TERNAK, PETERNAK, DAN PETERNAKAN

1984 adalah dystopia karya George Orwell, sastrawan Inggris yang terbit tahun 1949; dan mencoba meramalkan masa depan peradaban manusia yang gelap karena dikuasai oleh rezim totalitarian. Novel ini bercerita tentang negeri Oceania yang dipimpin oleh tokoh yang dipanggil Big Brother (Bung Besar). Dikator yang poster wajahnya tertera di mana-mana, yang  dengan alat yang disebut teleskrin membuat semua warga harus tunduk patuh padanya. Mulai dari waktu bangun tidur, hiburan, buku yang dibaca, bahkan ekspresi muka dan pikiran.

Teleskrin hampir secara total mengawasi perilaku warga, dan menjadi sarana yang efektif dan efisien untuk menebar ketakutan, dan memodifikasi tingkah laku. Alat ini membuat warga yang berbeda pandangan dengan Bung Besar, takut menyuarakan pandangannya karena terancam hukuman.

Karya lain George Orwell yang juga terkenal dan mendahului 1984 adalah Animal Farm, yang diterbitkan pada 17 Agustus 1945. Meski semangatnya hampir serupa, menggambarkan sistrm totalitarian, novel pendek ini lebih bersifat satire. Meski merupakan satire terhadap sistem politik, namun karya ini pada dasarnya juga sedang menggambarkan peradaban sebagai semacam peternakan.

Yang menarik, sejak awal Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 179 malah sudah menyebut bahwa jin dan manusia yang tidak menggunakan hati untuk memahami, mata untuk melihat dan telinga untuk mendengarkan; sama seperti ternak bahkan lebih buruk lagi. 

Kok dipadankan dengan ternak dan bukan hewan? Jawabannya adalah: ternak adalah hewan yang diambil dari lingkungan dan kebiasaannya; lantas dibudi-dayakan agar sesuai dengan kebutuhan manusia. Bukankah ternak itu hewan yang dibudidayakan dengan kebiasaan-kebiasaan baru, bukan untuk kepentingannya tapi demi kepentingan manusia?

Lihat juga

Dalam kaitan ini, tampak jelas bahwa Al-Qur’an memosisikan kedaulatan manusia sebagai dasar membangun peradaban. Manusia diminta untuk selalu dalam kondisi sadar dalam mengelola hati, mata, dan telinganya agar fitrahnya sebagai manusia tak terkikis oleh sisitem apa pun yang melawannya.

Ayat 179 surat Al-A’raf di atas terhubung dengan ayat 36 surat Al-Isra’, di mana disebutkan bahwa manusia tidak boleh mengikuti sesuatu yang dia tak punya ilmu tentangnya; karena pendengaran, penglihatan, dan hati akan diminta pertanggung-jawaban. Kedua ayat ini sama-sama menyebut hati, penglihatan, dan pendengaran sebagai kuncinya. Artinya hanya penjagaan yang ketat baik secara individual maupun sosial terhadap ketiga hal inilah yang bisa menjadi sumber lahirnya peradaban yang sehat; bukan peternakan berbaju peradaban.

Dari satu sisi kita bisa melihat kondisi era internet dengan karut-marut medsosnya, nyaris mirip peternakan dengan teleskrin ala George Orwell, tentu dengan pengertian totalitarian yang agak beda dan tak sekasar penggambaran novel tersebut. Kini orang pun dengan gampang diatur, diarahkan, dan diombang-ambing kesana kemari, dibingungkan dengan kecepatan perubahan isu, diadu-domba satu dengan yang lain, dan seterusnya. Kalau boleh jujur, dalam hal ini kita benar-benar sudah diperlakukan dan memperlakukan diri sendiri sebagai ternak di peternakan. Semua demi kepentingan para peternak. Astaghfirullahal adhim.

Lihat juga

Back to top button