DIMENSI ASIK DAN ISYQ BERLEBARAN

Tak ubahnya dengan pemandangan di kota-kota lain, di Purwokerto posko mudik berdiri di banyak titik-titik strategis menandai semakin dekatnya hari raya. Kondisi jalanan dalam kota tak begitu padat, mungkin ini imbas dari durasi libur lebaran yang relatif panjang. Pusat perbelanjaan kian riuh. Masjid-masjid besar lampunya menyala sepanjang malam diisi jamaah itikaf.

Alhamdulillah tiba juga saat yang dinanti-nanti. Saat gema takbir berkumandang, saat masing-masing jeda dari rutinitas padatnya selama setahun untuk menyambut dan merayakan hari raya No. 1 umat Islam. Aroma kacang goreng menyeruak, sudah matang kacang kupas bikinan Ibu yang digoreng dengan bawang putih iris atau kerap disebut kacang bawang menjadi penganan wajib sejak jaman nenek masih ada dahulu. Sebelum era kastangle dan putri salju, jaman dulu nenek selalu membuat sajian wajik bandung ketika lebaran. Kini sudah jarang dijumpai. 

Apa-apa saja makanan sajian lebaran jadul di tempatmu, kawan? Budaya sosial yang begitu asik di seputar hari Lebaran adalah warisan kakek-nenek buyut yang patut kita apresiasi dan tak berlebihan jika kita suka cita merawatnya selalu. Bangsa Indonesia yang identik dengan nuansa sesrawungan yang reket dan regeng, penuh dengan nilai-nilai kehangatan kolektif sangat pas dan kompatible untuk terciptanya keasikan yang kerap dibangun cukup dengan cara-cara yang sederhana. Menyiapkan sajian lebaran yang lezat, bertakbir keliling, berkumpul di posko mudik, hingga piknik rame-rame dengan sanak famili yang baru saja mudik. 

Saya asik dan senang medapat sapaan dari teman-teman Maiyah yang sedang asik menyambut Lebaran di tempat masing-masing. Sebutlah Adi, yang biasa meracik dan meyajikan kopi di Juguran, ia amat bersuka cita karena Lebaran kali ini menjadi Lebaran pertamanya menjadi seorang Bapak. 

Selain dimensi asik, ada kegembiraan dan keindahan yang lebih mendalam yang bernilai Isyq. Karena lebaran datang dipenuhi dengan rasa syukur yang mendalam kepada Allah SWT. 

Selain Adi, ada Bunda Roro Suhartini yang menutup Ramadhan dengan kelas les terakhir bersama murid-murid asuhannya. Siapa tidak haru dan larut dalam isyq ketika murid-murid yang baik bersama-sama menyiapkan hadiah parsel istimewa untuk bundanya. Key Learning Camp (KLC) selalu terasa hangat dan rekat, karena Bunda bukan hanya mengajar materi les, tetapi juga membangun suasana kekeluargaan. Maka tak heran ada yang ikut les disana sejak awal masuk SD dan baru selesai setelah lulus SMA. 

Hiruk pikuk libur lebaran tidak membuat sedulur kita, Kang Jibrog dari Bobotsari meliburkan diri dari kerja-kerja sosialnya. Sebagai penggiat komunitas SEMUT yang membantu keluarga dhuafa mengurus layanan akses rumah sakit, ia mengaku di momen ini menajamkan doanya, ‘kalau bisa sakitnya mereka ditunda ya Allah, karena dinas kesehatan sudah libur, poli rawat jalan juga banyak yang libur, layanan BPJS juga libur-libur begini agak terhambat’. 

Di saat saya dan banyak orang sedang galau menyiapkan mental dan fisik menghadapi pertanyaan serba ‘kapan?’, Kang Jibrog dan teman-teman SEMUT tetap tak lengah memberikan perhatiannya kepada kepentingan yang lebih altruist. 

Mas Agus Winarno yang pegiat lukis selama bulan puasa ini amat padat dengan agenda buka bersama, dan ini sedang bersiap-siap untuk menyambut padatnya acara syawalan dan open house salama sebulan kedepan. Untunglah event pameran terdekat masih nanti di bulan Idul Adha katanya. Berbeda dengan Pak Sugeng yang sama-sama pelukis, karena ia juga merangkap profesi pangkas rambut, akhir-akhir puasa benar-benar prepegan ia harus menangani puluhan gundul perhari mereka yang ingin berparas lebih ganteng dan tertata menyambut hari Fitri. 

Ini hanyalah sekelumit kisah, dari jutaan kisah lebaran yang semoga diliputi oleh suka cita kultural yang asik juga rasa bersyukur dan bahagia yang lebih lebih spiritual, lebih isyq. Ramadan kita mungkin tidak sempurna, semoga sebelas bulan ke depan kita masih dapat memanfaatkan untuk menyempurnakannya. Mohon maaf lahir dan batin. 

Lihat juga

Back to top button