TAWASHSHULAN ON THE SKY, MENSYUKURI 70 TAHUN MBAH NUN 

Sehari setelah Kenduri Cinta, sesuai dengan edaran yang sebelumnya dirilis oleh Progress dan Koordinator Simpul Maiyah, tepat di hari Sabtu 27 Mei 2023, Tawashshulan diselenggarakan secara hybrid. Rumah Maiyah Kadipiro menjadi venue utama, sementara Simpul Maiyah lainnya tersambung melalui Zoom Meeting yang kemudian disiarkan secara langsung melalui channel Youtube caknun.com

Sejak sore, beberapa penggiat Simpul Maiyah mengabarkan persiapan teknis di tempat masing-masing. Begitu juga dengan penggiat Kenduri Cinta yang sudah berkumpul sejak sore hari di rumah salah seorang penggiat Kenduri Cinta, di bilangan Bogor. Cak Nun yang masih berada di Jakarta pun turut bergabung sejak sore, menikmati senja di Bogor sembari menulis. Sementara penggiat Kenduri Cinta yang sudah datang pun berbagi tugas, sebagian menyiapkan persiapan teknis untuk Zoom Meeting, sebagian yang lain mempersiapkan logistik makanan untuk dihidangkan.

Tepat pukul 20.00 WIB, Tawashshulan dimulai. Meskipun terhubung secara virtual, penggiat di masing-masing Simpul Maiyah tetap khusyuk mengikuti rangkaian Tawashshulan yang dipimpin oleh Mas Helmi, Mas Islamiyanto, dan Mas Imam Fatawi, dan seluruh Pakde-Pakde KiaiKanjeng di Rumah Maiyah Kadipiro. Di layar streaming Youtube, tampak Jamaah Maiyah memadati area Rumah Maiyah Kadipiro. Tampak juga suasana di Ndalem Kasepuhan Menturo, teman-teman Omah Padhangmbulan dan Jamaah Maiyah di sana pun berkumpul. Begitu juga di titik-titik lain seperti; Malang, Surabaya, Nganjuk, Semarang, Cirebon, beberapa teman-teman yang di luar negeri juga bergabung, seperti Mas Karim yang bergabung dari Belanda, Nafis di Jerman, Mas Thobib di Jeddah dan teman-teman Tong Il Qoryah di Korea Selatan.

Lihat juga

Ada sedikit gangguan secara virtual memang, karena keterbatasan koneksi internet, sehingga ada beberapa kali terjadi jeda dan delay siaran langsung dari Rumah Maiyah Kadipiro, sehingga saat Tawashshulan berlangsung, sempat seperti kejar-kejaran untuk menyamakan nada dan irama Tawashshulan. Namun demikian, kendala itu sama sekali tidak mengurangi kekhusyukan dan kesungguhan teman-teman penggiat Simpul Maiyah untuk Tawashshulan malam itu.

Dan memang Tawashshulan ini adalah tradisi baru di Maiyah. Dimulai sejak tahun 2021 lalu, setelah naskahnya juga mengalami beberapa perubahan. Momen 27 Mei biasanya terselenggara pertemuan besar penggiat Simpul Maiyah dan Jamaah Maiyah di Menturo. Namun semenjak pandemi Covid-19, agenda rutin itu urung diselenggarakan. Tahun lalu, momen 27 Mei terselenggara Tawashshulan di Rumah Maiyah Kadipiro. Dan di tahun ini, dengan sedikit improvisasi dengan dilangsungkan secara hybrid, alhamdulillah teman-teman yang tidak bisa datang di Rumah Maiyah Kadipiro, dapat turut tersambung secara daring.

Kurang lebih 1,5 jam lamanya prosesi Tawashshulan berlangsung. Setelah prosesi itu, Mas Helmi di Rumah Maiyah Kadipiro, mempersilakan beberapa orang untuk menyampaikan kesan, pesan, testimoni, pengalaman atau apapun saja bentuk persambungan yang dialaminya bersama Cak Nun. Diawali dari Pak Nevi Budianto, Pak Joko Kamto dan Mas Yoyok dari KiaiKanjeng. Kemudian ada perwakilan Jamaah Maiyah seperti Adit. Malam itu hadir juga Mas Puthut EA dari Mojok.co yang juga menceritakan pengalamannya saat mengenal Cak Nun ketika masih menjadi mahasiswa dulu. Dan terakhir Mas Sabrang yang malam itu juga bergabung secara langsung di Rumah Maiyah Kadipiro.

Mas Sabrang teringat salah satu pesan dari Cak Nun saat baru kembali dari Kanada. Kurang lebih yang disampaikan oleh Cak Nun; “Saya itu bukan Bapakmu saja, tetapi Bapak bagi banyak orang”. Sebuah pesan yang sepertinya memang sekarang benar-benar terbukti secara nyata. Cak Nun bahkan bukan hanya Bapak bagi banyak orang, beliau juga Mbah bagi cucu-cucu yang mungkin tersebar secara ideologis, jika Maiyah boleh disebut sebagai sebuah ideologis. Cak Nun juga bisa diposisikan sebagai sahabat, karena memang beliau memiliki kemampuan untuk merangkul banyak orang.

