Tadabbur Hari ini (40)
GERBANG AL-FATIHAH

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ
ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيم
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ
غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
(Al-Fatihah: 1-7)

Gerbang utama bangunan mutiara Al-Fatihah mestinya adalah “Bismillahirrahmanirrahim”. Ini sekadar ungkapan kenikmatan penghayatan kita sendiri. Tidak mengutip ahli atau Imam atau Syekh dan Ulama siapapun. Jadi tidak ada sandaran akademisnya. Tidak ada sanad sejarahnya. Itu spontanitas cinta dan rasa manembah kita belaka kepada Allah Swt. Maka kata sambungnya adalah “mestinya”, bukan “pasti”.

Ini bukan kebenaran ilmu, ini fakta cinta. Tentu subjektif, berlaku pada kita-kita saja, dan tidak harus dibenarkan atau diakui oleh siapapun. Dan kita dilarang memaksakan rasa nikmat subjektif itu kepada siapapun. Maka juga sangat diperlukan perdebatan, kritik atau penolakan. Andaikan ada persetujuan dan penerimaan pun silakan menikmatinya sendiri secara personal saja.

Begitu kita memasuki gerbang “Bismillahirrahmanirrahim, kita sadar bahwa sedang menapakkan kaki ke dalam ruang Maha, semesta yang tak terhingga. Yang pertama dan paling kita rasakan adalah kekerdilan kita sebagai manusia. Keterbatasan, kesempitan, kerendahan dan mungkin kehinaan kita sebagai manusia.

Di balik selubung kesadaran itu diam-diam kita tertawa dan mentertawakan banyak sekali perilaku kita selama ini. Bertentangan pendapat, berbeda pandangan, berdebat, hingga bermusuhan dan bahkan saling membenci antar kelompok-kelompok perbedaan pendapat. Sampai akhirnya menjadi firqah-firqah. Kita tercerai berai menjadi madzhab-madzhab, aliran-aliran, kelompok-kelompok, ormas-ormas. Kita seperti sedang ikut Pawai Kekerdilan, Festival Kebodohan atau Perayaan Kedunguan.

Lihat juga

Dan asal-usul atau sumber riuh rendah perayaan kedunguan itu adalah perbedaan tafsir kita terhadap firman-firman Allah, yang sebenarnya dengan niat baik ingin kita aplikasikan bersama. Kita ini makhluk terbaik ciptaan Allah. Kita ini “ahsanu taqwim”, tapi hobi kebudayaan kita adalah “kreativitas asfala safilin”.

Maksudnya suatu pergerakan kreatif dalam sejarah yang terasa mewah di mata pandang kemanusiaan materialistik, namun karena tidak dilandasi dengan pengetahuan “sangkan paran”, tidak berdialektika dengan hakikat dan fakta penciptaan serta kekuasaan Tuhan – maka terjerumus menjadi “asfala safilin”. Inovasi teknologi manusia sangat dahyat, kreativitas pengetahuan dan Pendidikan kita luar biasa, tetapi karena menghindari realitas “sebab-akibat kehidupan ini dengan Tuhan”, maka di dalam perspektif “shirathal mustaqim” itu semua terletak di kerendahan peradaban.

Kita ini “khalifah fil Ardl”, tapi prestasi peradaban kita adalah semakin canggih merusak kehidupan di bumi dan lihai dalam hal menumpahkan darah, pembunuhan karakter, pengasingan atas siapa saja yang mengemban kebenaran. Kita seolah-olah sengaja menjadi follower dan supporterMalaikat yang kemudian di-Iblis-kan oleh Allah karena membangkang pada perintah Allah untuk bersujud kepada Adam yang manusia.

وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ
قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ
وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ
قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah: 30)

Sudahlah menjadi follower Iblis dan subscriber aplikasi-aplikasinya, pun pula kita tidak punya bukti kehidupan untuk bisa bikin statement “wa nahnu nusabbihu bihamdika wa nuqaddisu laka”, padahal kami senantiasa bertasbih memuji Engkau dan mensucikan Engkau: sebagaimana demikian bunyi pernyataan para Malaikat dan Iblis mantan Malaikat. Padahal kami senantiasa bertasbih memuji Engkau dan mensucikan Engkau.

Ummat manusia abad ke-21 ini terlalu “kemproh” semesta jiwanya untuk pantas mengucapkan pernyataan itu.

Emha Ainun Nadjib
8 Juni 2023.

Lihat juga

Back to top button