DUNGO-DINUNGO, KANGEN-KINANGEN, TRESNO-TINRESNAN

Alhamdulillah, sedulur Paseban Majapahit masih diperjalankan Allah untuk tetap teguh di jalan Maiyah dan membersamai Mbah Nun dengan untaian doa cinta. Bagaimanapun kondisi beliau saat ini, kami semua yakin bahwa kecintaan dan kerinduan Simbah kepada anak cucu Maiyah akan selalu lebih dalam dan lebih besar dari rasa cinta dan rindu anak cucu Maiyah itu sendiri. Begitu juga doa cinta beliau kepada kita semua. Insya Allah selalu lebih besar.

Maka tak heran kalau yang dirasakan selama rutinan Tawashshulan setiap hari Rabu malam, sampai minggu ke-9 ini adalah pusaran energi cinta yang murni. Dari pusaran kebersamaan dan kegembiraan di hari Rabu sebelumnya, menuju pusaran kemesraan dan kebahagiaan di hari Rabu minggu berikutnya. Siklus yang semoga terjaga ritmenya. Amiin, insya Allah.

Alhamdulillah lagi, segala persiapan dan perjalanannya senantiasa dimudahkan dan diberi kelancaran oleh Allah. Rembuk ubo rampenya, mufakat jadwal dan tempatnya, diliputi oleh  semangat syukur bersama atas nikmat Al-Mutahabbina Fillah yang terus terawat.

Yang namanya kendala, pasti ada lah. Gangguan teknis dan nonteknisnya pasti ada saja. Dan semuanya perlu diatasi bareng-bareng. Bersyukur sekali sampai detik ini Allah masih selalu menganugerahkan semangat kekeluargaan yang melimpah kepada Paseban Majapahit.

Meskipun jadwal Tawashshulan Reboan harus bergeser ke hari Sabtu saat bersamaan dengan jadwal rutinan Pasebanan di setiap bulannya, dulur-dulur tetap berusaha menikmati semua prosesnya. Menjadikannya ritme perjalanan ruhani yang terus diselaraskan dengan rutinitas masing-masing. Setiap 4 sampai 5 edisi Tawashshulan Reboan, dihikmahi kembali dengan satu edisi Tawashshulan dan Sinau Bareng Paseban Majapahit. Semoga istiqomah. Amin.

Lihat juga

Pasebanan edisi #78 di hari Sabtu, 4 November 2023 menjadi satu momentum yang spesial. Selain karena bertemunya jadwal rutinan mingguan dan bulanan, juga karena bertemunya sedulur Paseban Majapahit dengan sedulur Majelis Pahingan dan dibersamai Lek Hammad.

Semua nyawiji di rumah Cak Fuad, di Perum Griya Sooko Asri, Dsn. Bekucuk, Ds. Tempuran, Kec. Sooko, Kab. Mojokerto. Anak cucu Maiyah nglumpuk dadi siji, untuk terus sambung roso dan sambung dungo tresno, wa-bil khusus doa kagem kesehatan Mbah Nun. Semoga beliau semakin sehat dan segera pulih kembali. Amiin ya robbal ‘alamiin. 

Sinau istiqomah nyawiji untuk saling: dungo-dinungo, kangen-kinangen, tresno-tinresnan. Saling mendoakan, saling merindukan, dan saling mencintai satu sama lain. Insya Allah.

Sebelum Tawashshulan dimulai, Lek Hammad berpesan, “Tawashshulan ini boleh menjadi rutinitas, tapi jangan sekedar rutinitas. Usahakan selalu ada ‘muatan’ niat, doa, curhat, yang ingin kita sampaikan kepada Allah dan Kanjeng Nabi.” Alhamdulillah. Sendiko dhawuh Lek.

Lalu semua sedulur yang hadir pun larut dalam suasana khusyuk wal khidmat. Cak Sobbirin, Cak Isa, Pak Yanto, serta Lek Hammad, bergantian me-mukhtar-i lantunan Tawashshulan hingga paripurna; indal qiyam dan doa ikhtitam.

Puncak perjalanan terlampaui sudah. Setelah membasahi kerongkongan dengan seteguk air mineral atau sesruput kopi, juga sambil menikmati aneka jajanan atau buah-buahan yang tersaji, semua sedulur ikut ngombyongi sesi sinau bareng dengan tema “Piweling Ati”.

Ki Lurah Paseban, Cak Sutar, mengawali dengan ungkapan apresiasi dan bungahé ati, atas nyawiji-nya sedulur Paseban dan Pahingan. Khususnya kagem Lek Hammad dan Cak Fuad.

Beberapa poin juga disampaikan oleh Mas Pram, yang malam itu rawuh bersama Mbak Yuli. Antara lain tentang kenyataan bahwa sudah lama kita tidak mendapat pitutur atau piweling dari Mbah Nun. Alhamdulillah kali ini Lek Hammad berkesempatan membersamai. Apa saja yang akan disampaikan oleh Lek Hammad pada dasarnya sumbernya sama, dari Mbah Nun. Tetapi biasanya akan lebih di-detail-kan lagi oleh beliau.

Setelah menyampaikan terima kasih atas kebersamaan sedulur Paseban pada momentum 30 tahun Padhangmbulan seminggu yang lalu, Mas Pram menyudahi dengan piweling penting, “Tawashshulan diharapkan bisa digethok tularkan kepada masyarakat sekitar, supaya bisa menjadi ‘milik bersama’.” Matur nuwun Mas Pram. Semoga Paseban berkesempatan.

Cak Hanafi menambahi ungkapan terima kasih yang sama atas kebersamaan di 30 tahun PB, dengan menegaskan bahwa semua itu “menjadi kebahagiaan bersama”.

