menjadi terang benderang.
Pada sebuah Kumpulan manusia yang disebut negara tidak akan maju kalau manusia yang ada di dalamnya tidak berani jujur. Jujur itu mengandung kekurangan dan kelebihan. Kalau manusia tidak mau kelihatan kekurangannya, orang yang melihat akan salah sangka kepadanya. Justru kalau kita tahu kekurangan yang ada di dalam diri kita, kita bekerja sama dengan orang yang mempunyai kelebihan pada titik temu mengisi kekurangan yang ada pada diri kita.
Kegunaan berkumpul adalah kita saling bekerja sama satu sama lain, untuk saling mengisi kekurangan dengan kelebihan sehingga menjadi lengkap. Tapi, kalau ada orang yang mengaku paling pintar sendiri, sebenarnya kita tidak mempunyai kumpulan manusia. Yang ada kita hanya ditipu oleh seolah-olah kumpulan manusia.
“Kalau Indonesia masih remang-remang terus dan tidak berani jujur, tidak berani apa adanya, tidak akan pernah ada yang namanya Indonesia menjadi maju itu. Yang ada salah sangka dan terus-terusan salah sangka,” tegas Mas Sabrang malam itu yang duduk di samping Mbah Sujiwo Tedjo.
Kita bisa belajar kepada Mbah Nun, Mbah Sujiwo Tedjo serta tokoh-tokoh lebih senior dari kita. Tokoh-tokoh lebih senior dari kita seperti Mbah Nun dan Mbah Tedjo kalau ngomong terasa tersambung apa adanya, terang benderangnya.
Mungkin saja ada yang tersinggung dari apa yang disampaikan dengan terang benderang tersebut, tapi kita yang mendengarkan terasa terang benderang atas apa yang dikatakan karena kejujurannya. Sehingga kita bisa mengantisipasi dalam kehidupan bersama, menjadi jelas juga respons kita terhadap suatu hal yang sama denga napa yang disampaikan para tokoh senior kita.
Menurut terjemahan Mas Sabrang pada keadaan Indonesia sekarang ini, Bangbang Wetan adalah mengajak kita menuju terang benderang. Letto Band sudah sejak dulu mengajak kita menuju terang benderang dengan karya Sebelum Cahaya.
Tidak masalah dengan kekurangan yang kita miliki. Orang yang tidak bisa menerima kekurangannya sendiri, suatu hari dia akan kecewa dengan dirinya sendiri. Kekurangan itu tidak dosa. Kita dosa kalau kita berbohong menutupi kekurangan. Dengan kekurangan kita bisa belajar lebih lanjut serta dengan bertanya ke yang lebih tahu.
Mas Sabrang malam itu menegaskan bahwa tidak mungkin Maiyah termasuk Bangbang Wetan mencaci maki Indonesia, karena kita juga orang Indonesia. Tapi dalam langkah perjalan manusia termasuk negara harus berani melihat apa yang perlu diperbaiki di dalam dirinya. Saat ini Indonesia sedang butuh terang benderang. Kita bukan butuh pemimpin yang sempurna, kita butuh pemimpin yang mau jujur kepada kita.
“Sorry ya, saya bikin kamu stres. Karena saya kepengennya terang benderang. Saya gak pengen bikin kamu pesimis. Saya pengen kamu lihat bahwa jalan di depan itu berlubang. Sehingga kita bisa menghadapi masa depan bersama-sama. Dan titiknya bisa saya katakan dimulai dari cahaya dari timur Bangbang Wetan. Selamat ulang tahun ke delapan belas,” ungkap Mas Sabrang
Hubungan Bangbang Wetan dengan Suluk Pedalangan
Pada kesempatan berikutnya Mas Aminullah mempersilahkan Mbah Sujiwo Tedjo menyapa jamaah dan merespons narasumber serta momen milad Bangbang Wetan.
Mbah Tedjo malam itu mengucapkan selamat ulang tahun ke-18 kepada Bangbang Wetan. Sehari sebelum acara milad Bangbang Wetan Mbah Tedjo ada acara ndalang di Taman Budaya Cak Durasim. Sehari setelah milad Bangbang Wetan ada acara di Malang. Menurut Mbah Tedjo, sebetulnya setelah acara di Taman Budaya Cak Durasim beliau langsung berangkat ke Malang.
