Meglak-Meglek

(Liputan Singkat Majelis Ilmu Maiyah Warok Kaprawiran Ngawi 28 Januari 2024) 

Bebrayan Mbangun Krajan 

Teringat dawuh Simbah “Prioritaskan yang lebih prioritas”, entah karena taat atau memang kebiasaan dulur-dulur Warok Kaprawiran (WK) di Ngawi yang terlalu dini jika acara dibuka waktu 22.00. Memang rutinan adalah sesuatu yang penting, selapan hari sekali, tetapi dalam kondisi tertentu hal ini bukanlah yang terpenting. 

Mas Zainal, salah satu penggiat kawakan di sini selepas waktu isya’ berkenaan mengambil pesanan madu ibu beliau di luar daerah dengan jarak yang cukup jauh, kemudian menjadi jamaah pertama yang rawuh, mendekati pukul 23.00. 

Kemudian Adit, setengah jam kemudian, berkenaan dengan bimtek terkait penyuksesan pembentukan rezim baru (KPPS). 00.05 disusul rawuhnya Mas Dita, jamaah yang kebetulan sering di sebut “cah kastem” oleh teman-teman, yang berkenaan merampungkan garapan yang sudah ditunggui oleh kastemer di bengkelnya. 

Yoga rawuh bersamaan dengan Dita, yang kebetulan membantu di bengkel Dita. Setelahnya Lik Memen, juga aktif di sebuah organisasi yang malam tadi melaksanakan sebuah kegiatan. Jam 01.00 Mas Muji dan Mas Hariyanto rawuh. Beliau berdua beberapa gret lebih penting diatas Adit dalam penyuksesan pembentukan rezim baru. 

Lihat juga

Seperti biasa, “Sik, sarokoan sik”, tepat 01.35 Mas Muji sebagai pranatacara membuka acara dan menyampaikan susunan acara, dilanjut Mas Hariyanto mempimpin tahlil, kemudian Mas Zainal memimpin shalawat, lalu pembahasan tema.

Meglak-meglek, adalah sebuah kondisi atau keadaan yang tidak kuat, tidak bakoh, tidak imbang, atau istilah serupa lainya. Dengan mukadimah singkat ini kemudian memantik pertanyaan tentang langkah perbaikan.

Bebrayan Mbangun Krajan, bersama-sama membangun, merawat, atau memperbaiki sebuah kerajaan. Kerajaan sebagai analogi sebuah media yang memuat nilai-nilai, tujuan-tujuan, dan beragam fase di dalamnya. Judul tema ini sudah terlalu banyak pembahasan yang mengaitkannya dengan kondisi negara sebagai krajan, dan kebetulan teman-teman sepertinya enggan nggayuh pembahasan yang sama, bukan males, bukan apatis, tapi mungkin lebih ke ngrumangsani.

Krajan terkecil sekaligus terbesar adalah diri sendiri, yang terdapat raga, rasa, ruh dan komponen ruwet lainnya. Apa yang membuat banyak komponen itu saling ngawin, bebrayan, untuk membangun, merawat atau memperbaiki krajan ini? Segitiga cinta, kita, Kanjeng Nabi  dan Gusti Allah sudah sewajarnya sambung raket, mengingat lakon Mbangun Khayangan yang menjadikan Kalima Sada menjadi syarat utama untuk terbangunya Krajan, keteguhan tauhid dan keteladanan Kanjeng Nabi.

Keteguhan tauhid sebagai pasak (nagel), yang menjadikan tidak robohnya bangku dalam keadannya yang meglak-meglek , sedangan mengupayakan shiddiq, amannah, tabligh, dan fathonah adalah terbil untuk mendukung terjadi kokohnya bangku. Tanpa nagel, tidak lagi meglak-meglek, bangku itu akan ambruk. Tanpa keempat sifat itu, tak akan menjadi sebuah manfaat bagi liyan.

Sebuah kewajaran atas kemeglak-meglekan kita, mungkin itu adalah proses, fase yang masing-masing wajar mengalaminya. Kekuatan diri sebagai krajan akan menghasilkan kedaulatan atas apa yang kita jadikan kebijakan, jika shiddiq adalah sebuah atauran pada krajan ini, tidaklah mungkin kita tegak dan lurus jika kepada diri sendiri saja kita tidak mampu untuk jujur. Amanah, tabligh, dan fathonah juga sebuah aturan dari kita yang ditujukan untuk kita taati, jika atas diri kita sendiri kita tidak taat, sepertinya dadi guyon ketika kita nggagas krajan yang lebih luas. “Malas yang bertanggung jawab”, kalimat Mas Sabrang ini megelna ya.

Ternyata segitiga cinta itu sangat penting, mim, lam, ka, fathah, kasrah, dhommah, malaka, maliki, dan maluku. Al-mulk, penguasa, maha penguasa, kerajaan, maha kerajaan, hmmm pilperes? Negara? Sepertinya membangun krajan dari diri sendiri, keluarga, tangga teparo, kanca ngopi, atau yang lebih kecil lagi adalah salah satu cara Berbrayan Mbangun Krajan yang secara umum kita anggap besar. Benih-benih dan akar-akar kecil yang menyebar luas dan banyak tidak lebih buruk dari satu akar tunjang yang besar.

Lalu, rutinan dibuka 01.35 itu karena manut Simbah tentang prioritas, atau memang pakulinan? Teman-teman yang kerap mampir ke Sanggar Panengen atau yang mengenal kami lama lebih berkompeten untuk menjawab.

Selamat pagi manteman, hahaha

Ngawi, 28 Januari 2024

(Redaksi WK Ngawi/Setio) 

 

Lihat juga

Lihat juga
Close
Back to top button