YANG MERUANG DAN YANG MENAMPUNG

Setiap Kamis pukul 20.00 WIB saya sudah duduk di kursi kereta sambil termangu menatap keluar kaca jendela. Gelap di luar. Kilasan cahaya dari desa seberang berkelebatan tertinggal di belakang dan menjadi masa lalu. Apakah mesin waktu berjalan sedemikian cepat sehingga yang tersisa hanyalah kenangan?

Saban naik kereta saya merasa seperti sedang menyusuri lorong waktu. Selalu saja yang mengalir di ruang ingatan adalah lirik lagu Tuhan Aku Berguru. Cengengnya, mata jadi berkaca-kaca. Gembéng, kata Mas Pram.

Tuhan
Aku berguru kepada-Mu
Tidak tidur di kereta waktu

Tuhan
Aku berguru kepada-Mu
Meragukan setiap yang kutemu

Scene selanjutnya adalah kilasan adegan Maiyah bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng, suasana Pengajian Padhangmbulan yang nyemanak, wajah-wajah sahabat yang lekat dengan guyon dan keakraban.

Perasaan hangat mengaliri rasa syukur atas paseduluruan yang dianugerahkan Allah dalam ikatan al-mutahabbuuna fillaah.

Hari berikutnya scene berubah menjadi lembaran-lembaran akademik. Paradigma, grand theory, metodologi, metode, parafrase berjubel-jubel memadati otak. Sesaat kemudian, setelah semua itu melintas, saya berjumpa dengan relativitas yang membentang di garis cakrawala. 

Kelemahan menyimpan
Berlimpah kekuatan
Buta mata
Menganugerahi penglihatan

Energi kembali disuntikkan untuk menjalani rakaat panjang. Yang lemah belum tentu tidak berdaya. Yang kuat belum tentu perkasa. Yang gelap belum tentu pekat. Yang terang belum tentu benderang.

Dialektika paradoks adalah indikasi bersatu dan menyatunya dua kutub yang menurut ilmu modern dinyatakan sebagai dua hal yang saling berlawanan. 

Namun, Maiyah punya pandangan berbeda. Setiap makhluk pasti memiliki sisi negasi: jantan-betina, laki-laki-perempuan, tinggi-rendah, terang-gelap, dan seterusnya. Hanya Allah  yang Ahad.

Yang benar menyimpan potensi salah. Yang salah menyimpan potensi benar. Yang pasti salah adalah ketika yang benar merasa paling benar—dan karena itu—wajib menyalahkan yang dianggap tidak benar. Yang dijunjung sebagai yang mulia kebablasen merasa diri paling mulia. 

Formulasi ilmu dasar Maiyah akan sangat mudah ditemukan di ruang-ruang akademik. Namun, atmosfer akademis akan merasa asing manakala Maiyah ditawarkan secara blokosuto sebagai metodologi ilmu, kecuali setelah diolah sedemikian rupa menjadi butir-butir garam agar masakan fakultatif tidak terasa anyep

Yang meruang memang seyogianya menampung penggalan-penggalan. 

Plosokandang, 29 Oktober 2022

Lihat juga

Lihat juga
Close
Back to top button