KARENA KITA MANUSIA
(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Dualapanan Bandar Lampung edisi Desember 2022)
Pertikaian, perebutan pengaruh, sikut-sikutan untuk mendapatkan jabatan, harta dan popularitas kian kemari semakin lumrah, dianggap biasa saja untuk kebanyakan orang bahkan menjadi sebuah pembenaran dari sifat manusiawi yang melakat pada manusia.
Sesuai dengan kekhawatiran para malaikat ketika Allah ingin menciptakan makhluk bernama manusia di bumi sebagaimana terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 30, yang artinya :
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”
Beberapa sinau bareng terakhir Mbah Nun menjabarkan sebelum diciptakan manusia pertama, Nabi Adam As., sudah ada manusia hybrid, yang bernama Banujan yang berasal dari banu atau bani yang berarti anak keturunan dan Jaan yang berarti kaum jin, yaitu makhluk yang secara fisik sama dengan manusia tetapi secara akal dan nurani dominan sifat kebinatangan dan belum dilengkapi akal budi dan hati nurani dalam software tubuhnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh malaikat dalam ayat tersebut yang merusak dan menumpahkan darah adalah mereka. Dan manusia yang merupakan anak keturunan Nabi Adam As. harus memahami bahwa dalam diri mereka sudah dilengkapi kelengkapan fitur tersebut dalam dirinya yang menjadi pembeda dan bentuk keistimewaan dari Allah, sebagaimana Firman-Nya dalam surah At-tin ayat 4-6 Artinya :
“(4) Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (5) Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. (6) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putusnya”.
Adalah bentuk penurunan kualitas bagi manusia apabila ia tidak memahami esensi sebenarnya telah Allah siapkan pada dirinya dan mereka yang tidak memahami tersebut akan dikembalikan pada derajat yang serendah-rendahnya, Dalam suatu kesempatan Mbah nun pernah bertanya kepada jamaah maiyah dalam sinau bareng.
“Saya bertanya kepada anak-anak: “Andaikan dalam hidup ini tidak ada hukum, apakah kamu mencuri?” tanya Simbah.
“Tidak”, jawabnya.
“Kenapa?”
“Karena saya manusia. ”
“Kenapa karena kalian manusia maka kalian tidak mencuri?”
“Karena manusia punya akal, kemampuan berpikir tentang kewajiban dan hak, serta menghitung keseimbangan dan harmoni kebersamaan. ”
“Kalau Tuhan tidak pernah mengutus Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul untuk mengajak berbuat baik, apakah kamu berbuat buruk?”
“Tidak”
“Kenapa?”
“Karena saya manusia.”
“Bukankah manusia wajar jika berbuat buruk?”
“Ya. Tapi tidak wajar bagi kemanusiaan saya.”
“Bukankah baik maupun buruk adalah kelengkapan manusia?”
“Menurut akal saya, baik dan buruk bukan untuk dilengkapkan, melainkan untuk dipilih. Dan saya tidak memilih keburukan.”
“Bagaimana kalau ada suatu keadaan yang tidak memberimu peluang kecuali berbuat buruk? Misalnya korupsi atau berdusta?”
“Hati saya akan hancur, karena hati saya hanya siap dengan keindahan. Pikiran saya akan buntu dan tidak bisa bekerja, karena perbuatan buruk akan membikin konslet pikiran saya.”
“Andaikan Tuhan tidak mengirimkan Kitab Taurat, Zabur, Injil, Al-Qur`an, apakah hatimu tega menyakiti sesama manusia?”
“Tidak.”
“Kenapa?”
“Karena saya manusia. Manusia memiliki rasa sakit dan menyadari perbedaan dan jarak antara sakit dengan sehat. Kalau saya menyakiti manusia, maka yang saya sakiti adalah juga diri saya sendiri, sebab saya juga manusia. Saya manusia yang bukan manusia lain, tetapi muatan jiwa kami hanya satu, yakni kemanusiaan, rasa sebagai manusia.”
“Andaikan kamu tahu bahwa dulu Qabil membunuh Habil saudaranya sendiri, kemudian tidak ada pernah kamu dengar larangan membunuh, apakah kalian pernah akan membunuh?”
“Tidak.”
“Kenapa?”
“Karena saya manusia. Saya membutuhkan kehidupan. Saya tidak berani memisahkan manusia dari kehidupan, karena logika akal saya mengatakan bahwa pasti ada yang berhak untuk menyatukan atau menyatukan manusia dengan kehidupan. Dan yang berhak itu jelas bukan saya.”
“Andaikan tidak pernah kalian dengar kalimat an-nadlofatu minal iman, kebersihan itu bagian dari iman, apakah kalian tidak mandi?”
“Tetap mandi.”
“Andaikan kalian tidak tahu bahwa dalam kehidupan ini ada Tuhan, apakah kalian tetap makan, minum, buang air kecil dan besar, berpakaian, bikin tempat berteduh, membikin alat untuk dikendarai?”
“Ya. Di dalam diri manusia saya sudah tertanam naluri dan kesadaran untuk melakukan itu semua, meskipun andaikan saya tidak tahu siapa yang menanamnya.”
Sebenarnya sudah lebih dari cukup, ketika manusia memahami esensi bahwa ia adalah manusia. Ia tentu tak akan merugikan orang lain, tak akan mengambil yang bukan haknya, tak akan mengusik orang lain, dan minimal ketika ia tidak mampu berbuat banyak untuk orang lain ia tidak akan merugikan orang lain.
Baru-baru ini di Bandar Lampung terdapat fenomena. Ada sebagian anak muda yang mengatasnamakan sebagai geng motor yang tanpa sebab akibat meresahkan pengendara lain, bahkan terdapat video yang beredar mereka mengejar sebuah mobil yang terdapat beberapa orang di dalamnya. Mereka melemparkan batu ke bagian belakang mobil tersebut hingga pecah. Bahkan waktu sebelumnya ada juga segerombolan pemuda dengan ciri yang sama, geng motor dan membawa senjata tajam dan mengusik kelompok pemuda yang lain bahkan sampai ada nyawa yang melayang.
Anak-anak muda ini yang tergolong energik fisiknya, semangat jiwa muda yang membara tetapi apabila tidak diarahkan potensi tersebut ke arah yang lebih baik akan terjadi perusakan yang sangat besar. Fenomena ini merupakan tugas bersama, pemerintah harus mengambil langkah serius tidak mengedepankan slogan “kita akan mencapai bonus demografi di tahun 2030.”
Tanpa ada upaya yang serius untuk menjaga generasi penerus maka hanya menghasilkan kekacauan bagi generasi selanjutnya. Para guru di sekolah, orang tua, kaum cendik pandai, dan berbagai kalangan lapisan masyarakat juga harus mulai mengambil langkah tepat untuk mengambil peran bersama.
Penggiat Maiyah Dualapanan sebagai bentuk kesadaran bersama mengajak para sedulur, anak cucu Maiyah dan anak bangsa generasi penerus untuk mentadabburi nilai-nilai Maiyah dan menggagas upaya kecil untuk menyelesaikan masalah yang terdapat di lingkungan sekitar yang akan dilaksanakan dalam forum sinau bareng Maiyah Dualapanan pada tanggal 28 Desember 2022 pukul 20.00 WIB, di panggung terbuka halaman SMP SMA Al Husna Kompleks Ponpes Al-Muttaqien Pancasila Sakti Kemiling Bandar Lampung. (Redaksi Maiyah Dualapanan)