Sujud dalam Sirr, Jujur dalam Kalam: Musyahadah Terbelahnya Kebenaran dengan Kenyataan di Era Dajjali

Nuun, Wal Qolami wa Maa Yasthuruun.

Demi Pena, dan Demi Apa-Apa yang Ditulis-Nya.

Ini ilmu NUN

Jangan anggap ringan kalam, karena selain Gusti Allah Tabaraka wa Ta’ala, Sang HAQ, hanya hamba-Nya yang bernama manusia yang diijinkan untuk berolah kalam. 

Ini adalah kemuliaan, sekaligus juga ujian, bagi hamba yang aslinya sangat labil dan dekat dengan kekhilafan, makanya ia juga digelari Insan. 

Apa kira-kira maksud Gusti Pengeran Sang Pemilik Jagad, mengapa mempercayakan olah kalam kepada man huwa makaanil khata’ wan nisyaan (dia yang tempatnya keliru dan lupa)? Barangkali, dan ini hanya terkaan, untuk menjadi bayan betapa bahayanya kalau sang insan ini sampai nekat meninggalkan-Nya. Bukankah hanya dengan-Nya sang labil ini menjadi tenang sebagai Nafsil Muthma’innah? Tentu. 

Makanya, Sang Dia menseleksi si hamba dengan password-Nya. Kalimat yang cocok dengan Agung Diri-Nya, pass the gate safely. Sebaliknya, coba-coba mengarang kalimat sendiri, shall be barred from the safehaven.

Artinya, kita diwasiyati agar berhati-hati dalam memilih huruf. Karena huruf menata kata, kata menata kalimat, kalimat menata makna, dan makna akan dihukumi oleh-Nya. Sesuai dengan maksud-Nya, kita dicintai. Berbalikan dengan kehendak-Nya, we are in deep trouble. Karena Dia-lah Sang Al-HAQ. Dialah Kebenaran Tertinggi sekaligus Kenyataan Tertinggi.

Dialah Dia, dan dia berfirman kepada Musa di sebelah muqaddasi thuwa Sinai, kepada Al-Masih di Siloam, tenggara Beit Ha Mikdash, dan kepada Muhammad di sisi Bait Al-Haram, “Aku adalah Aku”. 

Inilah inti dari Kasunyatan

Sejatinya, Realita adalah bayan dari Sang HAQ, dan Sang HAQ adalah pemilik Realita ini, mulai dari rentang Realita Kosmik sampai Realita Sub-Atomik. Mulai dari Realita Lahut sampai Realita Nasut. Jernih, terang benderang.

Tapi tentu Gusti Allah Sang HAQ berkehendak sesuai dengan kehendak-Nya. Pada suatu titik dalam lintasan sejarah wujudiyyah, Sang HAQ berkenan menguji hamba-hamba-Nya dengan mengijinkan munculnya sosok dan tatanan pendusta yang diperingatkan secara turun-temurun melalui kalam para Nabi sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad. Ia bernama Sang Pendusta, atau Dajjal. Bersamanya, datanglah tatanan Dajjali, yang mulai menyelimuti dunia secara perlahan tapi pasti sejak 2023 tahun yang lalu.

Telah banyak shiddiq was syahid yang dizhalimi oleh sosok ini. Tak kurang dari Gusti Kanjeng Al Masih, Gusti Kanjeng Nabi Muhammad, dan Sentana Dhalem Ahli Bait Kenabian. Shallallahu ‘Alaihi wa Aalihi wa Sallam, Sholaatan wa Salaaman ‘Alaihim. Berikut para muhibbin beliau-beliau seluruhnya.

Puncak dari fitnah itu mulai cetha dalam beberapa dekade terakhir ini, dimana Realita dan Kebenaran yang sejatinya mutlak tunggal, menjadi terbelah dan semakin bertentangan satu sama lain. Mengapa? Karena Sang Pendusta memanfaatkan betul Kuasa Istidraj yang diberikan kepadanya, dan ia-pun berhasil merasuki dunia dengan realita buatan yang saking rapi dan tertatanya, mulai diyakini sebagai realita asli oleh kebanyakan manusia generasi akhir.

Di zaman Dajali ini, makna-makna bergeser, nilai-nilai terbalik, dan wacana-pun tertukar. Inilah jawaban dari mengapa Dajjal mengawali proyek besarnya dengan mencoba meyakinkan peradaban manusia bahwa “tiada kebenaran sejati”. Agar dalam ambigu yang menyusulnya, ia berkesempatan untuk jumeneng nata dengan bermodalkan “kebenaran” sintetik berbasis kuasa materi.

Makanya cipta kondisi adalah pekerjaannya. Monopoli teknologi dan alat-alat produksi adalah hobi-nya. Penipuan massa melalui agitasi dan propaganda adalah kegemarannya. Komplit dengan, provokasi kalangan plebeian dan proletarian, agar semua potensi berhimpun dalam kendalinya. Dalam skala global. 