Berhubung Pak Suko Widodo memberi kabar kalau ada milad Bangbang Wetan, Mbah Tedjo memutuskan hadir. Mbah Tedjo mengaku sangat lama sekali ingin ke Bangbang Wetan. Mbah Tedjo baru pada momen milad Bangbang Wetan itu bisa hadir di Bangbang Wetan.
Malam itu, Mbah Sujiwo Tedjo tak lupa mengajak hadirin untuk berdoa supaya Allah memperkenankan Mbah Nun segera pulih dan bisa membersamai maiyahan lagi.
Mbah Tedjo dari dulu ingin ke Bangbang Wetan karena ada suluk di pedalangan yang menceritakan kondisi menjelang pagi. Pada suluk tersebut menceritakan ayam-ayam sedang berkokok, kelelawar pada terbang mencari persembunyian karena takut kesiangan, hari menjelang terang tanah serta orang-orang di pedesaan sibuk untuk bekerja dan bekerja.
Mungkin aktivitas bekerja tidak harus fisik, tapi bisa juga seperti apa yang disampaikan Mas Sabrang untuk mencari titik terang benderang.
“Jago Kluruk rame kapiyarsi. Lawa kalong luru pandhelikan. Jrih kawenan ing semune. Wetan bang sulakipun. Mratandhani wus bangun enjing. Rembulan wis gumlewang. Ing puncaking gunung
Ing padesan wi wit obah. Lanang wadon pan sarnya anambut kardi. Netepi kuwajiban,” Mbah Tedjo bersuluk yang menceritakan suasana menjelang pagi (Bangbang Wetan) Mbah Tedjo belajar suluk tersebut dari dalang alm. Ki Manteb Sudarsono.
Pentingnya Jujur Apa Adanya
Mbah Tedjo merespons pendapat Mas Sabrang tentang pentingnya pemimpin untuk terang benderang (jujur). Menurut Mbah Tedjo, kalau ada pemimpin yang tidak jujur, mungkin yang salah juga kita sebagai rakyat.
Pada momen menjelang pilkada, banyak orang berbicara soal polusi udara, polusi sungai tapi tidak ada yang berbicara soal polusi visual. Spanduk-spanduk calon kepada daerah yang maju pada pilkada yang terpampang di sepanjang jalan itu membuat “sakit mata” Mbah Tedjo. Karena menurut Mbah Tedjo penampilan calon kepala daerah yang terpampang di spanduk kebanyakan menvisualkan seolah-olah baik.
Misalnya, berfoto seperti pramugari pesawat penerbangan menyambut penumpang. Mbah Tedjo menyarankan kalau memang calon kepada daerah perokok, ya foto saja dengan pose sedang merokok, yang penting tujuannya jelas atau terang benderang ingin mengubah daerah yang dipimpin menjadi lebih baik. Bolodewo pada lakon di pewayangan itu tukang mabuk. Tapi jika ada maling ditangkap betul oleh Bolodewo.
Yang perlu kita diskusikan menurut Mbah Tedjo adalah kita mencari presiden, kepala daerah, gubernur atau mencari kyai?! Sekarang di spanduk ada orang yang menyertakan gelar kyai, doctor atau insinyur, padahal gelar, entah doktor maupun insinyur, itu kelasnya staf ahli. Sedangkan pemimpin itu memutuskan sesuatu dengan nalurinya setelah rapat dengan para staf ahli terkait. Tidak usah menyertakan gelar pada spanduk pencalonan dirinya karena tidak ada hubungannya, kecuali kalau mau menjadi dosen.
Sebenarnya yang salah itu bisa jadi rakyat. Karena kalau ada calon pemimpin kebetulan perokok tapi tujuannya jelas demi rakyat, menyertakan pose merokok di balihonya kebanyakan tidak dipilih. Rakyat atau kita lebih memilih orang yang di spanduk kelihatan sopan dan menyertakan gelarnya.
Mbah Tedjo malam itu mencoba menjawab fenomena pemimpin atau calon pemimpin yang cenderung tidak jujur di dalam perilaku dan spanduknya Mbah Tedjo mengutip pendapat K. H. Mustofa Bisri yang mengatakan, sebenarnya orang itu sudah tahu mana orang yang baik dan mana orang yang tidak baik yang disambungkan dengan hatinya.
