JIWA YANG KAYA, JIWA YANG BAHAGIA

(Liputan Majelis Ilmu Maiyah Paseban Majapahit Mojokerto edisi Maret 2024)

Masih menikmati ritme perjalanan yang dikehendaki oleh-Nya. Malam itu sedulur Paseban kembali diperjalankan oleh Allah untuk melingkar di Padepokan IPSI Kabupaten Mojokerto, untuk yang kedua kalinya. Semua persiapan sudah dikondisikan oleh Cak Masrur sejak satu bulan yang lalu. Sampai sekarang beliau tetap istiqomah menjadi keluarga besar IPSI.

Alhamdulillah malam itu shohibul bait berkesempatan membersamai. Menemani sedulur Paseban mengistiqomahi rutinan. Tawashshulan minggu ke-26 dan pasebanan edisi #82.

Di kesempatan yang istimewa itu Abah Samsul berbagi banyak kisah. Tentang aktivitas yang dijalani, tentang sejarah dan kegiatan di Padepokan IPSI, dan tentang petuah-petuah hidup yang begitu melekat dalam diri beliau. Yang kesemuanya adalah buah perjalanan hidup yang terus dihikmahi dengan pondasi kesadaran syukur yang kokoh. Dijalani penuh optimisme, meski beliau terlahir sebagai anak kesepuluh dari sebelas bersaudara, dan menjadi seorang anak yatim sejak kelas 2 SD. Tumbuh dan mendewasa dalam gemblengan kemandirian. Jauh dari sifat manja, cengeng, dan malas. Hingga pada akhirnya Allah memperjalankan beliau menjadi seorang Ir. Drs. H. Samsul Mu’arifin, M.M.Pd., seorang kepala sekolah SMA Negeri. Masih terus aktif berkhidmat di IPSI, sekaligus menjadi ketua IPSI Kabupaten Mojokerto.

Perkenalan singkat yang diselingi guyonan tentang jargon “orang kaya dan bahagia” cukup menghibur dulur-dulur Paseban. Diakhiri penjabaran, bahwa “kaya” yang beliau maksud itu letaknya di dalam “jiwa”. Bukan pada hal-hal yang bersifat materi. Kuncinya: rasa syukur.

Lalu Abah Samsul ikut khusyuk Tawashshulan bareng dan ikut ngguyubi sesi sinau bareng. Merespons tema “Kekasihnya Kekasih Allah”. Yang intinya menjadi momentum untuk lebih meningkatkan lagi rasa syukur atas segala nikmat Allah. Khususnya nikmat kecintaan yang sejati kepada Kanjeng Nabi. Betapa beliau adalah muara cinta kehidupan seluruh umat akhir zaman. Kepadanya kita mohonkan “uluran tangan”. Semoga Sang Kekasih Allah berkenan mengantarkan kepulangan kita kepada Sang Pemilik Sejati di rumah keabadian. Semoga kita sungguh-sungguh “diakui” sebagai Kekasihnya Kekasih Allah. Amiin, amiin, insya Allah.

Lihat juga

Abah Samsul menambahkan bahwa apa yang beliau sampaikan di awal sudah selaras dengan tema yang diusung. Tentang kepasrahan kepada Allah dan kecintaan kepada Rasulullah. Itu adalah hal yang harus paling diugemi dalam hidup. Ketika dua hal itu sudah menyatu dalam setiap gerak langkah kita, maka hidup akan senantiasa diliputi rasa syukur yang mendalam.

Cak Dwi Isa menambahkan tentang suluk “Laulaka ya Muhammad ma kholaqtul aflak” yang selalu dilantunkan di antara lantunan sholawat ketika Tawashshulan. Hadits qudsi peneguh keyakinan dan kecintaan kepada Rasulullah. Betapa beruntungnya kita menjadi kekasihnya Kanjeng Nabi, karena beliau adalah kekasih-Nya Allah. Sebaik-baik makhluk, yang menjadi sebab dan alasan diciptakannya seluruh alam semesta ini.

Selain itu Cak Dwi Isa juga menegaskan kembali bahwa seluruh “rutinan” yang diistiqomahi bersama di Paseban ini tak ada niat lain kecuali sebagai wujud syukur. Khususnya ungkapan syukur atas keberadaan Kanjeng Nabi Muhammad Saw di kehidupan ini.

Melengkapi cakrawala pandang malam itu, Cak Sobbirin menambahkan bahwa syafaat dari Kanjeng Nabi kelak di kehidupan akhirat tentu masih “gaib” bagi kita di saat ini. Tetapi kita senantiasa meneguhkan keyakinan atas keberadaaannya. Kita mengimani syafaat.

Tentang keterkaitan kecintaan dan ketaatan kita kepada Allah dan Rasulullah, Cak Sobbirin juga mengingatkan lagi kepada ayat Al Quran yang seringkali disampaikan oleh Mbah Nun ketika Maiyahan, “Qul in kuntum tuhibbunallaha fattabi’uni yuhbibkumullahu wa yaghfir lakum dzunubakum, wallahu ghafurur rahim”. Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammmad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ali Imran ayat 31)

Menjadi pengingat bersama bahwa “status kekasih” di antara Allah dan kita yang mengaku mencintai-Nya, sangatlah bergantung kepada bagaimana cara kita “mengikuti” Rasulullah. Dengan dilandasai cinta yang kuat, insya Allah mengikuti Sang Kekasih bukanlah hal berat.

Sisa waktu kebersamaan malam itu digunakan sebaik-baiknya untuk mendengarkan usulan, saran, dan masukan dari dulur-dulur yang hadir, tentang bagaimana wujud syukur bersama dalam momentum Milad Ke-7 Paseban Majapahit di tahun 2024 ini. Waktunya, tempatnya, konsep acaranya, dan seterusnya. Alhamdulillah, semangat untuk terus merawat katresnan yang sudah didhedher sejak 7 tahun silam di Paseban masih senantiasa diperkenankan oleh Allah untuk terus tumbuh, berproses, dan dinikmati bersama. Semoga Allah juga senantiasa mengiringinya dengan petunjuk, pertolongan, kemudahan, dan kelancaran, hingga saatnya nanti. Semoga cahaya cinta Kanjeng Nabi selalu menemani. Semoga doa cinta dan dukungan dari sedulur tunggal tresno tak bosan membersamai. Amiin ya robbal ‘alamin. 

(Redaksi Paseban Majapahit)

Lihat juga

Lihat juga
Close
Back to top button