TASYAKURAN YAUMUL MILAD MBAH NUN KE-70: MERAYAKAN KARYA DAN KEBERSAMAAN DALAM SEMANGAT MAIYAH
(Tasyakuran 70 Tahun Mbah Nun oleh Jamaah Maiyah Malang Raya, di Rumah Maiyah Al-Manhal Malang, 27 Mei 2023)
Tasyakuran Yaumul Milad Mbah Nun ke-70 yang diadakan oleh JM Malang Raya pada hari Sabtu, 27 Mei 2023, menjadi perayaan yang meriah di Rumah Maiyah Al-Manhal Malang. Para jamaah hadir dengan penuh suka cita untuk memperingati momen istimewa ini dan mendoakan kesehatan Mbah Nun. Acara ini terdiri dari tiga agenda utama, yaitu Tawashshulan, Pembacaan Puisi, dan Apresiasi Karya dan Pemikiran Mbah Nun.
Acara dimulai oleh Cak Haji Haris, selaku pemandu acara, yang dengan tulus berterima kasih kepada para jamaah yang hadir untuk merayakan dan mendoakan Mbah Nun. Terutama atas rasa syukur dan anugerah kesehatan yang Allah Swt. berikan kepada Ayahanda, Guru, dan Marja’ Maiyah. Kemudian, acara dilanjutkan dengan Tawashshulan.
Dipandu oleh Cak Adhim, seluruh jamaah yang hadir diajak melantunkan shalawat “Assalamualaik” yang diiringi oleh grup rebana Manah Aji. Suasana cerah dan terang rembulan menciptakan atmosfer khidmat saat Tawashshulan dibacakan. Setelah doa, Mbah Sodiq memotong tumpeng sebagai tanda awal dari rangkaian acara tersebut. Tumpeng tersebut diberikan kepada Mbah Adil sebagai perwakilan dari keluarga Ndalem yang menggambarkan rasa syukur dan kebersamaan dalam keluarga besar Jamaah Maiyah.
Sebelum masuk ke agenda selanjutnya, Cak Haji Haris mempersilakan Mas Prayogi R Saputra menyampaikan buah pemikirannya di momen spesial itu dengan memberinya judul “Cak Nun dan Pilihan ber-Islam” yang teks lengkap kami posting secara terpisah sesudah reportase ini.
Pada agenda ketiga, jamaah disajikan dengan pembacaan puisi yang dipilih dari karya-karya Mbah Nun. Puisi-puisi tersebut menjadi bentuk penghormatan dan apresiasi terhadap karya dan pemikiran yang telah dihasilkan oleh Mbah Nun. Cak Bagong membacakan puisi berjudul “Do’a Untuk Anakku”, menggugah hati para jamaah dengan kehangatan dan doa yang terpancar dari setiap kata dalam puisi tersebut. Cak Yasin menyampaikan puisi “Bismillah dan Tak Peduli” dengan penuh perasaan, mengingatkan para jamaah akan pentingnya mengawali segala hal dengan menyebut nama Allah dan tidak memedulikan pandangan orang lain.
Fahim, cucu pertama alm. Mbah Yai Fuad turut membacakan puisi “Ketika Engkau Bersembahyang” yang menyentuh hati dengan pesan keindahan dalam beribadah.
Kemudian, Mbak Mira dari UKM Teater Hompimpah UMM membacakan puisi “Takut Pada Matamu” yang menyoroti ketakutan dan tantangan dalam hidup. Mas Amal, putra pertama alm. Mbah Yai Fuad, turut membacakan puisi dengan judul “Siapakah Ia”. Pembacaan puisi karya Mbah Nun ditutup dengan bacaan puisi dari Kang Haji Haris yang berjudul “Maiyah, Maiyah Kebersamaan Kita Semua”. Pembacaan puisi ini bukan sekadar penilaian teknik dalam membacakan puisi, melainkan lebih merupakan ungkapan cinta dan kecintaan para jamaah terhadap Mbah Nun, yang merupakan sosok Ayahanda, Guru, dan Marja’ bagi mereka.
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sesi Apresiasi Karya dan Pemikiran Mbah Nun. Pemandu acara memberikan kesempatan kepada Cak Nanang Temu, Mbah Sodiq, dan Cak Tedi untuk berbagi pengalaman mereka dalam perjalanan mereka dengan Mbah Nun. Melalui cerita mereka, para jamaah mengetahui sejarah awal terbentuknya grup shalawat Kakang Kawah dan aktivitas Mbah Nun dalam menemani anak cucu Maiyah di berbagai penjuru Indonesia awal sebelum forum-forum Maiyah tersebar di setiap kota. Cak Tedi, seorang jamaah senior dari Batu, turut menceritakan pengalamannya saat pertama kali berjumpa dengan Mbah Nun pada tahun 1995. Ia banyak belajar tentang keberanian dalam menghadapi masalah melalui sosok Mbah Nun.
Selain itu, peringatan Yaumul Milad Mbah Nun ke-70 juga menampilkan pameran karya-karya Mbah Nun dalam bentuk Buku, CD, VCD, dan kliping. Mayoritas karya yang dipamerkan adalah koleksi dari Mas Ibnu Rahardjo, seorang jamaah Maiyah sekaligus kolektor karya-karya Mbah Nun yang memiliki banyak koleksi langka. Menurutnya, pada tahun 1980-an, karya-karya Mbah Nun telah mengepung media massa, jumlahnya sangat banyak. Ketertarikannya dengan Mbah Nun berawal dari kaset tape berjudul “Kado Muhammad”. Ia juga mengungkapkan bahwa banyak orang yang hidupnya mengalami perubahan yang lebih baik berkat karya-karya Mbah Nun.
Sesi apresiasi karya dan pemikiran Mbah Nun juga direspons dengan antusiasme oleh para jamaah yang hadir. Beberapa di antaranya, seperti Mas Rudi dan Cak Yudi Rohmat. Mereka berbagi cerita tentang persinggungan mereka dengan Maiyah dan bagaimana mereka mencari sosok guru pada saat itu. Setiap cerita dan pengalaman tersebut menjadi bukti konkret betapa luar biasanya peran Mbah Nun sebagai seorang guru dan pemimpin spiritual. Melalui pemahaman dan pengajaran yang Mbah Nun berikan, para jamaah merasakan keberanian dalam menghadapi tantangan hidup dan mendapatkan pencerahan dalam menjalani kehidupan beragama.
Tasyakuran Yaumul Milad Mbah Nun ke-70 ini juga menjadi momen untuk memperkuat ikatan antara para jamaah. Mereka merasakan kebersamaan dan solidaritas yang erat dalam satu ruang yang disebut Maiyah. Keseluruhan peringatan Yaumul Milad Mbah Nun ke-70 menjadi wujud nyata dari rasa cinta dan penghormatan para jamaah terhadap Marja’, Ayahanda, dan anak cucu Mbah Nun. Perayaan ini menguatkan keyakinan bahwa Nusantara akan tetap aman dan ora goyah dengan memegang dan menjalankan nilai-nilai Maiyah.
(Ali Ahsan Al-Haris/Tim Jamaah Maiyah Malang Raya)