Tapi, kita mau mengungkapkan senang kepada seseorang atau peimpin itu melihat terlebih dahulu kanan-kiri kita. Kalau kanan-kiri senang, kita ikut senang. Kalau kanan-kiri kita tidak senang, kita takut dinilai gila mengungkapkan rasa senang kita terhadap pemimpin atau orang yang kita senangi.
Mbah Nun Mampu Menginterpolasi Fakta dengan Ayat Al-Qur’an
Walaupun kata Mas Patub, jamaah Maiyah saatnya mandiri karena Mbah Nun sedang “istirahat”, Mbah Tedjo tetap merasa kehilangan sosok Mbah Nun. Karena sekarang yang ada itu ulama yang jika melihat fakta yang dialami dengan sumber informasi dari Al-Qur’an secara terpisah. Melihat fakta sendiri dan melihat sumber informasi dari Al-Qur’an sendiri.
Seharusnya yang disebut ulama menurut Mbah Tedjo adalah melihat dengan fakta dengan mencari interpolasinya. Mbah Nun bisa menjelaskan fakta dengan teks (informasi dari Al-Qur’an).
Pada urusan agama, Mbah Tedjo berpegang pada pendapat Pak Quraish Shihab. Sejak kecil Mbah Tedjo sudah menggelisahkan perkara beda antara kedokteran dengan agama, begitu juga bedanya bidang keahlian lain dengan agama.
Ternyata dalam kesimpulan Mbah Tedjo, kalau misalnya kita di teknik mesin, mau berbicara soal teknik mesin, kita harus tahu lawan bicara kita menguasai bidang sesuai apa yang mau kita sampaikan. Orang boleh ngomong sesuatu berdasarkan kompetensi keahliannya. Sedangan kalau agama itu hidup. Siapapun boleh berbicara soal agama, asal tulus.
Menurut, Pak Quraish Shihab, siapapun boleh berbicara soal agama. Pendapat tukang becak sama dengan doctor ahli tafsir Al-Qur’an lulusan Universitas Al-Azhar Kairo, asal dua-duanya tulus.
Setelah Mbah Tedjo mengakhiri respons awal pada malam itu, Mas Aminullah setuju atas apa yang disampaikan Mbah Tedjo terakhir tentang siapa saja boleh berbicara agama asal tulus. Mas Aminullah mengutip pendapat Mbah Ahmad Fuad Effendy, bahwa siapapun orang boleh mentadabburi Al-Qur’an, tidak harus ahli tafsir, asal output dari tadabbur yang kita lakukan dapat mendekatkan kita kepada Allah.
Potensi Artificial Intelligence Menjawab Masalah Indonesia
“Tadi ketika saya mengatakan bahwa Bangbang Wetan datang dari timur itu, insyaAllah semoga itu sungguh-sungguh terjadi. Karena kalau semuanya berjalan dengan baik, Surabaya akan contoh governance yang paling open di Indonesia,” Doa Mas Sabrang untuk Bangbang Wetan dan Surabaya yang menjadi titik perubahan.
Mas Sabrang merespons dari apa yang disampaikan Mbah Tedjo soal pemimpin yang sulit dipercaya. Menurut Mas Sabrang pemimpin sulit dipercaya karena selama ini rakyat tidak merasakan feedback dari pemimpin yang dipilihnya. Pemimpin baru merasakan feedback setelah 5 atau 10 tahun menjabat. Ibaratnya kalau kita sedang menyetir, kita putar setir ke kanan tapi baru lima menit kemudian mobil merespons belok ke kanan, itu kan membahayakan bagi kita yang menyetir. Kondisi seperti itu yang dialami pemerintah Indonesia dengan rakyatnya yang jedanya sangat lambat dalam memberikan feedback.
Dulu, usulan Mas Sabrang cuma sederhana yaitu setiap hari memberikan laporan kepada rakyat atas apa yang telah dilakukan. Dari laporan harian pemimpin itu tidak bisa mengarang cerita. Mau korupsi juga sulit sekali karena tidak bisa mengarang cerita finansial, karena tiap hari laporan. Problemnya, kasihan pemimpin yang seharusnya setiap hari bekerja, masak setiap hari sibuk membuat laporan.
