PUASA, ANTARA FASTING DAN FEASTING
Di sela-sela perjalanan dalam rangka visitasi ke sister hospital, saya iseng-iseng melihat beberapa reels di Instagram. Ada yang lucu-lucu, juga ada yang konyol-konyol. Mulai dari konten yang ringan-ringan sampai konten yang berat. Mulai yang ‘guyon’ sampai yang serius.
Sampai saya ketemu satu konten yang menarik perhatian saya. Konten tersebut sepertinya bukan dibikin oleh orang kita (Indonesia) namun oleh seseorang yang berbahasa Inggris sangat fasih dan membicarakan masalah fasting dan feasting.
Si kreator berbicara tentang apa yang ditemuinya. Dia menyoroti apa yang diamatinya berkenaan dengan situasi di bulan Ramadhan ini.
Dia bilang begini kira-kira, “Coba kita lihat apa yang sebenarnya terjadi di bulan Ramadhan ini, ketika kita berbuka puasa, berapa macam makanan dan berapa macam lauk yang tersedia?” “Ini bulan Ramadhan, bulan yang mestinya kita melakukan fasting (berpuasa) tetapi nyatanya kita malah feasting (berpesta)” “Apakah hal yang kek gini yang akan kita lakukan selama Ramadhan?” “Apakah Rasulullah mengajarkan kita yang seperti ini.” “Rasul tidak mengajarkan hal yang semacam ini. Kalau kita ingin mengikuti ajaran Rasul, maka yang akan kita lakukan adalah mengkonsumsi lauk tunggal, tidak bermacam-macam, berbuka pun dengan makanan tunggal. Sebagaimana Rasulullah ajarkan. Hanya kurma (dan minum air putih) sebagai buka puasa.”
Itulah puasa (fasting) bukan pesta (feasting).
Demikian video pendek yang ada di sebuah laman instagram yang mengadopsi dari tiktok. Ternyata kegelisahan yang saya alami dialami juga oleh bangsa di seberang sana. Dan ternyata fenomena ini mendunia. Bahkan ada beberapa penelitian yang sudah dimuat dalam jurnal ilmiah internasional yang meneliti fenomena fasting – feasting ini, dengan segala macam akibat yang dialami oleh subyek penelitian.
Ada bermacam pengertian yang berasal dari dua kata tersebut. Diantaranya adalah ‘fasting and feasting’, ‘fasting of feasting’, dan ‘fasting for feasting’. Puasa dan pesta, berpuasa dari pesta, dan berpuasa untuk berhari raya.
Puasa dan Pesta
Puasa dan pesta adalah sebuah dikotomi yang nyata. Ada sebuah puisi yang berjudul Fasting and Feasting. Kalau diterjemahkan bebas kira-kira: berpuasa dari memvonis keberagaman dan perbedaan, berpesta untuk penerimaan, berpuasa dari pikiran tentang sakit, berpesta pada kegiatan yang sehat, berpuasa dari marah, berpesta untuk kesabaran, dan seterusnya yang merupakan kondisi dikotomi dari berbagai macam kondisi, kegiatan, pikiran, dan prasangka.
Berpuasa dari Pesta
Sedangkan berpuasa dari pesta adalah cara latihan yang kita jalani untuk berperang melawan hawa nafsu kita sendiri. Fenomena flexing (pamer kekayaan di medsos), makin semarak di laman-laman media sosial. Mulai dari crazy rich yang ternyata kebanyakan adalah bo’ongan belaka, sampai flexing yang sungguhan, yang dilakukan oleh sebagian pejabat dan atau isteri dan keluarga mereka.
Jagat media sudah dipenuhi oleh berita diungkapkannya gaya hidup mewah pejabat dan keluarganya, akibat penganiayaan terhadap seorang bocah dan diunggah di medsos sehingga akhirnya terungkap latar belakang keluarga yang setiap hari ‘berpesta’ setiap saat ‘berhari raya’, sementara sebagian rakyat negeri ini tiap hari ‘berpuasa’. Maka yang kita harus jalani adalah:
Berpuasa untuk berhari raya
Puasa dalam arti yang sebenarnya adalah puasa yang total. Sebagaimana esensi dari bulan Ramadhan yaitu bulan ‘latihan’, bulan ‘penggemblengan’ atau bulan ‘kawah candradimuka’, yang diharapkan hasilnya bisa diaplikasikan di bulan-bulan sesudah Ramadhan. Pada video pendek selanjutnya saya melihat dan sempat mencatat apa yang dikatakan oleh si vlogger. Dia bilang begini dalam monolognya:
“What is ramadhan ?” “Month of fasting….” “No..no..no.. Fasting is only a part of it !” “Ramadhan is a month of peace, a month of tranquility, month of cure, month of goodness, month of forgiveness, month of mercy, month of attaining paradise, month of revelation of Qur’an” “Celebration of being muslim where we practice self restrained” “We don’t just do what we want, We do what almighty has commanded.”
Sehingga pada saatnya nanti akan ada waktunya untuk berhari raya, selamanya!
Yogya Maret-April 2023