Ki Carik Paseban, Cak Huda, merespons tema malam itu dengan menegaskan, “Yang paling utama dalam hidup, tetaplah kesadaran ‘menata hati menjernihkan pikiran’. Apapun yang dijalani dan dihadapi tetap harus disiapkan dengan hati yang tertata.”

Malam itu Cak Huda juga memohon doa kepada Lek Hammad dan semua sedulur yang hadir agar beberapa ikhtiar khusus yang akan dijalani terkait dengan pengobatan penyakit beliau bisa berjalan lancar dan seiring dengan kehendak Allah atas kesembuhan yang diharapkan.

Sebelum memberikan piweling-piwelingnya, Lek Hammad mengingatkan lagi bahwa sinau bareng adalah proses untuk menjadi pejalan dan pengkhidmat Maiyah. Beliau lalu mengajak semuanya untuk berpikir secara lebih utuh terkait tema. Tentang posisi kita sebagai khalifah dan hubungannya dengan masalah-masalah yang dihadapi. Juga tentang dialektika piweling sebagai subyek dan ati sebagai obyek. Yang terpenting lagi, mestinya kita juga harus mencari sebab, kenapa kita butuh piweling ati. “Opo’o kok ati iku butuh piweling?” pungkas beliau.

Lalu Cak Ronny mempersilakan dulur-dulur merespons beberapa hal yang sudah dijabarkan Lek Hammad. Agar sinau bareng edisi malam itu bisa lebih gayeng lagi.

Menurut Cak Hanafi, piweling ati itu kita butuhkan karena berawal dari realita hidup yang tidak sesuai harapan. Lalu hati merasakan sesuatu yang perlu direspons. Juga karena hidup bersosial di tengah masyarakat. Lalu muncul banyak masalah. Sehingga kita butuh nasihat untuk menjaga agar hati kita lebih tertata.   

Cak Sutar bertanya tentang bagaimana batas-batas atau kadar ketenteraman hati itu. Karena pada dasarnya hati lebih cenderung bertentangan dengan pikiran manusia. Bagaimana kita menenteramkannya? Bagaimana ciri-ciri hati yang tenteram.  

Terkait dengan prolog tema, Cak Wahyu juga bertanya bagaimana cara menjaga hati yang selesai. Karena kondisi hati yang cenderung dinamis dan selalu berubah-ubah.

Dari sisi pandang yang lain Bang Robet bertanya tentang bagaimana cara menumbuhkan sikap hati yang responsif atau peduli dengan situasi dan kondisi yang terjadi di sekitar kita.

Sebelum mempersilakan Lek Hammad untuk merespons apa yang sudah disampaikan oleh dulur-dulur, Cak Ronny juga bertanya terkait prolog tema. Tentang idiom-idiom “cahaya” yang seringkali Simbah welingkan, dan hubungannya dengan keadaan zaman saat ini.

Dengan sangat bermurah hati Lek Hammad menjelaskan dengan rinci dan menjawab semua pertanyaan dari dulur-dulur malam itu dengan piweling-piwelingnya.

Lek Hammad mengawalinya dengan memberikan beberapa gambaran riil betapa maraknya mentalitas penyakit hati di masyarakat dan sudah tidak lagi ada yang berani mengingatkan atau menasihati. Akhirnya banyak hal-hal tidak penting yang seakan urgen dilakukan.

“Mari kita menata hati dengan memosisikan diri sebagai orang yang tidak memiliki banyak kebutuhan yang tidak urgen. Merasa cukup dengan apa yang dimiliki,” ungkap beliau.

“Berusahalah menenteramkan hati dengan terus dan terus belajar untuk menjadi ‘Manusia Muhammad’. Sosok manusia tapi tidak seperti manusia biasa. Muhammadun basyarun lakal basyari. Sosok makhluk terbaik yang diutus Allah untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Wa ma arsalnaka illa rahmatal lil-‘alamin,” jelas Lek Ham kemudian.

Selanjutnya Lek Ham juga berpesan, bahwa nilai-nilai Maiyah itu sangatlah luas dan banyak. Sebagai Simpul Maiyah, mungkin Paseban Majapahit bisa rutin untuk membahas poin-poin tentang nilai-nilai Maiyah yang bisa dioncèki bareng-bareng saat rutinan.

Tentang “masalah” yang dihadapi dalam hidup, Lek Hammad memberi piweling khusus.

“Atas semua masalah yang sedang kita hadapi, yang umumnya adalah tentang urusan dunia, tugas kita adalah terus berusaha untuk menyelesaikannya. Dan kesadaran khalifah itu adalah kesadaran diri bahwa kita ‘jauh lebih besar’ dari semua masalah yang dihadapi,” kata beliau.

“Dengan kesadaran khalifah kita bisa terus belajar untuk menguatkan hati saat menghadapi masalah apapun. Lalu kita bangun keyakinan bahwa kita lebih besar dari masalah-masalah itu. Kemudian kita sikapi masalah itu seperti apa yang pernah diwelingkan oleh Mbah Nun, ‘Jangan katakan kepada Allah bahwa ada masalah, tapi katakan kepada masalah bahwa ada Allah’,” terang Lek Hammad. Mengingatkan lagi piweling Mbah Nun yang mungkin terlupa.

Menjawab beberapa pertanyaan lainnya, Lek Hammad menegaskan lagi bahwa kunci untuk memiliki hati yang selesai, hati yang tenteram, hati yang responsif dan peduli, hati matahari yang akan mengantarkan manusia menuju ke “fase cahaya”, adalah kesungguh-sungguhan untuk sinau menjadi “Manusia Muhammad”. Sungguh-sungguh sinau mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasulullah. Karena Kanjeng Nabi adalah “teladan utama” bagi kita semua. 

(Redaksi Paseban Majapahit)

Lihat juga

Back to top button