Perhatikan sejak ia mulai jumeneng nata, sejarah manusia mendadak sontak berubah menjadi dialektika material, bukan karena itu adalah suatu kesimpulan yang jenius, tapi karena memang itulah blueprint Dajjali.

Di masa lampau, suatu tindakan disebut kejahatan apabila bertentangan dengan kehendak Sang HAQ. Di masa Dajjali, makna kejahatan dimaknai sebagai tindakan apapun yang mencoba mengingkari realita palsu buatannya itu. Adapun bagi tindakan aniaya dan jahat yang patuh kepadanya, akan ia labeli dengan kekudusan (tentunya palsu).

Tapi ada lagi puncak kejahatan tertinggi bagi sang Dajjal. Dan jangan coba-coba lakukan ini kalau anda belum maqam-nya. Yakni membongkar identitas aslinya. Betapa tidak? Ia adalah pembajak identitas paling kawakan dalam sejarah intelijen peradaban manusia.

Ia membajak singgasana King Solomon, agar ia disangka beliau. Bukankah telah Gusti Allah wahyukan dalam Surat Shaad, ayat 35, tentang sebuah jasad yang dinubuatkan akan duduk di atas singgasana, dan membuat Nabi Sulaiman masygul, sedih berhari-hari, tak rela kalau kerajaannya kelak akan jatuh atau diwarisi oleh sosok yang luar biasa na’udzubillah itu? Maka Sang Raja yang Bijaksana dan dikenal dalam tradisi Biblikal sebagai Raja Shalomo Alaihissalaam-pun bermunajat, Rabbi, Hablii Mulkan Laa Yanbaghii Li Ahadin min Ba’dii, Innaka Antal Wahhab.  

Ini ilmu Shaad

Tak hanya Gusti Prabu Raja Sulaiman. Gusti Kanjeng Al Masih-pun tak luput dari penganiayaan dan pembajakan sosok ini, sampai-sampai curriculum vitae dan curriculum fidae beliau pun tak luput dari jamahannya, sampai-sampai sosok ini nekat mengenakan atribut yang diberikan-Nya kepada Al Masih, dengan jumeneng sebagai Antichrist, atau dalam doa qabla salam ba’da Tahiyyat, disebut sebagai Masihid Dajjal. 

Sudah barang tentu sosok ini tak ada sangkut pautnya dengan Sang Al Masih dan Ibundanya Sang Perawan Kudus. Sosok ini adalah dirinya, dan dia bukan Dia, bukan pula Utusan-Nya. Sosok ini hanya membawa dusta. Sayangnya banyak insan tak sadar bahwa saat ini ia semakin menguasai dunia. 

Ini bagian dari ilmu Shirathal Mustaqim

Bagaimana cara Dajjal menguasai dunia? Dengan adu dombakah? Sudah barang tentu. Tapi apa (bukan siapa) yang diadu-domba, ini yang penting untuk dipahami. Dajjal punya metode khas. Yang pecah-belah pertama bukan manusianya, tapi KEBENARAN itu sendiri. Sejatinya KEBENARAN itu tunggal. Manifestasinya banyak, tapi hakikat esensinya tunggal. Bhinneka Dharma Eka Karma. Tan Hana Dharma Mangrva. Nah di tangan Dajjal, KEBENARAN itu didekonstruksi, dan setiap Dharma-nya dipisahkan dari Dharma yang lain. 

Sederhananya begini, sebagai contoh, dharma menciptakan kesejahteraan dalam hidup Dajjal pisahkan dari dharma peduli kaum papa, dijadikan dua “isme” yang dibuat saling berbenturan, yakni KAPITALISME di satu sisi, dan KOMUNISME di sisi lain. Demikian pula, dharma welas asih kepada kaum perempuan Dajjal sulap menjadi FEMINISME, yang sifatnya kombatif terhadap panggilan spiritual pada kaum laki-laki untuk memenuhi dharma-nya sebagai ksatria-Nya. 

Semuanya -isme itu meng-agitasi dimensi nafsiyah manusia untuk anjlok kembali ke maqam Nafsul Ammarah masing-masing. Dalam agitas Dajjali ini, semua mendadak menjadi Qabil sesuai kriteria takdir masing-masing golongan. Yang berpunya menjadi Qabil dengan tanpa berkedip sanggup membantai habis para kaum papa dengan kemampuannya menyulap rencana umum tata ruang agar sesuai dengan balance ledger dan pergerakan akronim favorit dalam IHSG-nya. 

Sementara yang kaum papa dibuat gelap mata menjadi Qabil yang sanggup menyembelih para Patrician dengan romantisme revolusi yang ujung-ujungnya hanya berhenti di fase kedikatoran proletariat. Toh proletar (juga) manusia. Yang wanita menjelma menjadi Qabil yang memandang sosok (yang dulu adalah) kekasihnya, menjadi musuh yang kalau tidak dibantai dengan parang ideologi gender, setidaknya dibuat (nampak) hina dengan arogansi verbal dan profanitas yang hanya berlaku sepihak.

Omni bellum contra omnes. Semuanya atas nama kemanusiaan, dan Hak Asasi Manusia. 