Tapi, sekarang zaman sudah berubah. Sekarang ini ada zaman yang bernama artificial intelligence. Anak sekolah sekarang bisa lebih mudah mengerjakan tugas dari guru membuat paper tentang berbagai hal, menggunakan bantuan artificial intelligence (Chat GPT atau Anthropyc). Zaman sekarang membuat laporan menjadi sangat mudah. Kalau hal itu tidak dilakukan, artinya memang niatnya tidak baik.
Artificial Intelligence mempunyai dua sisi mata uang yang berbeda. Satu sisi, bisa membahayakan kita. Sisi yang lain, bisa dengan mudah membantu kita membuat laporan (wujud dari kejujuran pemimpin) terhadap apa yang dikerjakan. Pemimpin sangat mudah melakukan transparansi saat ini. Semua tinggal pemimpinnya sekarang mau melakukan transparansi atau tidak.
Artificial Intelligence mempunyai potensi yang luar biasa untuk menjawab masalah-masalah yang dialami Indonesia. Karena AI menurunkan kesulitan manusia dalam bekerja. Sampai Mas Sabrang berpikir, jangan-jangan yang digadang-gadang sebagai “Satrio Piningit” itu artificial intelligence. Satrio piningit bukan satu orang tetapi sebuah sistem yang bisa membantu siapapun.
Pemimpin bisa berlagak pandai, dan itu tidak menjadi masalah. Misalnya kita mempunyai lurah yang tidak pandai membuat program, kalau si lurah bisa tanya AI dan dibuatkan program yang bagus dan dilaksanakan. Lurah itu mendapat credit dari AI tidak masalah, asal program yang dijalankan bagus.
Kalau misalnya kita salah memilih pemimpin yang tidak kompeten, kita bisa menaikkan ketidakkompetenannya dengan AI. Konsep-konsep yang kita omongkan selama ini di maiyahan termasuk konsep bernegara, yang awalnya kita anggap mimpi (susah dilakukan pada teknisnya), sekarang ini ada pada posisi sangat mungkin dilakukan semua konsep yang kita omongkan selama ini, walaupun dengan IQ kita yang tidak terlalu tinggi.
Kita bisa mengangkat Indonesia yang luar biasa cepat dan baiknya ini. Tergantung political will-nya seperti apa. Mas Sabrang berharap, Indonesia melakukannya dimulai dari pemimpin terpilih untuk memimpin Indonesia lima tahun ke depan. Karena kalau tidak dilakukan, Mas Sabrang takut sekali Indonesia telat karena Indonesia menghadapi situasi geopolitik dunia yang tidak mudah.
“Surabaya semoga bisa menjadi contoh Indonesia nanti,” doa Mas Sabrang kepada masyarakat dan pemerintah Surabaya.
Mendengarkan Fatwa Hati untuk Menemukan Jawaban yang Dicari
Menginjak sesi perform Letto band. Sebelumnya, Mas Sabrang memberi pengantar hubungan lagu yang akan dibawakan dengan situasi atau masalah yang dialami manusia pada umumnya.
Perjalanan manusia dimulai dari lahir dan membuka matanya. Menghadapi dunia yang dia tidak tahu apa itu, apa peraturannya, harus ngapain dan seterusnya. Tapi dia ada guite dalam hatinya untuk mencari kepenuhan dalam hatinya dan kelengkapan hatinya, nomor Lubang DIhati dibawakan dengan sangat apik. Jamaah juga ikut bernyanyi bersama Letto.
Setelah membawakan nomor Lubang DIhati, Mas Sabrang menjelaskan proses kreatif lahirnya lagu tersebut dengan pengalaman hidup Mas Sabrang.
Kalau Lubang Dihati ini, manusia yang berbicara tentang hidupnya. Dia mensyukuri, dia mencari, dan ada satu kalimat di dalam liriknya, yang akan disambungkan ke lagu berikutnya. Kalimatnya, “Ku menanti jawaban apa yang dikatakan oleh hati” Hati itu kadang dianggap mengampu emosi, sepemahaman Mas Sabrang yang berasal dari pendapat Rasulullah, walaupun hati juga memberi jawaban.
