BERES DI PIKIRAN, JOGET DI TULISAN

“Nulis itu gampang, kok. Yang penting kamu ngerti awal dan akhirnya. Di tengahnya, kamu joget kayak gimana aja terserah,” begitu kurang lebih ujar Cak Nun dalam salah satu edisi Mocopat Syafaat bertahun yang lalu. Saya ingat betul, waktu itu saya duduk tidak jauh dari panggung. Pembahasan apa yang melatari beliau berkata begitu terus terang saya agak lupa. Sepertinya, tidak jauh-jauh dari pembahasan karya tulis Cak Nun.

Satu hal lagi tentang Cak Nun dan menulis yang saya dengar tidak hanya sekali baik itu di Mocopat Syafaat maupun forum lainnya, ialah proses kreatif menulis Cak Nun dan kawan-kawan pada eranya.

Ketika menulis puisi dan esai, mesin tik adalah alat yang amat diandalkan kala itu. Mesin tik tentu serangkai dengan kertas. Sedangkan, kondisi ekonomi Cak Nun dan kawan-kawan tidaklah secukup itu untuk penyediaan kertas dalam jumlah banyak. Intinya, kertas merupakan hal yang tidak murah ditebus, sedangkan berkarya harus jalan terus. Oleh karena itu, untuk menyiasati agar kertas efektif digunakan menulis, apa yang akan ditulis dengan mesin tik haruslah beres dulu di dalam kepala penulis.

Sudah harus dipikirkan baik-baik dulu kata-kata yang akan ditulis hingga berapa baris yang akan tertulis. Sebab jika ada kesalahan tulis dan ketidakefektifan tulisan, penulis harus menimpa teks dengan tipeks, bahkan hingga mengganti dengan kertas baru. Artinya, butuh dana keluar untuk pengadaan kertas.

Pola kerja seperti itu membuat penulis terbiasa terkondisi berpikir baik, rapi, dan efektif, yang akhirnya terbawa dalam menyikapi keseharian hidup. Di samping itu, berjalan kaki ke mana-mana juga membuat kepala melahirkan pikiran-pikiran. Dari sepuluh, dua puluh, seratus langkah, dan seterusnya, lahirlah puisi, lagu, dan tulisan-tulisan karya Cak Nun.

Pada zaman yang semakin berkembang, kegiatan menulis dimudahkan oleh teknologi dan kertas semakin terjangkau dibeli. Teknologi untuk menulis semakin mudah diakses bahkan dapat dilakukan tanpa kertas.

Zaman menunjukkan hal-hal yang dulunya sulit dilakukan, sekarang mudah dilakukan. Bila tadi tentang menulis, maka konten multimedia seperti foto, audio, dan video kian mudah pula diproduksi. Saking mudahnya diproduksi, maka efek sampingnya adalah bermunculannya konten-konten ‘sampah’ hingga hoaks.

Dengan segala kemudahan memproduksi konten, seyogianya kita dapat menghasilkan karya yang bermaslahat. Maka, merujuk pada proses mendasar Cak Nun dalam berkarya, beresnya pikiran adalah dasar bagi karya yang membawa maslahat.[]

Lihat juga

Back to top button