Setelah sukses membelah KEBENARAN menjadi “isme-isme” anthropo-centric itu, maka Dajjal tinggal melembagakan setiap “isme” ini menjadi suatu academic faculty dan menerbitkan titel akademik kepadanya, sehingga tanpa disadari Bani Adam terkotak-kotak ke dalam epistemologi Dajjali yang constantly Hegelian.

Kapan masuknya ke dunia Islam dan negara-negara berkembang? Ya pada fase Politik Etis di masing-masing lintasan sejarah kolonialisme-imperialisme masing-masing. Bukankah semua wilayah eks wilayah jajahan punya satu common characteristics, kalau tidak Dunia Islam, atau wilayah yang kemudian menjadi negara berkembang, atau bahkan keduanya, seperti negeri ini? Jika anda bertanya apakah kolonialisme dan imperialisme klasik adalah nama lain dari entry phase sistem Dajjali, maka pertanyaan anda terlambat 421 tahun. Tapi tidak mengapa, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Anda masih lumayan, karena banyak yang bahkan belum terpikir untuk bertanya sampai hari ini.

Belenggu Dajjal bukan hanya belenggu fisik, tapi juga belenggu akal, bahkan spiritual. Mengenai ini, Gusti Kanjeng Rasul wonten dhawuh, bahwa berurusan dengan Dajjal dan tatanan Dajjali-nya, berpikirlah dengan wicaksana dan cendekia yang (sengaja) dibalik. Agar paham algoritma Dajjali. Surga-nya, sebenarnya adalah neraka. Neraka-nya, sejatinya surga. Ini tentu muhkamat dan mutasyabihat sekaligus di saat yang bersamaan. Hal ini sebenarnya telah diwahyukan oleh Gusti Allah dalam Firman-Nya:

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُۥ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَيُشْهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِى قَلْبِهِۦ وَهُوَ أَلَدُّ ٱلْخِصَامِ

Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras (QS. Al-Baqarah: 204)

Oleh karena itu, dalam sihir Dajjali ini, kemurkaan besar sosok ini adalah apabila ada yang berani menyingkap identitas aslinya. Gusti Kanjeng Nabi wonten dhawuh, laki-laki terakhir yang dibunuh oleh Dajjal adalah sosok yang kelak akan mengatakan “Sekarang aku bersaksi, engkaulah Dajjal Sang Pendusta “. Kalimat laki-laki inilah yang membuat Dajjal menjadi amat murka luar biasa bukan kepalang. 

Sang laki-laki ini adalah seorang hamba Allah yang tawaddhu’, dan taqdir Allah menggariskan ia menjadi korban kekejaman Dajjal saat ia mengamuk ketika kemunculan zhahir-nya. Sosok ini dibunuhnya, kemudian dia (Dajjal) hidupkan kembali. Tatkala si laki-laki tersebut siuman dari mautnya, Dajjal menuntut agar sang siuman menyembahnya sebagai Tuhan atas dasar alasan ia telah menghidupkannya kembali dari kematian. Rupanya, sang pemuda adalah muhibbin Gusti Kanjeng Nabi, dan ingat betul bahwa junjungannya sudah menubuatkan ini dan ternyata dirinyalah sang pemuda yang malang (menurut algoritma Dajjali) itu. Maka ia-pun menjawab dengan jawaban di atas, dan ia dihabisi seketika itu juga (lantas menghadap Gusti Allah sebagai muqarrabin minas syaahidiin). 

Pertanyaannya adalah, mengapa harus murka akan kalimat itu? Bukankah memang dia adalah dirinya? Jawabannya barangkali, karena nama dia adalah pengapesan-nya. Karena sejatinya, tak akan ada yang sudi mengikutinya jika ia mengaku sebagai dirinya. Oleh karena itulah mengapa ia mengenakan jubah kepalsuan. Dalam kepalsuan, ia masih punya harapan untuk mengelabui mereka yang masih bisa ia kelabui.

Maka berbahagialah mereka yang mengikuti Sabda Bahagia. Berbahagialah mereka yang bertuntuntun di belakang jejak Sang Hamba Yang Paling Berbahagia. Berbahagialah mereka yang menyembah Sang Kudus yang tak murka jika Nama-Nya disebut, tak seperti Dajjal yang mengamuk justru ketika hakikat namanya diucap. 

Berbahagialah mereka yang tak terhalang bertawassul dengan Nama-Nya, bertawassul dengan Kekasih-Nya, bertawassul dengan Ruh para Ahli Sirathalladziina An’amallahu minan Nabiyyiina, was Shiddiqiina was Syuhadaa was Shalihiin.

Berbahagialah. Berbahagialah. Berbahagialah dalam Nama-Nya yang dikuduskan di Langit dan di Bumi. Karena kelak merekalah yang akan mewarisi Bumi, dan bersuka cita dalam Kerajaan Surgawi. Semoga Gusti Allah ingkang Maha Welas Asih kersa ngijabahi agar kita menjadi bagian dari mereka.

Aamiin Allahumma Aamiin.

Lihat juga

Back to top button