Ada seorang pengikut Islam yang bertemu dengan Rasulullah, yang mnegatakan,”Saya hanya mempunyai kesempatan sekali bertemu denganmu ya Rasulullah. Bagaimana saya seumur hidup mengikuti Rasulullah, kalau tidak bisa mendengarkan dan terus bertemu Rasulullah”. Rasulullah menjawab,”Istafti qalbak. Dengarkan fatwa hatimu,” Artinya fatwa hati itu juga jawaban.
Lagu Letto untuk memahami secara penuh, itu kita melihat perspektif isi lirik lagunya siapa berbicara dengan siapa. Mas Sabrang selama ini tidak pernah terbuka membuka siapa aku dan siapa kau dalam lirik lagunya. Malam itu, Mas Sabrang kepengin cerita kaunya siapa dan akunya apa dari sudut penulisnya. Walaupun dari sudut pendengar bebas-bebas saja.
Lagu berikutnya adalah Fatwa hati. Dari sudut penulis, ceritanya yang bernyanyi Tuhan kepada sebentuk ruh yang akan lahir ke muka bumi. Diingatkan oleh Tuhan, bahwa Tuhan selalu hadir di fatwa hatinya. Pada kalimat pertama, “Sebelum tiba waktu senja”, senja itu keadaan menuju gelap. Mas Sabrang memotret bahwa hidup itu gelap. Seperti yang dikatakan Lubang Dihati tadi.
Kita lahir tidak tahu disuruh ngapain. Tidak tahu tujuannya ke mana. Kita gak tahu apa-apa. Pokoknya disuruh lahir saja. Sehingga nyawa atau ruh yang terang benderang di sebelah Tuhan, ketika mau lahir dikatakan waktu senja. Karena dia akan mengalami kegelapan dalam hidupnya. Kegelapan bukan kejahatan. Kegelapan adalah ketidaktahuan dan dia harus mencari dalam perjalanannya ditemani oleh istafti qalbak atau Fatwa Hati. Letto membawakan Fatwa Hati dengan pegalaman berbeda bagi yang telah diterangkan maksud siapa kau dan aku di dalam lirik lagu tersebut.
Tentang Seorang Pemuda Menemukan Sandaran Hati
Sebelum ke lagu berikutnya, Mas Sabrang merespons dari apa yang disampaikan Mbah Tedjo tentang ahli kedokteran, ahli mesin boleh berbicara sesuai keahliannya serta siapa saja boleh boleh berbicara soal agama, asal tulus.
Ahli kedokteran itu urusan memperbaiki kesehatan di depan mata. Ahli mesin itu kemampuan memperbaiki mesin. Dia berguna saat dibutuhkan. Informasi dari agama tentang hidup itu berlaku bukanlah pada saat ini saja, melainkan saat ini, esok hari dan memahami masa lalu.
Ilmu dari agama tentang hidup bisa dipakai sepanjang waktu. Menurut Mas Sabrang, hal itu yang membuat agama bisa hadir di mana saja. Hadir bukan sebagai dogma, bukan sebagai pemaksaan benar atau salah, tapi sebagai guite kita untuk melakukan perjalanan. Di dalam perjalanan kita pasti menghadapi kesulitan mau mengambil keputusan dari berbagai macam pilihan.
Semua pilihan yang kita pilih akan menghadapi masalah pada suatu titik. Sehingga agama menarasikan, “Kalau kamu mau mengambil adventure dalam hidupmu, mau mengambil perjalanan hidup yang indah penuh makna, ikuti fatwa hatimu serta ikuti kejujuranmu!”
Karena jalan pilihan mana saja akan menghasilkan masalah, lebih baik masalah yang datang dari kejujuran kita atau masalah yang disiapkan Tuhan untuk kita, lewat fatwa hati. Walaupun terkadang terasa berat juga, sehingga lahirlah lagu Sandaran Hati.
Sandaran Hati adalah orang yang belum begitu kenal dengan Fatwa Hatinya, sehingga otaknya yang berjalan. Tapi, dia sadar dirinya bukanlah badannya, dirinya bukanlah pikirannya, sehingga ada kalimat di dalam liriknya, “Aku dan nafasku merindukanmu” Bahwa di dalam kalimat itu aku dan nafasku merupakan dua hal yang berbeda. Tidak hanya aku, nafasku, akalku itu hal yang berbeda semua. Maka lahirlah lagu yang namanya Sandaran Hati.