Merefleksikan perjalanan Rasulullah Muhammad Saw, Mas Sabrang menyampaikan bahwa dalam diri Cak Nun ada banyak komponen yang termanifestasi. Yang kita rayakan di 27 Mei adalah komponen kelahiran Cak Nun. Sementara saat Maiyahan, ada komponen nilai yang bisa kita dapatkan dari Cak Nun. Saat kita membaca tulisan-tulisan Cak Nun, ada komponen gagasan dan ide yang kita peroleh. Ada juga komponen perilaku Cak Nun yang kita teladani. Dan lain sebagainya. Dan 70 tahun usia Cak Nun saat ini adalah manifestasi fisik yang bisa kita lihat dan kita rasakan.

Ditekankan oleh Mas Sabrang, bahwa yang membuat kita berkumpul di Maiyah bukanlah karena kehadiran fisik Cak Nun semata, tetapi ada nilai yang dibawa oleh Cak Nun, juga gagasan dan ide yang disampaikan, baik saat berbicara di Maiyahan maupun yang dituangkan melalui tulisan. Keseluruhan nilai yang termanifestasikan dalam fisik Cak Nun itu yang kemudian kita menemukan bentuk kesepakatan yang kita sadari. Bahwa ada kesamaan nilai yang kita sepakati dari apa yang dibawa oleh Cak Nun.

“Ide bisa hidup ribuan tahun. Gagasan dan nilai bisa hidup ribuan tahun. Karena itu semua tidak hadir di satu kepala. Ketika Ali Bin Abi Thalib meneruskan nilai yang dibawa oleh Kanjeng Nabi Muhammad Saw., mungkin fisiknya Kanjeng Nabi sudah tidak ada, tapi nilainya masih hidup terus-menerus, sampai sekarang. Jadi bisa dikatakan bahwa Kanjeng Nabi sampai sekarang masih ada, walaupun bukan pada entitas seperti yang kita bayangkan, yang bisa kita sentuh atau bisa kita minta copy-nya. Akan datang satu saat di mana kita akan mengingat seseorang bukan dari fisiknya, tapi ada yang kita bawa di dalam diri kita; nilainya, inspirasinya, semangat hidupnya dan seterusnya,” ungkap Mas Sabrang. 

Setelah mendengarkan Mas Sabrang dan teman-teman Jamaah Maiyah yang menyampaikan banyak hal mengenai Cak Nun, sebenarnya Cak Nun juga ingin menyapa teman-teman yang tersambung secara virtual malam itu. Karena memang Cak Nun juga menyimak dari awal, dan ikut melantunkan Tawashshulan bersama teman-teman penggiat Kenduri Cinta malam itu. Namun karena ada kendala teknis, hal tersebut tidak bisa terlaksana. Namun demikian, saat setelah live streaming di Rumah Maiyah Kadipiro selesai, Cak Nun masih tersambung di Zoom Meeting dengan teman-teman Simpul Maiyah. 

Pada kesempatan itu Cak Nun menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas doa dan munajat yang sudah dipanjatkan melalui Tawashshulan malam itu. “Seluruh yang Anda kemukakan tadi mengenai saya dan Maiyah adalah hidayah dari Allah. Hidayah itu adalah sebuah gambar besar, di dalamnya ada wahyu, ada ilham, ada karomah, ada khobar, ada sapaan, ada kerinduan, ada semuanya,” Cak Nun menyampaikan. 

“Saya itu pelaku nilai. Dan kalau pelaku nilai, maka saya bergantung 100% kepada hidayah Allah,” Cak Nun melanjutkan. Apa yang disampaikan oleh Cak Nun malam itu menjadi bekal tersendiri bahwa nilai yang dimaksud oleh Cak Nun juga berlaku secara universal. Karena ilmu yang kita perbincangkan di Maiyah sangat multidimensi.

Di akhir, Cak Nun menyampaikan kembali bahwa doa yang khusus dipanjatkan untuk beliau di 27 Mei kemarin itu adalah momen yang sangat penting bagi Cak Nun. Karena Cak Nun memang membutuhkan doa kita. Itulah kenapa di Maiyah kita diperkenalkan konsep segitiga cinta, agar semua pihak saling bersambung. Ketika kita bershalawat kepada Kanjeng Nabi, tujuannya adalah supaya Allah memberi keberkahan kepada kita, memberi kemudahan hidup kepada kita, memberi solusi saat kita menghadapi masalah.

(Koordinator Simpul-Simpul Maiyah Nusantara) 

Lihat juga

Back to top button