Sebelum Mas Sabrang dan Letto membawakan lagu Sandaran Hati, Mas Sabrang menjelaskan positioning lagu Letto yang berada pada titik percaya serta ada yang berpijak pada titik bersaksi. Ada beda antara percaya dan bersaksi. Lagu Sandaran Hati adalah orang yang percaya. Lagu Fatwa Hati adalah orang yang bersaksi, karena sudah bisa berbicara dengan fatwa hatinya.
“Dan ku tahu pasti kau menemani,” merupakan salah satu kalimat dari lirik lagu Sandara Hati yang berdiri pada posisi percaya. Berada pada titik baru percaya karena orang yang tahu pasti tidak akan mengikrarkan. Kalau kita masih berbicara merasa tahu, pasti, yakin dan merasa benar, berarti kita masih mencoba meyakinkan diri. Karena kalau orang yang tahu fakta tidak akan membicarakan, dia tahu di dalam hatinya. Seperti kita percaya hukum gravitasi, kita tidak pernah berbicara soal gravitasi ketika BAB.
Lagu Sandaran Hati lahir dari seorang anak berumur 24 tahun, yang sudah tidak tahu hidup mau melakukan apa. Hidup akhirnya jelas, yaitu pasti mati. Kenapa mau ketemu Tuhan menunggu besok-besok, kenapa tidak hari ini? Tapi dia dihalangi bertemu Tuhan hari itu juga karena tidak boleh bunuh diri.
Lahirlah kesimpulan pada anak berusia 24 tahun itu, menjalani hidup sama dengan “disiksa” oleh Tuhan, karena pasti akan ada masalah di depan mata. Anak muda itu akhirnya menemukan jawaban,”Tanpa ada masalah, kamu tidak akan ingat kepada siapa engkau bersandar,” disambung Letto membawakan lagu Sandaran Hati.
Letto mendapat tepuk tangan meriah dari jamaah yang hadir malam itu, di akhir perform Letto membawakan lagu Sandaran Hati.
Menghadapi Masalah dengan Senyuman
Mas Sabrang meneruskan cerita proses kreatif lahirnya lagu-lagu Letto. Suatu hari Mas Sabrang menemukan suatu pemahaman baru, “masalah itu tampak begitu berat hanya ketika kita tidak mempunyai jarak dengan masalah. Kalau kita sudah punya jarak, masalah tidak berat-berat amat kok.”
Contoh dari masalah yang kita tidak merasa berat karena punya jarak yaitu masalah kalau sudah menjadi masa lalu, kita tertawakan bukan lagi kita kenang. Kalau masih mengenang masalah masa lalu berarti hidup kita overthinking.
Masa lalu hanyalah memori, masa depan hanyalah imajinasi, yang kita alami adalah hari ini. Maka, tidak ada alasan kita menderita dengan masa lalu dan masa depan. Kalau memang hari masih juga menderita, ambil jarak sedikit, jangan menjadi obyek penderita. Jadilah bagian yang bisa menertawakan dirimu sendiri. Ketika kita sudah bisa membedah posisi kita di tengah masalah, tidak ada yang terjadi selain senyuman yang menertawakan diri kita sendiri. Sehingga lahir lagu yang berjudul Senyumanmu.
Betapa penting yang namanya senyuman. Senyuman itu diterangkan pada ilmu biologi yang dinamakan mirror neuron (neuron cermin). Mirror neuron penjelasan sederhananya adalah kalau kita melihat orang tersenyum, kita juga ikut tersenyum. Berdasarkan pengalaman Mas Sabrang, orang akan ramah kalau kita tersenyum duluan. Ternyata bukan meminta senyuman kepada orang yang membuat orang ramah ke kita, tapi memberi senyuman dan kita akan mendapatkan senyuman balasan dari orang lain.
“Ayo cah mesem. Masalahnya seperti apapun Indonesia akan tetap berjalan. Ada, tidak ada kamu Indonesia tetap akan berjalan. Tapi, karena sudah terlanjur ad akita, mari berbuat sebaik-baiknya dengan penuh senyuman,” Ajak Mas Sabrang untuk tersenyum menghadapi masalah yang dihadapi. Setelah itu dilanjutkan membawakan lagu Senyumanmu.
Mas Sabrang menjelaskan kembali alur cerita perjalanan lahirnya lagu-lagu Letto. Dimulai dari seorang bayi yang pertama kali membuka mata dan mencari Lubang Dihati. Ternyata menemukan Fatwa Hati utuk menjalani hidup. Hidup yang penuh masalah. Hidup yang mungkin tidak sesuai dengan situasi ideal yang kita harapkan. Tapi dengan itu kita bisa menyandarkan hati kita kepada Yang Sejati. Ya tetap sedih, tapi ada sandarannya sehingga kita bisa tersenyum.
Kalau hidup penuh senyuman, kemudian kita bisa mengisi kepala saudara-saudara kita dengan kerinduan. Orang yang penuh senyum lebih banyak dirindukan daripada orang yang penuh marah. Mari kita mengisi hidup kita dengan menghidupkan Bangbang Wetan, menghidupkan cahaya, terus mencintai Indonesia, agar kita dirindukan oleh anak-cucu kita sebagai generasi yang berani berjuang menghadapi kegelapan. Lagu Ruang Rindu dibawakan oleh Letto. Jamaah yang hadir malam itu ikut menyanyikan lagu Ruang Rindu bersama Mas Sabrang dan Letto.
Mas Sabrang dan Letto menutup acara milad 18 tahun Bangbang Wetan dengan lagu Permintaan Hati, Sampai Nanti Sampai Mati dan Sebelum Cahaya. Sebelum perform lagu terakhir Sebelum Cahaya, Mas Sabrang memberi pengantar bahwa, beliau pernah mendengar ada kalimat semua bermula dari pikiran. Yang dipikirkan menjadi perkataan. Semua yang dikatakan menjadi perilaku. Perilaku yang diulang-ulang menjadi kebiasaan. Dan kebiasaan menjadi karakter. Pada level manusia urutan urusannya seperti itu.
Mari kita angkat sedikit pada level kumpulan. Maiyah dan Bangbang Wetan adalah level pikiran. Kita berpikir setiap hari bagaimana memperbaiki Indonesia, bagaimana kita cinta kepada Indonesia dan memperbaiki keadaan. Kemudian, masing-masing dari jamaah Maiyah mengubahnya menjadi perilaku. Bangbang Wetan istiqamah semala 18 tahun ini merupakan perilaku cinta. Dan semoga hadiah ulang tahun Bangbang Wetan ke-18 dan seterusnya adalah perilaku cinta yang kita lakukan sampai saat ini dilakukan juga oleh Surabaya.
Semoga Surabaya kemudian sudah melakukan perilaku cinta, menjadi kebiasaan di daerah-daerah lain, serta menjadi karakter di seluruh Indonesia. Kita berani terang benderang karena tidak ada yang disembunyikan. Semoga langkah kita bukan lagi sebelum cahaya, tapi ketika cahaya tiba dan cahaya diteruskan.
“Karena kita sudah melewati kegelapan menuju cahaya. Tadi, kita sudah berpikir, kita sudah ngomong, dan sekarang kita tandang. Surabaya akan tandang. Tapi kita maknai mala mini (milad 18 tahun Bangbang Wetan) dan upacarai malam ini dengan cahaya yang datang dari tangan. Karena perubahan bukan datang cahaya dari langit dan keajaiban, tapi tangan-tangan yang berani memegang cahaya. Tangan-tangan yang berani berbuat. Tangan-tangan yang berani bermanfaat. Kita minta sumbangan cahaya dari tangan-tangan yang mau berbuat. Perilaku kecil sebagai upacara perlambang, semoga cahaya segera datang di Indonesia. Dimulai dari Surabaya, Bangbang Wetan,” Ajak Mas Sabrang tandang dan menyalakan cahaya di tangan. Jamaah malam itu meresponsya dengan menyalakan flash light gadgetnya masing-masing mengiringi Mas Sabrang dan Letto perform Sebelum Cahaya.
Pukul 00.08 WIB acara dipuncaki dengan indal qiyam yang dipimpin oleh Gus Lutfi. Semua jamaah berdiri dan bersholawat bersama.
Surabaya, 23-26 September 2024